Tujuan Pendidikan Akhlak Pendidikan Akhlak

Anak dilarang melakukan perbuatan tercela, berkata dusta dan kotor serta perbuatan-perbuatan yang dipandangaa buruk menurut pandangan masyarakat maupun agama. Adapun tujuan pendidikan akhlak menurut para ahli agama Islam sebagai berikut: 1. Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi tujuan pendidikan akhlak adalah Membentuk orang-orang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam perkataan dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, berperangai, bersifat bijaksana, sopan, ikhlas, jujur dan suci. 11 2. M. Ali Hasan mengatakan bahwa tujuan pendidikan aka adalah Agar setiap orang berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai, atau beradat istiadat yang baik yang sesuai dengan prilaku Rasulullah serta ajaran Islam. 12 Sedangkan al-Ghazali mengatakan; kebahagiaan adalah kebaikan tertinggi. Karena kesempurnaan akhlak sebagai suatu keseluruhan tidak hanya bergantung kepada suatu aspek pribadi. Sebagaimana kebutuhan tubuh lahiriyah yang merupakan keseluruhan dan interelasi antara organ- organnya, maka demikian pula akhlak seseorang. Ada empat kekuatan atau fakultas Quwwat didalam diri manusia yang menjadi unsur bagi terbentuknya baik ataupun buruk, kekuatan-kekuatan itu adalah: 1. Kekuatan Ilmu Quwwat al-Ilm, merupakan kekuatan yang membentuk kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan antara hal-hal yang jujur dan dusta, yang benar dan yang bathil, yang baik dan yang buruk. 2. Kekuatan nafsu syahwat Quwwat al-Syahwat, merupakan unsur yang berperan dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan- 11 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustami A. Gani dan Johar Bahri, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, Cet. Ke-4, h. 104. 12 M. Ali Hasan, Tuntutan Akhlak, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, Cet. Ke-1 . h. 11. kebutuhan tubuh sebagai kendaraan jiwa, seperti kebutuhan akan makan, minum, tidur dan seks. 3. Kekuatan amarah Quwwat al-Ghadhab, kekuatan yang berfungsi mencegah setiap yang merugikan dan mengganggu tubuh. 4. Kekuatan keadilan, merupakan unsur yang berfungsi menekan nafsu syahwat dan amarah selalu tunduk kepada isyarat akal dan syari’at. 13 Keberfungsian ke empat unsur pribadi manusia ini secara baik dan seimbang akan membentuk akhlak yang mulia. Jika tidak, akan muncul akhlak buruk dan masing-masing kekuatan menjadi faktor bagi terjadinya kejahatan dan perbuatan dosa. Dengan demikian, Imam Ghazali meletakkan akhlak bukan sebagai tujuan akhir menusia dalam perjalanan hidupnya, melainkan sebagai alat untuk ikut mendukung fungsi tertinggi jiwa dalam mencapai kebenaran tertinggi yaitu “ma’rifat Allah”, yang didalamnya manusia dapat menikmati kebahagiaan. Adapun kebahagiaan menurut Iman Ghazali semuanya bersumber pada 4 macam, yaitu : 1. Kebaikan jiwa, yaitu pokok-pokok keutamaan yang sudah berulang kali kita sebutkan yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, beran dan adil. 2. Kebaikan dan keutamaan badan, yaitu sehat, kuat, tampan dan usia panjang. 3. Kebaikan eksternal al-khariyah, yaitu harta, keluarga, pangkat dan nama baik. 4. Kebaikankeutamaan bimbingan taufikiyah, yaitu petunjuk Allah, bimbingan, pelurusan dan penguatannya. 14 Jadi kebahagiaan itu terletak pada hati yang sejahtera dan pada hati yang tentram yang selalu mengingat Allah di manapun orang tersebut berada. 13 Imam Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana, 1985, Cet. Ke-1, h. 53 14 Ismail Thaib, Risalah Akhlak, Yogyakarta : CV. Bina Usaha, 1984, cet. I, h. 2. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar manusia mempunyai budi pekerti mulia dan jujur, bertingkah laku baik terhadap Tuhannya dan sesama manusia serta sesame mahluk sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Rasulullah.

5. Aspek-aspek Pendidikan Akhlak a.

Akhlak Terpuji Adapun macam-macam akhlak terpuji diantaranya adalah sebagai berikut: 1 Bersyukur Istilah syukur berasal dari kata Syakara yang berarti terima kasih, memuji, dan semoga Allah memberi pahala. 15 Dengan kata lain bersyukur yaitu suatu sikap yang ingin selalu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, baik bersifat fisik maupun non fisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada yang memberi nikmat yaitu Allah SWT. Di dalam Al-qur’an dijelaskan tentang bersyukur yaitu surat Al-Baqarah ayat 172: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik- baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah 16 . 15 Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi…, h. 31 16 Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf..., h. 11 Bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan Allah swt baik bersifat fisik maupun non fisik akan menumbuhkan kedekatan diri kepada Yang Maha Pemurah. Sikap syukur merupakan bentuk dari rasa terimaksih seseorang sebagai hamba yang beriman. Sebagaimana ayat diatas menggambarkan bahwa terdapat jutaan bahkan tak terhitung kenikmatan yang dianugerahkan Allah swt untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam memepertahankan hidup seseorang. Rasa syukur yang diberikan seorang hamba kepada Tuhannya tidak hanya terlukis dari ucapan terimakasih melainkan implikasinya terhadap orang lain dengan cara suka membantu orang lain dalam keadaan apapun. 2 Bersabar Bersabar yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada keseulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan ridho dan ikhlas bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan. Dalam pengertian lain sabar berarti menahan diri dari keluh kesah dan rasa benci, menahan lisan dari mengaduh dan menahan anggota badan dari tindakan yang mengganggu dan mengacaukan. 17 Dalam Al-qur’an banyak diterangkan masalah sabar antara lain pada surat Ali Imraan ayat 120: ⌧ ⌧ 17 Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi, Jakarta: Pustaka irvan, 2007, cet. II, h. 13