Ruang Lingkup Penelitian Klarifikasi Istilah

1. Pengetahuan tentang konsep kesinambungan topik akan membantu seseorang untuk memilah atau menentukan bentuk-bentuk frasa nama yang sesuai dengan konteksnya. Dengan demikian akan meningkatkan mutu atau kemahiran karang- mengarang mereka. 2. Pemahaman tentang konsep kesinambungan topik membantu seseorang memahami dan memperlihatkan keterjalinan topik yang dibicarakan dalam suatu teks sehingga dalam proses penterjemahan, memungkinkan seseorang membuat tafsiran teks dengan lebih akurat. 3. Dalam proses pembelajaran bahasa, pemahaman tentang konsep kesinambungan topik akan membantu untuk melihat keterpautan antar topik dalam wacana sehingga dapat memudahkan penafsiran teks secara tepat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Menurut Givon 1983, ada tiga jenis kesinambungan dalam wacana, yaitu 1 kesinambungan tematik, 2 kesinambungan tindakan dan 3 kesinambungan topikpartisipan. Dari ketiga jenis kesinambungan wacana tersebut, kesinambungan topik dianggap yang paling relevan terhadap permasalahan penelitian ini. Alasannya, dari ketiga aspek tersebut kesinambungan topik yang diangap paling mudah dipahami sekaligus memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dalam suatu paragraf tematik. Untuk mengukur derajat kesinambungan topik digunakan sejumlah perangkat gramatikal dalam bentuk referensi pronominal. Givon 1983 Universitas Sumatera Utara mengemukakan sembilan bentuk topik untuk mengukur kesinambungan topik dalam bahasa Inggeris, yaitu : 1. anafora kosong zero anaphora, 2. pronomina tak bertekanan unsressed pronoun, 3. pronomina bertekananbebas stressedindependent pronouns, 4. dislokasi kanan frasa nomina definit R-dislocated DEF-NP’s, 5. susunan netral frasa nomina takrif neutral-ordered DEF-NP’s, 6. dislokasi kiri frasa nomina tak takrif L-dislocated DEF-NP’s, 7. pergeseran frasa nomina Y Y-moved NP’s, 8. konstruksi terpisahfokus cleffocus construction 9. referensial frasa nomina indefinite referential indefinite NP’s. Dalam penelitian ini hanya enam bentuk topik yang digunakan, yaitu 1 pronomina kosong, 2 pronomina Orang ketiga, 3 pronomina takrif, 4 pronomina tak takrif 5, pronomina posesif, dan 6 pronomina relatif. Keenam bentuk topik ini lazim digunakan dalam bahasa Indonesia pada umumnya dan Bahasa Minangkabau pada khususnya. Selain mengukur derajat kesinambungan topik dari keenam bentuk topik tersebut, juga dibahas bagaimana peranan setiap bentuk topik saat menjalin hubungan antara satu klausa dengan klausa lainnya.

1.6 Sejarah Perkembangan Kaba

Sastra klasik Minangkabau adalah sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat Minangkabau baik lisan maupun tulisan. Salah satu sastra klasik yang Universitas Sumatera Utara masih hidup dan dipertahankan oleh masyarakat Minangkabau adalah jenis cerita klasik dalam bentuk kaba. Kaba merupakan salah satu ragam klasik yang memberi andil bagi pertumbuhan sastra nasional. Kaba tergolong cerita rakyat, cerita yang terus tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat Minangkabau dan disampaikan secara turun temurun.. Selain itu, kaba tergolong cerita pelipur lara yang mengandung pendidikan moral dan nilai-nilai budaya. Sebagaimana layaknya cerita pelipur lara, kaba pada mulanya selalu mengisahkan peristiwa-peristiwa yang menyedihkan, pengembaraan, dan penderitaan kemudian berakhir dengan kebahagiaan. Menurut Abdullah 1974 kata “kaba” berasal dari khabar arab yang artinya ‘pesan’, ‘kabar’ atau ‘berita’. Dalam sastra klasik Minangkabau, kaba disebut juga curito yang artinya ‘cerita’. Pendapat lain mengatakan asal kata kaba berasal dari langit yang kemudian jatuh ke bumi, seperti terungkap dalam pantun berikut ini; kaik bakaik rotan sago Pilin bapilin aka baha Mulo di langik tabarito Jatuah ka bumi jadi kaba ‘ kait berkait rotan saga Pilin berpilin akar bahar Mula di langit terberita Jatuh ke bumi jadi kaba ’ Pemahaman langit berkaitan dengan ajaran dalam agama Islam yaitu suatu ajaran Tuhan yang turun ke bumi melalui berita. Dan berita tersebut merupakan berita kebenaran yang memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Kaba sebagai cerita klasik Minangkabau memiliki tata-kalimat yang panjang, berlirik pantun,bernuansa kias dan sarat dengan petatah petitih, seperti dalam berikut ini, Manolah tuan Anggun Nan Tongga, manga ambo ditinggakan, tuan pai ambo lah surang, jo siapo ambo ditinggakan, apolah tenggang badan denai, namonyo di tangah rimbo gadang, tak tantu jalan ka dituruik, jalan mano ka ditampuah, lurah mano ka dituruni, tuan Tongga lah hilang sajo, hilang dibalik awan sajo, hilang dibaliak awan putiah, lanyok dibalik langik biru, ka mano tuan ka ambo sigi, dahulu kito pai batigo, kini babaliak ambo surang.203:2 ‘ Wahai tuan Anggun Nan Tongga, mengapa saya ditinggalkan, tuan pergi saya sendiri, dengan siapa saya ditinggalkan, apalah daya badan saya, namanya di tengah rimba besar, tak tahu jalan yang dituju, jalan mana yang akan ditempuh, lurah mana yang dituruni, tuan Tongga sudah hilang saja, hilang dibalik awan putih, lenyap dibalik langit biru, kemana tuan akan saya cari, dahulu kita pergi bertiga, sekarang saya pulang sendiri ’. Sesuai dengan hakikatnya sebagai fiksi, berbentuk prosa liris, berirama dan bermatra, kaba mampu mengungkapkan berbagai masalah manusia dengan teknik penyampaian yang spesifik. Cerita disampaikan dengan membawa suatu misi yang berupa pesan atau amanat. Supaya lebih menarik, pesan atau amanat ini dikemas dalam nyanyian atau ‘dendang’ sambil diiringi dengan seperangkat musik tradisional seperti, rebab, salung, bansi, kecapi, dan korek api. Biasanya seorang tukang kaba atau pedendang menyampaikan cerita menurut irama musik tradisional tersebut. Pada saat itu, tukang kaba atau pedendang duduk bersila di atas tikar. Sambil bertopang dagu ia mulai berdendang di tengah kerumunan pendengarnya. Dalam kaba, baik lisan maupun tulisan pantun menjadi sangat dominan. Nigel Philips 1976 membagi fungsi pantun dalam kaba lisan si Jobang atas pantun persembahan, pantun pembukaan dan penutup, serta pantun dalam cerita. Pantun Universitas Sumatera Utara persembahan disampaikan sebelum memulai cerita dengan tujuan untuk menarik pendengar, membangunkan perhatian, dan menghidupkan suasana dengan cara membangkitkan kelucuan. Pantun persembahan tidak dijumpai dalam kaba tertulis karena audiensnya pembaca bukan pendengar atau penonton. Dengan demikian, dalam kaba tertulis hanya terdapat pantun pembuka, pantun dalam cerita, dan pantun penutup. Dan yang paling menjadi ciri khas kaba adalah kaba selalu dibuka dengan pantun dan ditutup dengan pantun pula baik dalam kaba lisan maupun kaba tulisan.

1.6.1 Daerah Penyebaran

Awal beredarnya kaba adalah di daerah pesisir barat daerah pantai Minangkabau. Kemudian kaba menyebar ke daerah Luhak atau daerah pedalaman daerah darat. Hal ini sejalan dengan perkembangan bandar-bandar dagang yang kebanyakan didatangi oleh pedagang Arab dan Persia termasuk juga Aceh. Oleh karena kata kaba berasal dari bahasa Arab maka kata kaba sering dikaitkan dengan pengaruh Islam. Pada saat itu Aceh merupakan kerajaan Islam yang terkuat di pantai utara Sumatera sehingga daerah pesisir pantai Minangkabau adalah daerah pertama penyebaran kaba tersebut. Kaba sebagai sastra klasik Minangkabau pada mulanya disampaikan secara lisan. Tetapi sejalan dengan perubahan zaman, keberadaan kaba semakin terdesak oleh kemajuan teknologi dan kemajuan masyarakat. Setiap orang semakin sibuk oleh pekerjaan dan sering berpacu dengan waktu. Masalah waktu semakin berarti dalam kehidupan sehingga hampir tidak ada lagi waktu luang untuk mendengar dan Universitas Sumatera Utara menyaksikan karya-karya sastra yang disampaikan secara lisan. Hal ini akan lebih terasa di daerah perkotaan. Oleh sebab itu, dalam upaya agar sastra lisan tetap hidup dan terus berkembang di tengah masyarakat Minangkabau, maka diwariskanlah sastra lisan tersebut dalam bentuk tulisan. Sekarang ini sastra lisan yang tadinya hanya dapat dinikmati melalui pertujukan, sudah dapat dinikmati melalui cetakan, kaset, bahkan VCD.

1.6.2 Perkembangan Cerita

Berdasarkan isi cerita, kaba dapat dikelompokkan menjadi : 1. Kaba Klasik Minangkabau Jenis kaba ini menceritakan kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu kala dengan pola-pola kebudayaan lama. Ciri penanda kaba klasik sebagai berikut : a. Bercerita tentang kehidupan raja, putra-putri raja dengan berbagai kehidupan pengembaraan melawan tantangan kehidupan b. Si pelaku dalam karangan raja ini mengembara mencari kesaktian. Bermodalkan kesaktian ini, si pelaku kembali menegakkan kebenaran dan kewibawaannya. c. Kehidupan sangant dipengaruhi yang gaib-gaib dan kekuatan sakti. Percaya pada tukang tenung dan kesaktian benda-benda yang dapat mendatangkan semua yang diminta. Kesaktian seseorang dapat melumpuhkan kekuatan alam. d. Nama pelaku sering melambangkan kebesaran dan kekuatan. Umumnya nama telah menunjukkan siapa orangnya,misalnya, Raja Alam Sakti, Raja Angek Universitas Sumatera Utara Garang. Tempat dan nama negeri selalu samar tak jelas letak lokasinya, misalnya negeri Nilam Cahayo, Kualo Koto Tanau dan Binuang Sati e. Tampilnya pelaku mambang dan peri. Penampilan itu sesuai dengan kepercayaan pada kekuatan gaib dan unsur kesaktian. 2. Kaba Baru Minangkabau Jenis kaba ini berorientasi pada kehidupan pelaku-pelaku sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan realitas. Ciri penanda kaba baru sebagai berikut: a. Cerita tentang suka duka kehidupan manusia biasa b. Masalah yang dicari dan ditegakkan adalah kebenaran menurut logika praktis. Kepercayaan pada unsur sakti dan hal-hal gaib tidak lagi kelihatan. c. Pemberian nama pelaku biasa-biasa saja. Untuk wanita sering disebut “ Siti “, pria disebut “Sutan“ karena mereka dari kalangan bangsawan. Tempat peristiwa dan nama negeri sudah dikenal lokasinya, misalnya, Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Betawi dan Medan.

1.7 Profil Masyarakat Minangkabau

Populasi penduduk Sumatera Barat didukung oleh beberapa kelompok etnik. Etnik terbesar adalah suku Minangkabau. Suku Minangkabau terutama menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Diperkirakan kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan masyarakat suku ini berada di perantauan. Suku Minangkabau perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar di wilayah Universitas Sumatera Utara Indonesia. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia terutama Negeri Sembilan dan Singapura. Di seluruh Indonesia, bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini populer dengan sebutan masakan Padang. Masyarakat Minangkabau menempatkan perempuan pada kedudukan yang istimewa. Tidak seperti sebagian besar suku di Indonesia yang menganut sistim kekerabatan patrilineal garis keturunan ayah, masyarakat Minangkabau menganut sistim matrilineal garis keturunan ibu. Masyarakat Minangkabau di Sumatera barat merupakan suku dengan budaya matrilineal terbesar di dunia. Secara ekonomi dan sosial seorang anak menjadi anggota suku ibunya. Peran ayah dalam hal tanggung jawab, beralih pada mamak ’paman’, yaitu saudara laki-laki dewasa dari pihak ibu. Orang Minang yang sesuku dianggap bersaudara dekat dan mereka tidak boleh saling mengawini. Oleh karena itu, jodoh harus dicarikan dari luar suku. Biasanya menjodohkan anak dengan anak mamak ’kemenakan’ merupakan kebiasaan dalam masyarakat Minangkabau. Seorang anak harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari mamaknya sebelum dia memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Harta pusaka juga diwariskan menurut garis keturunan ibu. Dalam sistem ini yang berhak atas harta pusaka hanyalah garis keturunan perempuan saja, sedangkan kaum lelaki dalam satu keluarga tidak berhak atas harta pusaka tersebut. Jelaslah, dalam masyarakat Minangkabau kedudukan wanita sangat dominan, meskipun perwalian hak-hak keturunan melibatkan peran mamak, tetap saja wanita memiliki wewenang yang paling besar. Universitas Sumatera Utara

1.7.1 Keadaan Kebahasaan

Bahasa Minangkabau, bila digabungkan dengan bahasa-bahasa Polinesia dan Melanesia termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Penutur bahasa Minangkabau menyebar diseluruh pelosok tanah air. Sebagaimana lazimnya, setiap bahasa memiliki ragam bahasa yang dapat ditinjau dari status, kedudukan dan situasi penggunaan bahasa. Dalam bahasa Minangkabau ragam bahasa dibedakan atas 1 ragam bahasa surau, digunakan dalam situasi yang bersifat keagamaan, seperti di Mesjid, Surau, dan Madrasah; kekhasan ragam ini ditandai dengan kosa kata yang telah dipengaruhi oleh bahasa Arab, 2 ragam bahasa Adat, digunakan pada pertemuan atau musyawarah para penghulu, baik pada situasi perkawinan, mendirikan penghulu, kematian, dan situasi adat yang bersifat formal lainnya. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan keteraturan pilihan kata yang mengandung nilai-nilai sastra yang tinggi, 3 ragam bahasa Parewa, digunakan pada saat bersenda gurau, seperti guyonan, ejekan dan biasanya ditemukan di warung- warung kopi, pos-pos ronda, di tempat mandi kaum wanita, dan gubuk-guibuk di sawah pada saat panen tiba. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan kosa kata yang berbau porno dan kasar, dan 4 ragam bahasa biasa, digunakan pada situasi percakapan sehari-hari. Seperti bahasa pada umumnya, bahasa Minangkabau memiliki variasi dialek yang cukup banyak. Berdasarkan pembagian wilayah, bahasa Minangkabau dikelompokkan menjadi empat kelompok utama, yaitu 1 dialek tanah datar, 2 dialek Agam, 3 Dialek Lima Puluh Kota, dan 4 Dialek Pesisir. Setiap daerah memiliki Universitas Sumatera Utara intonasi dan gaya bahasa tersendiri yang menjadi ciri khas daerahnya. Apabila dua orang penutur bahasa Minangkabau berbicara dan mereka berasal dari daerah yang berbeda biasanya mereka akan menggunakan dialek standar atau dialek umum. Dan dari sekian banyak dialek bahasa Minangkabau yang ada, dialek Padang yang dianggap paling umum.Dialek Padang, sebagai dialek yang digunakan di ibu kota provinsi bukan hanya digunakan di kota Padang saja tetapi di luar Sumatera Barat pun orang Minang sepakat menggunakan dialek ini. Dialek Padang, yang lazim disebut bahaso awak, muncul sebagai bahasa pemersatu masyarakat yang utama, berbeda dengan dialek-dialek lain yang lebih mengutamakan hubungan dalam kelompok tertentu daripada hubungan antarkelompok. Sejak seabad yang lalu, semua linguis terbentur pada variasi dialek ini karena tidak adanya model tunggal untuk memerikan bahasa tersebut terutama untuk masalah transkripsi bahasa Minangkabau, Hidayat 1998.

1.7.2 Letak Geografis dan Wilayah

Secara tradisional, Ranah Minangkabau dahulu membentang hingga sungai Kampar di sebelah Timur, dan masuk jauh ke pedalaman, di sepanjang sungai Indragiri dan sungai Batanghari disebelah tenggara., Di sebelah Selatan, negeri itu membentang hingga Kerinci dan Bengkulu. Dalam sejarah singkat Minangkabau, wilayah Minangkabau terbagi atas dua daerah, yaitu daerah darat ‘darek’ dan daerah rantau. Daerah darek dianggap sebagai daerah pemukiman tertua atau daerah asal suku Minangkabau. Sedangkan daerah rantau dianggap sebagai tempat pemukiman Universitas Sumatera Utara baru yang terletak di pesisir pantai barat dan Timur Sumatera. Daerah darat memiliki tiga luhak wilayah, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota. Daerah rantau meliputi rantau Tanah Datar, rantau Agam, rantau Lima Puluh Kota, dan rantau Kubuang Tigo Baleh.

1.8 Klarifikasi Istilah

Istilah yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan dalam kajian wacana. Namun begitu, untuk menghindari kesalah pahaman tentang istilah-istilah yang dipakai, perlu dilakukan klarifikasi istilah. 1. Derajat kesinambungan topik adalah gradasi kesinambungan topik mulai dari yang paling mudah terprediksi sampai kepada yang paling sulit terprediksi 2. Fungsi gramatikal topik adalah topik yang berfungsi secara gramatikal, yakni sebagai subjek, objek dan lain sebagainya. 3. Faktor keinsanan adalah topik sebagai [+insan] dan [-insan] 4. Jarak referensi adalah jarak antara penyebutan pertama suatu referensi dengan penyebutan selanjutnya 5. Kemungkinan gangguan adalah munculnya topik lain dalam lingkungan tiga klausa secara berturut-turut. 6. Keberterusan topik adalah kemunculan topik secara berturut-turut dalam klausa berikutnya. . Universitas Sumatera Utara 7. Kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau partisipan yang telah disebutkan sebelum dan sesudahnya. Kesinambungan topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu wacana. Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan proposisi secara berurutan. 8. Klasik adalah sesuatu yang dianggap terbaik dan terbukti bernilai karena telah teruji oleh perjalanan waktu. 9. Kaba adalah cerita klasik Minangkabau yang artinya pesan, kabar, atau cerita. 10. Perangkat gramatikal adalah unsur-unsur tatabahasa, yang digunakan sebagai topik. 11. Parameter kesinambungan topik adalah tolok ukur yang menjadi pedoman dalam menentukan tinggi rendahnya kesinambungan topik. 12. Peran topik adalah peran yang dimiliki topik dalam upaya menjalin kesinambungan wacana Sastra Klasik adalah karya yang memberikan gambaran tentang kebudayaan pada waktu itu. Tentang adat istiadat, lebih penting lagi tentang pandangan hidup 13. Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan partisipan atau argumen dalam suatu proposisi. 14. Topikalisasi adalah proses sintaksis-prakmatis yang mengubah status konstituen yang bukan topik menjadi topik. Universitas Sumatera Utara 15. Ukuran kesinambungan topik adalah tolok-ukur yang digunakan untuk pengukuran topik, yakni jarak referensi, kemungkinan gangguan, dan keberterusan topik. 16. Alat pembuka topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai pembuka wacana, topik baru diperkenalkan pertama sekali atau topik-topik yang kemunculannya melewati jarak rujuk yang sudah ditentukan. 17. Alat penyambung topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai penyambung atau penghubung terhadap topik yang sudah diperkenalkan sebelumnya. Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Pada bab ini, diuraikan konsep-konsep yang melatari penelitian ini. Pertama, adalah tentang konsep topik-tema. Dalam konsep ini, pembahasan meliputi topik sebagai unsur tematik, topik sebagai gabungan unit gramatikal, dan topik sebagai acuan. Kedua, konsep topik, meliputi properti topik dan jenis-jenis topik. Ketiga, konsep kesinambungan topik. Keempat, konsep skala kesinambungan topik. Kelima, konsep keteridentifikasian. Keenam, konsep tema-rema.

2.1.1 Konsep Topik - Tema

Menurut sejarah, pemikiran-pemikiran teoritis tentang tema dan topik berasal dari penelitian aliran Praha, seperti Danes 1974; Firbas 1974; Mathesius 1939, 1975. Menurut Mathesius tema adalah titik awal ujaran, yaitu informasi yang sudah dipahami bersama antara penutur-petutur, sekaligus titik pisah kalimat secara keseluruhan. Firbas berpendapat informasi dalam ujaran berkontribusi terhadap perkembangannya secara berkesinambungan. Dia menekankan suatu skala tentang informasi kalimat yang dikenal dengan kedinamisan komunikasi communicative dynamism CD, informasi dalam ujaran berada pada suatu skala ketersinambungan, dimulai dari unsur-unsur yang paling bawah yang memiliki CD terendah dan bergerak melalui ucapan yang memiliki CD tertinggi. Menurutnya, unsur-unsur tematis yang memiliki derajat CD yang paling rendah. Universitas Sumatera Utara