Metode Penerjemahan Teori Tentang Penerjemahan 1. Pengertian Penerjemahan

5 Pemahaman semantik Tsu mengharuskan penerjemah memahami pemaknaan yang berlaku pada Tsu; 6 Pemahaman pragmatis Tsu mengharuskan penerjemah memahami pemahaman yang dikaitkan dengan konteks yang berlaku pada Tsu; 7 Pada struktur batin Tsu dan Tsa terjadi transformasi pada diri penerjemah untuk kemudian menyelaraskan pemahaman Tsu ke dalam pemadanan Tsa; 8 Pemadanan leksikal Tsa mengharuskan penerjemah memilih padanan yang tepat untuk tiap kata yang ditemuinya pada Tsu; 9 Pemadanan morfologis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki pengetahuan soal padanan yang tepat pada suatu kata setelah mengalami perubahan bentuk; 10 Pemadanan sintaksis Tsa mengharuskan penerjemah memiliki kepakaan makna pada tiap pola kalimat dalam Tsa, sehingga dapat memilih pada yang akurat pada tiap kata yang ada di hadapannya; 11 Pemadanan semantis Tsa berhubungan dengan pemadanan sintaksis Tsa; 12 Pemadanan pragmatis Tsa merupakan hasil dari pemahaman kontekstual Tsu, sehingga penerjemah dapat menerjemahkan dengan tepat kalimat dalm konteks tertentu, yang tentu saja akan berbeda maknanya, meskipun bentuknya sama; 13 Ramuan dari pemahaman yang kemudian menghasilkan pemadanan itulah yang bisa melahirkan struktur luar Tsa yang layak dikonsumsi.

3. Metode Penerjemahan

Menurut Machali metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan. Metode penerjemahan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai perspektif kebahasaan. 10 Moeliono menggolongkan terjemahan dalam tiga kelompok besar, yaitu 1 terjemahan harfiah, ialah terjemahan yang dilakukan kata demi kata dengan tujuan tidak menyimpang sedikit pun dari bentuk lahiriah bahasa sumber, 2 terjemahan bahasa atau saduran, yaitu terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terkait pada naskah sumbernya, tetapi tujuannya adalah mengungkapkan sari idea tau maksud yang terkandung dalam naskah asli, dan 3 terjemahan idiomatik, yaitu terjemahan yang mengarah pada kesepadanan atau ekuivalensi antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Banyak metode penerjemahan yang dikembangkan oleh para ahli. Namun, diantara metode yang ada, metode yang ditawarkan Newmark 1998 dinilai sebagai paling lengkap dan memadai. Menurut Newmark, metode ini terbagi menjadi 8 delapan yaitu sebagai berikut: 1. Penerjemahan Kata demi Kata Metode ini Penerjemahan dilakukan antarbaris terjemahan untuk tiap kata berada di bawah setiap Bsu. Urutan kata dalam bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan satu demi satu dengan makna yang paling umum tanpa mempertimbangkan konteks pemaikaiannya. Kata yang berkonteks budaya diterjemahkan secara harfiah. 11 10 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008, h. 83 11 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Teori dan Praktek, h. 71 Contoh: ﻱﺪﻨﻋﻭ ﺔﺛﻼﺛ ﺐﺘﻛ Terjemahannya: Dan di sisiku tiga buku-buku. 12 2. Penerjemahan Harfiah Dalam metode penerjemahan ini, melingkupi terjemahan-terjemahan yang sangat setia terhadap TSu. Kesetiaan biasanya digambarkan oleh ketaatan penerjemah dterhadap aspek tata bahasa TSu, seperti urutan-urutan bahasa, bentuk frase bentuk kalimat dan sebagainya. Akibatnya serring muncul dari terjemahan ini adalah hasil terjemahannya menjadi saklek dan kaku karena penerjemah memaksakan aturan-aturan tata bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar. Hasilnya dapat dibayangkan, yakni bahasa Indonesia yang bergramatika bahasa Arab, sehingga sangat aneh untuk dibaca penutur Bsa. Dalam hal ini Seorang penerjemah mencarikan padanan kontruksi gramatikal teks sumber Tsu yang terdekat dalam teks sumber Tsu. Penerjemahan kata-kata Tsu masih dilakukan terpisah dari konteks. Metode ini biasanya digunakan pada tahap awal pengalihan Contoh: ﺀﺎﺟ ﻞﺟﺭ ﻦﻣ ﻝﺎﺟﺭ ﱪﻟﺍ ﻥﺎﺴﺣﻻﺍﻭ ﱃﺍ ﺞﻧﺪﻨﺑ ﺓﺪﻋﺎﺴﳌ ﺎﻳﺎﺤﺿ ﻝﺍﺰﻟﺰﻟﺍ 12 Moch Syarif Hidayatullah, Tarjim al-An, Tangerang: Dikara, 2011, cet. V, h. 31 Datang seorang laki-laki baik ke Bandung untuk membantu korban-korban goncangan. 13 3. Penerjemahan Setia Penerjemahan setia mencoba menghasilkan kembali makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan tetapi menyimpang dari struktur gramatikal bahasa sasaran. Penerjemahan jenis ini berpegang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber, sehingga terlihat sebagai terjemahan yang kaku. Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Contoh: ﻮﻫ ﲑﺜﻛ ﺩﺎﻣﺮﻟﺍ Terjemahannya: Dia lk dermawan banyak abunya. 4. Penerjemahan Semantis Penerjemahan semantis dibandingkan dengan metode penerjemahan setia, Penerjemahan semantis lebih luwes, sedangkan penerjemahan setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah Tsa. Berbeda dengan penerjemahan setia, Penerjemahan semantis lebih mempertimbangkan unsur estetika antara lain kehidupan bunyi teks BSu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit mengandung muatan budaya dapat diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional. Perbedaan penerjemahan setia dengan penerjemahan semantis 13 Ibid, h. 31 adalah bahwa penerjemahan sematis lebih fleksibel. Empati pengidemtiifikasian diri penerjemahan terhadap teks bahasa sumber dalam penerjemahan semantis dibolehkan. 14 Contoh: ﻦﻣﻭ ﻝﺪﺒﺘﻳ ﺮﻔﻜﻟﺍ ﻥﺎﳝﻻﺎﺑ ﺪﻘﻓ ﻞﺿ ﺀﺍﻮﺳ ﻞﻴﺒﺴﻟﺍ ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ : ۱۰۸ Terjemahannya: Barangsiapa mengambil kekufuran sebagai pengganti keimanan, ia tersesat dari jalan yang benar. 5. Penerjemahan Adaptasi Adaptasi merupakan cara penerjemahan nas yang paling bebas dibanding cara penerjemahan lainnya. Metode ini banyak digunakan dalam menerjemahkan naskah drama dan puisi dengan tetap mempertahankan tema, karakter, dan alur cerita. Pernejemah pun mengubah kultur Bsu ke dalam Bsa. 15 Contoh: ﺖﺷﺎﻋ ﺪﻴﻌﺑ ﺚﻴﺣ ﻻ ﲣ ﻮﻄ ﻡﺪﻗ ﺪﻨﻋ ﻊﻴﺑﺎﻨﻴﻟﺍ ﻰﻠﻋﺎﺑ ﺭﺎﻬﻨﻟﺍ Terjemahannya: Dia hidup jauh dari jangkauan, di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih. 16 14 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 52 15 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia Teori dan Praktek, h 72 16 Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h. 4 6. Penerjemahan Bebas Penerjemah memproduksi masalah yang dikemukakan oleh bahasa sumber tanpa menggunakan cara tertentu. Isi bahasa sumber ditampilkan dalam bentuk bahasa si penerima yang benar-benar berbeda. Metode ini bersifat parafrasik, yaitu mengungkapkan amanat yang terkandung di dala ظm bahasa sumber dengan ungkapan penerjemah sendiri di dalam bahasa penerima sehingga terjemahan menjadi lebih panjang dari pada aslinya. 17 Contoh: ﰱ ﻥﺍ ﻝﺎﳌﺍ ﺃ ﻞﺻ ﻢﻴﻈﻋ ﻦﻣ ﺃ ﻞﺻ ﺩﺎﺴﻔﻟﺍ ﺓﺎﻴﳊ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺃ ﲔﻌﲨ Terjemahannya: Harta sumber malapetaka. 18 7. Penerjemahan Idiomatik Metode ini bertujuan untuk mereproduksi pesan dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian banyak terjadi diatorsi nuansa makna. 19 Contoh: ﺎﻣﻭ ﺓﺬﻠﻟﺍ ﺇﻻ ﺪﻌﺑ ﺐﻌﺘﻟﺍ Terjemahannya: berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. 20 17 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia Teori dan Praktek, Bandung: Humaniora, 2005, h 72 18 Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h. 4 19 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemahan, h. 54 20 Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h 5 8. Penerjemahan komunikatif Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang demikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu, versi Tsa-nya pun langsung berterima. Sesuai dengan namanya, metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan terjemahan. Melalui metode ini, sebuah versi Tsu dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi Tsa sesuai dengan prinsip-prinsip di atas. 21 Contoh: ﺭﻮﻄﺘﻧ ﻦﻣ ﺔﻔﻄﻧ ﰒ ﻦﻣ ﺔﻘﻠﻋ ﰒ ﻦﻣ ﺔﻐﻀﻣ Terjemahannya: kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging. 22

B. Kalimat 1. Definisi Kalimat