b Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dalam jangka waktu 2 tahun
secara terus-menerus tanpa izin dari pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
c Salah satu pihak mendapatkan pidana 5 tahun penjara atau hukuman lain
yang lebih berat. d
Salah satu pihak melakukan kekejaman yang membahayakan keselamatan anggota keluarga.
e Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai suami-istri. f
Terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran antara kedua belah pihak sehingga tidak dapat harapan untuk hidup harmonis terdapat juga
dalam pasal 39 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan g
Suami melanggar taklik talaq h
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
125
3. Perbedaan Cerai Thalaq dan Cerai Gugat
Dalam perundang-undangan dijelaskan bahwa terdapat perbedaan mengenai perkara perceraian, yaitu cerai thalaq dan cerai gugat. Cerai talaq yaitu perceraian
yang dilakukan atas kehendak suami. Sebagaimana yang dijelaskan dalam UU
125
Kompilasi Hukum Islam Pasal 116.
Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal 66 ayat 1 dijelaskan bahwa pengertian cerai thalaq yaitu:
126
“seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna
penyaksian ikrar thalaq”. Dalam KHI pasal 117 diterangkan bahwa:
“talaq adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan agama, yang menjadi salah satu sebab putusnya hubungan perkawinan dengan cara
sebagaimana pasal 129, 130, 131”. Sedangkan cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan atas kehendak istri.
Hal ini diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 73 1, yang menyatakan:
“gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediamaan penggugat, kecuali apabila
penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediamaan bersama tanpa izin tergugat”
127
Dalam KHI pada pasal 132 ayat 1:“gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada pengadilan agama yang daerah hukumnya mewilayahi
126
UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal 66 ayat 1.
127
UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 73 ayat 1
tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediamaan bersama tanpa izin suami”
128
Dalam perkara cerai gugat, seorang istri diberikan suatu hak untuk menceraikan suaminya, karena dalam cerai talaq haknya hanya dimiliki oleh
suami. Akan tetapi bukan berarti bahwa cerai gugat haknya mutlak milik istri karena suami dapat pula menggunakan hak tersebut. Dengan demikian masing-
masing pihak telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya menuntut perceraian. Jika cerai gugat dihubungkan dengan tertib hukum acara perdata, maka cerai gugat
benar-benar murni bersifat kontentius. Ada sengketa perkawinan yakni menyangkut perceraian dan di dalamnya terdapat pihak-pihak yang berdiri sebagai
subjek perdata. Istri sebagai pihak penggugat dan Suami sebagai pihak tergugat.
129
Dalam Islam tidak mengenal istilah cerai gugat, karena cerai gugat sendiri hanyalah istilah hukum yang digunakan dalam hukum acara di Indonesia. Akan
tetapi dalam hukum Islam mengenal istilah khulu’ yang mempunyai persamaan dengan cerai gugat, akan tetapi tetap ada perbedaannya. Jika dalam khulu’ itu ada
iwadh yang harus dibayar oleh pihak istri, dan yang mengucapkan kalimat
perceraian talaq adalah pihak suami setelah adanya pembayaran iwadh tersebut.
128
Kompilasi Hukum Islam Pasal 132 ayat 1
129
M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama, Jakarta : Pustaka Kartini, 1997, Cet. Ke-3, h. 252.
Sedangkan dalam cerai gugat tidak ada pembayaran iwadh, dan yang memutuskan perceraian adalah Hakim.
130
Ada beberapa syarat bagi istri untuk bisa melakukan cerai gugat, yaitu: a.
Cerai gugat berasal dari pihak istri bukan dari pihak suami. b.
Harus ada alasan untuk cerai gugat. Dalam mengajukan gugatan cerai, baik cerai talaq maupun cerai gugat harus
mempunyai alasan-alasan yang dibenarkan dalam UU yang berlaku, hal ini diatur dalam PP No 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang No.1 Tahun 1974
tentang perkawinan pasal 19 dan dipertegas kembali dalam KHI tentang alasan untuk bercerai yang tertera pada pasal 116 yang isinya sama dengan pasal 19 PP
No.9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
D. Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif