Daerah Penyebaran Perkembangan Cerita

persembahan disampaikan sebelum memulai cerita dengan tujuan untuk menarik pendengar, membangunkan perhatian, dan menghidupkan suasana dengan cara membangkitkan kelucuan. Pantun persembahan tidak dijumpai dalam kaba tertulis karena audiensnya pembaca bukan pendengar atau penonton. Dengan demikian, dalam kaba tertulis hanya terdapat pantun pembuka, pantun dalam cerita, dan pantun penutup. Dan yang paling menjadi ciri khas kaba adalah kaba selalu dibuka dengan pantun dan ditutup dengan pantun pula baik dalam kaba lisan maupun kaba tulisan.

1.6.1 Daerah Penyebaran

Awal beredarnya kaba adalah di daerah pesisir barat daerah pantai Minangkabau. Kemudian kaba menyebar ke daerah Luhak atau daerah pedalaman daerah darat. Hal ini sejalan dengan perkembangan bandar-bandar dagang yang kebanyakan didatangi oleh pedagang Arab dan Persia termasuk juga Aceh. Oleh karena kata kaba berasal dari bahasa Arab maka kata kaba sering dikaitkan dengan pengaruh Islam. Pada saat itu Aceh merupakan kerajaan Islam yang terkuat di pantai utara Sumatera sehingga daerah pesisir pantai Minangkabau adalah daerah pertama penyebaran kaba tersebut. Kaba sebagai sastra klasik Minangkabau pada mulanya disampaikan secara lisan. Tetapi sejalan dengan perubahan zaman, keberadaan kaba semakin terdesak oleh kemajuan teknologi dan kemajuan masyarakat. Setiap orang semakin sibuk oleh pekerjaan dan sering berpacu dengan waktu. Masalah waktu semakin berarti dalam kehidupan sehingga hampir tidak ada lagi waktu luang untuk mendengar dan Universitas Sumatera Utara menyaksikan karya-karya sastra yang disampaikan secara lisan. Hal ini akan lebih terasa di daerah perkotaan. Oleh sebab itu, dalam upaya agar sastra lisan tetap hidup dan terus berkembang di tengah masyarakat Minangkabau, maka diwariskanlah sastra lisan tersebut dalam bentuk tulisan. Sekarang ini sastra lisan yang tadinya hanya dapat dinikmati melalui pertujukan, sudah dapat dinikmati melalui cetakan, kaset, bahkan VCD.

1.6.2 Perkembangan Cerita

Berdasarkan isi cerita, kaba dapat dikelompokkan menjadi : 1. Kaba Klasik Minangkabau Jenis kaba ini menceritakan kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu kala dengan pola-pola kebudayaan lama. Ciri penanda kaba klasik sebagai berikut : a. Bercerita tentang kehidupan raja, putra-putri raja dengan berbagai kehidupan pengembaraan melawan tantangan kehidupan b. Si pelaku dalam karangan raja ini mengembara mencari kesaktian. Bermodalkan kesaktian ini, si pelaku kembali menegakkan kebenaran dan kewibawaannya. c. Kehidupan sangant dipengaruhi yang gaib-gaib dan kekuatan sakti. Percaya pada tukang tenung dan kesaktian benda-benda yang dapat mendatangkan semua yang diminta. Kesaktian seseorang dapat melumpuhkan kekuatan alam. d. Nama pelaku sering melambangkan kebesaran dan kekuatan. Umumnya nama telah menunjukkan siapa orangnya,misalnya, Raja Alam Sakti, Raja Angek Universitas Sumatera Utara Garang. Tempat dan nama negeri selalu samar tak jelas letak lokasinya, misalnya negeri Nilam Cahayo, Kualo Koto Tanau dan Binuang Sati e. Tampilnya pelaku mambang dan peri. Penampilan itu sesuai dengan kepercayaan pada kekuatan gaib dan unsur kesaktian. 2. Kaba Baru Minangkabau Jenis kaba ini berorientasi pada kehidupan pelaku-pelaku sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan realitas. Ciri penanda kaba baru sebagai berikut: a. Cerita tentang suka duka kehidupan manusia biasa b. Masalah yang dicari dan ditegakkan adalah kebenaran menurut logika praktis. Kepercayaan pada unsur sakti dan hal-hal gaib tidak lagi kelihatan. c. Pemberian nama pelaku biasa-biasa saja. Untuk wanita sering disebut “ Siti “, pria disebut “Sutan“ karena mereka dari kalangan bangsawan. Tempat peristiwa dan nama negeri sudah dikenal lokasinya, misalnya, Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Betawi dan Medan.

1.7 Profil Masyarakat Minangkabau