Latar Belakang Masalah Kalimat efektif dalam buku terjemahan Fath al-Mu'in

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kitab Fath al-Mu’în merupakan salah satu karya monumental ulama muta’akhirin dari kalangan Syafi’iyah yang menjadi standar kitab bagi pesantren di Indonesia. Bahkan di beberapa pesantren, kitab tersebut sebagai tolok ukur santri dalam penguasaan kitab Salaf. Sebuah Kitab kecil yang banyak sekali memiliki keunggulan dibanding kitab-kitab lain dan diajarkan hampir di semua pesantren yang berhaluan Ahli Sunnah Syafi’iyah di Dunia ini. Kitab Fath al-Mu’în ini juga adalah Kitab Syarah Qurrah al-Ain Fi Muhimmah al-Din, sebuah Syarah yang menjelaskan mana murod, kitab Qurrah al- Ain sendiri merupakan karya Zain al-Din ibn ‘Abd al-‘Azîz al-Malîbâry. Kitab Fath al-Mu’în ini, seperti kitab-kitab fiqh yang lain membahas semua permasalahan fiqhiyah, mulai dari Ubudiyah, Mu’amalah, Munakahah dan Jinayah dengan diklasifikasikan sesuai dengan bab-babnya. Dalam pembahasan Shalat, kitab ini mudah untuk ditelaah, karena di dalamnya membahas kaifiyah atau tata cara Shalat. Kitab Fath al-Mu’în ini lebih runtut dibanding dengan kitab lain, karena dalam penyebutan, tidak diklasifikasikan sesuai dengan Fardlu dan Sunahnya, melainkan di sebutkan sesuai dengan kaifiyah itu. Metode seperti ini juga diterapkan dalam pembahasan haji dan umroh. Kitab kuning mempunyai ciri khusus dalam penulisannya, di antaranya penulisan kitab kuning tidak mengenal tanda baca, pemberhentian, kesan bahasanya yang berat, klasik dan tanpa harakat. Ciri lain adalah terdiri dari dua bagian matn. Matan yaitu teks asal atau inti dan syarh, yaitu komentar atau penjelas matn, matn selalu diletakkan di bagian pinggir sebelah kanan dan kiri. Syarh diletakkan di bagian tengah setiap halaman kitab klasik. Penerjemahan yang dilakukan para santri dan kyai di pesantren pada umumnya menggunakan kata demi kata, mengakibatkan tidak menghasilkan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Penerjemahan yang dilakukan bukanlah mengalihkan ide atau pesan bahasa sasaran, tetapi mengalihkan kata-perkata mengikuti bahasa sumber dan tidak memperlihatkan struktur bahasa sasarannya, sehingga ide atau pesan yang dimaksud oleh penulis atau pengarang tersebut masih kurang diperhatikan. Contoh sederhana adalah cara peletakkan fi’il dan fa’il. Dalam keterangannya fi’il itu dalam bahasa Indonesia bermakna kata kerja predikat sedangkan fa’il berarti subjek. Kalimat efektif dalam konteks bahasaa diartikan sebagai kalimat yang memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah, ringkas dan enak dibaca. 1 Dalam bahasa Indonesia, misalnya: jika bus ini mengambil penumpang di luar agen supaya melaporkan kepada kami. Kalimat tersebut kurang jelas maksudnya karena ada bagian yang dihilangkan atau tidak sejajar. Siapakah yang diminta “supaya melaporkan kepada kami?.” Ternyata imbauan ini untuk penumpang yang membeli 1 Rusnandar, Rd, dkk. Bahasa Indonesia Untuk SMK, Bandung: Galaxsi Puspa Mega, 2001 tiket di agen. Jika demikian kalimat tersebut harus diubah menjadi jika bus ini mengambil penumpang di luar agen anda diharapkan melaporkannya kepada kami. Jelaslah hubungan antara penerjemahan dengan kalimat efektif sesuai dengan apa yang telah dipaparkan di atas yaitu setiap gagasan, pikiran, atau konsep yang dimiliki seseorang pada praktiknya akan dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Kalimat yang benar dan juga baik haruslah memenuhi persyaratan gramatikal. Artinya, kalimat itu harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku, seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki oleh setiap kalimat subjek dan predikat; memperhatikan ejaan yang disempurnakan, serta cara memilih kata diksi, struktur dan logikanya yang terdapat dalam kalimat. Kalimat yang memenuhi kaidah tersebut jelas akan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar. Seperti contoh dibawah ini: Contoh lain seperti: ﺔﻠﺠﻤﻟا ﻞﻤﺤﺗ نﺎﻤﺜﻋ diterjemahkan menjadi: “usman membawa makalah”. Contoh kalimat tersebut tidak diterjemahkan sesuai susunan struktur kalimat bahasa Arab, yaitu menjadi membawa majalah usman. Terjemahan itu bukan merupakan kalimat efektif. Karena, dalam bahasa Indonesia tidak menggunakan kalimat sempurna dengan diawali dengan PSOK predikat Subyek Obyek Keterangan. Pada umumnya kalimat disusun berdasarkan SPOK Subyek Predikat Obyek Keterangan, dan susunan seperti itu merupakan susunan kalimat efektif. Dalam Kitab Fath al-Mu’în terdapat sebuah kalimat: ﺎﳘ ﺔﻐﻟ ﻡﻼﻋﻻﺍ ﺎﻋﺮﺷﻭ ﺎﻣ ﻑﺮﻋ ﻦﻣ ﻅﺎﻔﻟﻻﺍ ﺓﺭﻮﻬﺸﳌﺍ ﺎﻤﻬﻴﻓ Terjemahannya: Adzan dan iqamah menurut arti bahasanya adalah “memberitahukan”, dan menurut ma’na syara; adalah bacaan berupa kalimat-kalimat seperti yang telah termasyhur diketahui dalam adzan dan iqamah. 2 Jika kita cermati secara seksama, terjemahan di atas bukan merupakan kalimat efektif karena si penerjemah menerjemahkan teks tersebut menggunakan metode secara harfiah atau terjemahan kata demi kata. Kata arti sebaiknya dihilangkan saja. Untuk kata “dan” sebaiknya diganti “sedangkan”, Karena jika kata “dan” tetap digunakan, maka kalimat tersebut tidak nyaman dibaca. Pada kata ةرﻮﮭﺸﻤﻟا tetap diterjemahkan apa adanya yaitu “termasyhur” yang merupakan hasil penyerapan bahasa yang tidak tepat untuk diletakkan, sehingga diksi yang tepat untuk menerjemahkan kata tersebut yaitu “dikenal”. Oleh karena itu, menurut Penulis agar terjemahan teks di atas menjadi kalimat yang efektif yaitu dengan membuang kata “arti” serta mengganti kata “dan” dengan sedangkan. Sehingga terjemahannya menjadi, 2 As’ad, Aly, Fath al-Muîn 1, Kudus: Menara Kudus, 1980, hal.217, baris 1. “secara bahasa, adzan dan iqamah berarti pemberitahuan. Sedangkan menurut syara’ agama, adzan dan iqamah adalah ungkapan-ungkapan tertentu yang telah dikenal sebagai keduanya.” Karena memandang bahwa kitab ini sangat penting bagi masyarakat luas, maka Penulis ingin meneliti sejauh mana efektivitas terjemahan dalam menerjemahkan kitab Fath al-Mu’în ini.

B. Batasan dan Rumusan Masalah