Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

yang umumnya ada pada laki-laki dan perempuan adalah merupakan tabiat fitrah kemanusiaan. Agama memberikan jalan menyelesaikan hajat tabiat tersebut dalam bentuk pernikahan. 136

2. Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

Islam membolehkan poligami dengan syarat adil. Hal ini demi menjaga hak dan martabat wanita. Adapun yang menjadi dasar hukum bolehnya poligami adalah ayat al-Quran surat An-nisa ayat 3 dan ayat 129, Allah berfirman: 8 E K f gAZz ”‰KL c Z EW `? 23 C c  ZP0 25 z  O P z ~5 ~€ `uU• v25 • TaW K M 2S–? K c 8 pAZz ”‰KL c G W  —U G TV KKL 25 ˜ PTa25 -O P€ KL ` V U™ KL ”‰KL c W  137 Artinya:. “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita- wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka kawinilah seorang saja[266], 136 Ibid., h. 71. 137 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Tarjamah, Yayasan Penyelenggara dan Penterjemah Al-Qur’an Lubuk Agung Bandung, 1989, h. 115. atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya .”Q.S. An-nisa. 4:3 K c š WC 2p Td 8KL c G W  2 ›2S ~€ - K -Op œ2 c X c Wa  ;d• •d ‚K–?C23 EDa W \ ` 8 E K c  a W c EŠ3  K :ž = 28N\ €? A. Ÿ ? . 138 Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” .Q.S. An-nisa. 3:129 Maksud dari surat an-nisa ayat 3 adalah boleh poligami namun hanya sebatas empat orang istri saja dan disyariatkan dapat berbuat adil diantara istri-istrinya dan jika tidak mampu maka tidak boleh mengawini wanita lebih dari seorang. Adil yang dituntut dalam ayat tersebut yaitu adil dalam masalah-masalah lahiriah yang bisa dilakukan oleh manusia seperti: giliran, nafkah, tempat tinggal, dan bepergian. 139 Sedangkan yang dimaksud adil dalam QS An-nisa 129 yaitu adil dalam masalah cinta dan kasih sayang batiniyah. Sebab masalah cinta dan kasih diluar 138 Ibid., h. 143. 139 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqih Munakat dan Undang -Undang Perkawinan, Jakarta : Prenada Media, 2007, Cet. Kedua, h. 176. kemampuan manusia. Allah tidak akan memberikan beban kepada manusia sebagai hambanya diluar kemampuan dan kesanggupan manusia. 140 Agama Islam telah mengikis kekacauan yang terjadi pada umat terdahulu dimana poligami tidak dibatasi oleh jumlah tertentu. Ketika Islam datang, para lelaki kabilah Tsaqif banyak yang memiliki sepuluh orang istri, antara lain seperti: Mas’ud bin Urwah, sufyan bin Abdillah, Ghailan bin Salamah, abu Agil Mas’ud bin Amr. Lalu Islam membatasinya hanya empat istri saja, sehingga ketika masuk Islam dan syariat poligami telah diturunkan. Ghailan Sufyan dan Abu Agil memilih empat orang istri mereka dan menceraikan enam yang lain. Sedangkan Urwah masuk Islam lalu wafat sebelum syariat poligami diturunkan. Pada dasarnya sistem poligami telah ada sebelum Islam dikumandangkan oleh Muhammad SAW sebagai Nabi dan utusan Allah yang merupakan penutup para Nabi dan rasul. 141 Sebelum kedatangan Islam poligami telah biasa dan membudaya dikalangan bangsa-bangsa di dunia baik di barat maupun di timur, begitu pula di timur tengah. Diantara bangsa-bangsa yang telah membudaya dikalangan mereka adalah: bangsa Ibrani, Arab Jahiliyah dan Cisilia, yang kemudian melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni negara-negara di Timur dan Barat, seperti Rusia, Lituania, Polandia, Cekoslovia, Yugoslavia, dan sebagain dari orang-orang Jerman 140 Ibid., 177. 141 Siti Zalikha dkk, wanita dan islam, Banda Aceh, Lapena, 2006, cet. I, h. 115. serta Saxon yang melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni negara Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia, dan Inggris. 142 Adapun mengenai sebab dan alasan poligami dalam Islam yaitu: Musthafa as- siba’i membagi alasan-alasan berpoligami kedalam 2 motif, yaitu: 143 1. motif pribadi Berupa hal-hal yang melekat pada diri suami atau istri yang bersangkutan. Motif ini tentu sangat subjektif sekali mengingat betapa seorang istri selalu harus mengalah demi kepuasan dan keinginan serta kebahagiaan suaminya tanpa ada yang peduli akan kebahagiannya. Motif pribadi ini dibedakan lagi menjadi 5 macam diantaranya: a. Istri Mandul Sang istri mandul, sedang suami ingin mempunyai keturunan dan suami tidak bersalah dalam keinginannya itu, karena ingin punya anak itu adalah suatu naluri yang wajar berada dalam jiwa manusia. 144 b. Istri terkena penyakit kronis Bila istri terkena penyakit kronis yang lama sembuhnya, atau penyakit menular yang menyebabkan suami tidak tidak dapat bergaul dengan istrinya sebagai 142 Sufyan Raji Abdullah, Poligami dan Eksistensinya, Jakarta: CV. Cahaya Esa, 2004, h. 49. 143 Musthafa As-Syiba’I, Wanita di antara hukum islam dan perundang-undangan, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, h. 117. 144 Ibid., h. 117. suami istri untuk beberapa lama. Maka suami dalam kondisi seperti ini, dapat menikah lagi dengan perempuan lain. 145 c. Suami benci kepada istri Ada kemungkinan pada suatu saat karena sesuatu hal suami sangat benci kepada istrinya, sedemikian benci sehingga suami tidak dapat bersama lagi dengan harmonis juga tidak dapat menceraikannya karena ada sesuatu yang tidak mungkin menceraikannya. 146 d. Suami bepergian Seorang suami yang jauh dari istri, baik karena tugas kerja atau yang lainnya sehingga suami sering menetap diluar kota tanpa didampingi istri. Maka akan mengakibatkan suami mencari jalan keluar dari kesepiannya. e. Suami mempunyai daya seksual yang tinggi Dalam kondisi-kondisi seperti ini poligami menjadi jalur emergency yang sepertinya mesti ditempuh, mengingat dampak negatif yang timbul jika suami tidak berpoligami dikhawatirkan akan jatuh dalam lembah perzinahan dan akan menyebarnya praktek-praktek pelacuran. 147 2. motif sosial 145 Musthafa As-Syiba’I, Wanita di antara hukum islam dan perundang-undangan, h. 118. 146 Ibid., h. 118. 147 Ibid., h. 119. Motif sosial berupa fakta yang terdapat pada masyarakat dunia, yakni berupa: 148 a. jumlah wanita ternyata melebihi jumlah pria. Hal ini merupakan fakta yang tidak bisa diingkari, angka kematian bayi lebih besar pada bayi laki-laki dan wanita lebih panjang usianya dari pria. b. Kuranglah jumlah laki-laki akibat perang yang menyebabkan banyak janda terabaikan tanpa suami. Sementara itu, berdasarkan hukum positif yaitu UUP No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka hukum perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, Sebagaimana tercantum dalam UU No 1 Tahun 1974 pasal 3 ayat 1 yang berbunyi: “pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya mempunyai seorang suami”. Pada UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 3 ayat 2 menyatakan : “pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”. Dalam KHI pasal 55 ayat 1 menyatakan: “bagi yang beistri lebih dari seorang pada waktu yang bersamaan hanya terbatas empat orang istri” 149 148 Ibid., h. 120. 149 Kompilasi hukum Islam Pasal 55 ayat 1

3. Prosedur Poligami