Azkiya ilâ Thariq al-Auliya, serta Irsyad Al-Ibad ila Sabili al-Rasyad, dan Tuhfat al- Mujahidin. Seperti kebanyakan ulama lainnya, Syaikh Zain al-Dîn Al-Malîbari juga
dikenal sebagai ulama yang sangat tegas, kritis, konsisten, dan memiliki pendirian yang teguh. Ia pernah menjadi seorang hakim dan penasehat kerajaan, dan diplomat.
Tak banyak riwayat yang menjelaskan ketokohan dari Syaikh Zain al-Dîn al- Malîbâry, ulama asal Malabar, India Selatan. Kalau ada, itu hanya sebatas
mengungkapkan keterangannya dalam berbagai karya yang ditulisnya. Tak diketahui secara persis, kapan Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbâry lahir. Bahkan, wafatnya pun
muncul berbagai pendapat. Ia diperkirakan meninggal dunia sekitar tahun 970-990 H dan dimakamkan di pinggiran kora Ponani, India.
Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbâry merupakan keturunan bangsa Arab. Ia dikenal pula dengan nama Makhdum Thangal. Julukan ini dikaitkan dengan daerah tempat
dirinya tinggal. Ada yang menyebutnya dengan nama Zainuddin Makhdum, atau Zainuddin Thangal atau Makhdum Thangal. Julukan ini mencerminkan keutamaan
dan penghormatan masyarakat setempat kepada dirinya.
b. Sitematika Kitab Fath al-Mu’în
Kitab kuning memang menarik tentu saja bukan warnanya kuning, karena kitab itu mempunyai ciri-ciri yang melekat yang untuk memahaminya memerlukan
keterampilan tertentu dan tidak cukup hanya untuk menguasai bahasa Arab saja. Sehingga banyak sekali orang pandai berbahasa Arab, namun masih kesulitan
mengklarifikasikan isi dan kandungan kitab-kitab kuning secara persis. Sebaliknya, tidak sedikit ulama yang menguasai kitab kuning tidak dapat berbahasa Arab.
39
Sistematika penyusunan kitab-kitab kuning pada umumnya sudah begitu maju dengan urutan kerangka yang lebih besar kemudian berturut-turut sub-sub kerangka
itu dituturkan sampai pada yang paling kecil. Pada kitab kuning mempunyai ciri khususnya yang terdapat pada kitab fiqh
madzhab Syafi’i. Pada kitab-kitab ini selalu menggunakan istilah idiom dan rumus- rumus tertentu, salah satu kitab fiqh yang bermadzhab Syafi’i yaitu Fath Al-Mu’în
yang dikarang oleh Syaikh Zain ad-Dȋn al-Malȋbary. Dalam kitab ini terdapat menyatakan pendapat yang kuat dipakai kalimat al-madzhab, al-ashah, al-shahih, al-
aujah, a-rajih dan seterusnya. Misalnya lagi, untuk menyatakan kesepakatan antar ulama beberapa madzhab digunakan kalimat ijma’an dan untuk menyatakan
kesepakatan intern ulama satu madzhab digunakan kalimat ittifaqan. Padahal kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama menurut bahasa.
Pada kitab Fath Al-Mu’în ini terdapat ciri lain yaitu tidak menggunakan tanda baca yang lazim. Tidak pakai titik, koma, tanda seru, tanda tanya dan lain sebagainya.
Subyek dan predikat sering dipisahkan dengan jumlah mu’taridhah yang cukup panjang dengan tanda-tanda tertentu. Ciri inilah yang sangat memerlukan kecermatan
dan keterampilan agar para pembaca memahami bentuk makna dan kandungannya, bahkan dapat menginterpretasikan dan menganotasikan secara luas. Di dalam kitab
39
Sahal Mahfudh MA, KH, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta: LKiS, 1994, hal 263, cet 1
ini yang ada hanya fashlun, kitâbun, far’un, muhimmatun, dan tanbihun yang kesemuanya merupakan tanda kepindahan pokok bahasan
Selain dari pada itu kitab-kitab kuning terutama kitab Fath Al-Mu’în ini dalam menyajikan setiap materi persoalan, diawali dengan definisi-definisi yang tajam
jami’ mani’ yang memberi batasan pengertian yang jelas, untuk menghindari kerancuan yang mungkin timbul dalam pemahaman. Selanjutnya diuraikan pula
elemen-elemen arkan–nya dengan segala persyaratan syuruth-nya, yang bersangkutan dengan persoalan itu. Pada kitab ini dijelaskan pula argumentasi yang
biasanya meliputi penunjukkan sumber hukumnya ayat atau hadits dan analoginya. Sebagaimana dikatakan oleh pengarangnya sendiri yaitu Zain al-Dîn al-
Malîbâry, murid dari al-Allaamah Ibnu Hajar al-Haitamy, kitab Fath al-Mu’în ini disandarkan atas kitab Syaikh Syihabuddin Ahmad Ibn Hajar al-Haitamy, Wajihuddin
Abd Ar Rahman Ibn Zaiyad az-Zubaidy, dan juga syaikhul Islam Zakariya al-Anshari serta Syaikh Ahmad al-Muzajjad az-Zubaidy, juga disandarkan atas dua orang
Syaikhul Madzhab Imam Besar an-Nawawi dan ar-Rafi’i.
40
Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbâry sebagai penulis kitab Fath Al-Mu’în, di dalam kitab membahas berbagai pengetahuan dan permasalahan tentang fiqh secara rinci,
mulai dari bab shalat, zakat, puasa, haji, dan umrah, jual beli, ariyah, hibah, wakaf, ikrar, wasiat, faraidh, nikah, jinayad, murtad, hukuman, jihad peradilan, dakwaan, dan
bayyinah, bahkan tidak ketinggalan masalah “perbudakan” sempat diperbincangkan, mungkin dari permasalah perbudakan ini, kita akan menganggap perlu menggariskan
40
Zain al-Dîn ibn ‘Abd al-‘Azîz al-Malîbâry, Fath Al-Mu’în, h. XVII
secara tegas tentang definisi budak itu sendiri. Masih adakah budak di zaman modern seperti saat ini, ataukah justru tumbuh “perbudakan modern.”
2. Buku Terjemahan Fath Al-Mu’în