Peranan pendidikan akhlak dalam pembinaan disiplin belajar siswa kelas 2 MTs Muhammadiyah I Ciputat

(1)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Di Susun Oleh Aziz Rosdiansyah

10501100174

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010


(2)

Berbicara mengenai kedisiplinan, Setiap orang baik itu pendidik, orang tua, siswa dan yang lainnya pasti menginginkan keberhasilan dalam usaha dan hidupnya. Ada beberapa faktor yang dapat membantu seseorang mewujudkan keberhasilan tersebut, salah satunya adalah faktor kedisiplinan dalam belajar.

Disiplin dalam belajar sangat diperlukan untuk meraih suatu prestasi, sehingga seseorang dapat menyeleksi kegiatan mana yang harus didahulukan dan kegiatan mana yang menyusul kemudian. Untuk mencapai tujuan pendidikan, disiplin belajar merupakan hal yang harus dilaksanakan.

Dalam dunia pendidikan, masalah disiplin belajar dipandang sebagi komponen yang kedudukannya tidak kalah penting dengan komponen-komponen lainnya. Disiplin belajar tumbuh dalam diri siswa melalui proses latihan yang akhirnya timbul kesediaan, ketaatan, kesungguhan yang disadari untuk mematuhi norma-norma yang berlaku di lingkungan belajar, bertindak dengan rasa tanggung jawab dan konsekuen.

Berdisiplin dalam belajar selain akan membuat siswa memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik, juga mengandung proses ke arah pembentukan watak yang baik, dimana watak yang baik dalam diri siswa tersebut akan menciptakan kepribadian yang luhur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pendidikan akhlak dalam pembinaan disiplin belajar siswa kelas 2 MTs Muhammadiyah I Ciputat, dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, sedangkan jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yaitu untuk mencari hubungan antara kedua variabel. Teknik pengumpulan datanya yaitu dengan cara menyebarkan angket kepada responden sebanyak 50 orang siswa kelas 2 MTs Muhammadiyah I Ciputat. Setelah diperoleh hasil angket tentang variabel pendidikan akhlak, dengan disiplin belajar siswa, lalu penulis menghitung kedua variabel tersebut dengan menggunakan rumus Product Moment, hal ini untuk mengetahui keeratan hubungan kedua variabel tersebut, penulis menggunakan rumus Koefisien Determinasi.

Setelah penelitian ini dilakukan, maka penulis memperoleh hasil penelitian dengan angka korelasi sebesar 0,56 yang berarti terdapat korelasi positif antara pendidikan akhlak dengan disiplin belajar siswa, namun korelasi tersebut tergolong sedang atau cukup karena korelasinya berada diantara 40-70, berdasarkan keeratan hubungan kedua variabel, maka diketahui koefisien determinasinya sebesar 0,176, ini berarti variabel x memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhada variabel y.


(3)

berkat rahmat, taufiq dan inayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad saw, beserta keluarganya, para sahabatnya dan semoga kepada umatnya yang mengikuti ajaranya hingga akhir zaman.

Karya tulis yang berjudul, PERANAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PEMBINAAN DISIPLIN BELAJAR SISWA KELAS 2 MTs MUHAMMADIYAH I CIPUTAT, merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi.).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sebagaimana yang diharapkan, meskipun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesainya skripsi ini. Namun, kiranya hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) serta para pembantu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Khalimi M.A Selaku Dosen Pembimbing skripsi, terima kasih atas segala waktu, tenaga, ilmu, serta kesabaran yang diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penulis.

4. Dra. Nur’ani Ahmad Hum selaku dosen penasehat akademik, terimakasih atas saran dan nasehat yang bapak berikan. Semoga Allah membalas kebaikan yang bapak berikan kepada penulis.


(4)

iii

7. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana dalam penulisan skripsi ini turut memberikan andil besar dalam hal penyediaan bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan skripsi ini.

8. Teristimewa kepada Keluarga khususnya Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Maryunih dan Ibunda Hj. Asiyah, yang telah mendidik dan mengasuh dengan segala jerih payah dan kasih sayangnya hingga penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan baik. Kakak ku Muamaruddin dan adik ku Muhammad Yusuf Semoga segala jerih payah dan usaha yang diberikan manjadi amal sholeh dan diterima di sisi Allah swt., amin…

9. Pimpinan Pon-Pes Daar Al-Hikam K.H Bahruddin dan keluarga terima kasih atas semua kebaikan kalian yang telah bersedia menjadi orang tua kedua penulis dan memberikan ilmunya.

10.Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2005 khususnya mahasiswa PAI kelas E, Teman-teman seperjuangan di Pon-Pes Daar Al-Hikam santri putra Khususnya kobong TPA dan putri teristimewa kepada Uswatun Hasanah, yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaikan skripsi ini baik itu pikiran maupun tenaga dan selalu menghiasi hari-hari penulis dengan keceriaan dan kebersamaan yang begitu erat.

Akhirnya, hanya kepada Allah swt., jualah semuanya dikembalikan. Semoga segala amal yang telah mereka sumbangkan mandapatkan balasan yang lebih baik dan menjadi amal kebaikan di akhirat nanti.

Jakarta, 15 Juni 2010


(5)

iv

Daftar isi ………... iv

Daftar tabel ………v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... … ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4

C. Manfaat dan Tujuan Penelitian ... 5

BAB II KERANGKA TEORI A. Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan akhlak ………7

2. Sumber Pendidikan akhlak ………....11

3. Tujuan Pendidikan akhlak ...………13

4. Aspek-aspek Pendidikan Akhlak ………..16

B. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Belajar ………28

2. Macam-macam Disiplin Belajar ………31

3. Dimensi-dimensi Disiplin Belajar ……… 34

4. Fungsi Disiplin Belajar ………. 40

5. Faktor-faktor Disiplin Belajar ……….. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 40

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

C. Variable Penelitian ... 40

D. Populasi dan Sample ... 40


(6)

v

B. Visi, Misi, dan Tujuan MTs Muhammadiyah I Ciputat ... 48

C. Perkembangan MTs Muhammadiyah I Ciputat ... 48

D. Pelaksanaan Pendidikan Akhlak di MTs Muhammadiyah I Ciputat ... 50

E. Deskripsi Data ... 55

F. Analisis Data ... 72

G. Interpretasi Data ... 78

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap orang baik itu pendidik, orang tua, siswa maupun yang lainnya pasti menginginkan keberhasilan dalam usaha dan hidupnya. Ada beberapa faktor yang dapat membantu seseorang mewujudkan keberhasilan tersebut, salah satunya adalah faktor kedisiplinan dalam belajar.

Di era yang sangat sarat dengan informasi dan teknologi, siswa ditantang untuk lebih memacu diri agar keberadaannya menjadi lebih berarti bagi kamajuan bangsa dan negara. Sebagai pewaris serta penerus pembangunan, siswa diharapkan dapat terus mamacu diri untuk meningkatkan kualitas dan prestasinya dalam belajar dengan disiplin yang tinggi1.

Disiplin sekolah sangat membantu kesungguhan belajar anak. Kalau suatu lembaga pendidikan kurang melaksanakan disiplin sudah tentu anak-anak tidak akan serius dalam belajar sehingga mutu pelajarannya akan turun2.

Peranan disiplin di setiap lembaga pendidikan cukup bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan peraturan yang telah diterapkan dan kondisi masing-masing lembaga pendidikan tersebut. Setiap tempat memiliki pembiana atau pengasuh dan peserta didik yang berbeda. Perbedaan ini

1

Wardiman Djoyonegoro, “Pembudayaan Disiplin Nasional”,dalam D. Soemarmo (ed), Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah 1998,(Jakarta: Mini Jaya Abadi, 1998), Cet. 1, h. 223

2

Singgih D. Gunarsa, Y. Singgih D. Gunarsa (Ed), Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 1995), Cet ke-7, h. 134


(8)

memberikan kemungkinan adanya perbedaan berbagai kebijakan dan peraturan yang dikeluarkannya.

Oleh karena itu dalam suatu wadah lembaga pendidikan terdapat suatu macam aturan yang menuntut para siswa untuk mematuhi aturan-aturan yang aturan tersebut dapat membina siswa untuk menjalankan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta suatu keadaan yang diinginkan agar tercapai dari tujuan tersebut.

Sejalan dengan itu, Ahmad Rohani dan Abu Bakar Ahmadi dalam bukunya “Pengelolaan Pengajaran” mengatakan bahwa dengan disiplin para peserta didik bersedia untuk tunduk dan mengikuti peraturan tertentu dan menjahui larangan tertentu. Kesadaran semacam ini harus di pelajari dan harus secara sabar diterima dalam rangka memelihara kepentingan bersama atau memelihara tugas-tugas di sekolah3.

Kegiatan belajar dalam proses pendidikan merupakan kegiatan yang paling penting. Karena dalam proses pendidikan, belajar merupakan penentuan berhasil atau tidaknya seseorang banyak tergantung kepada proses belajar yang dialami seseorang tersebut.

Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, sebab segala aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Belajar bukan sekedar pengalaman, melainkan suatu proses. Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan interaktif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan yang di inginkannya.

Belajar di sekolah bukanlah hal yang mudah. Ilmu yang diterima dari sekolah tidak mungkin dimiliki dengan usaha yang ringan dan singkat, karena itu para siswa perlu mengatur waktu dengan baik untuk belajar, harus mengikuti pelajaran secara tertib, membaca buku pelajaran, menghafal dan lain sebagainya. Banyak siswa yang mengalami kebiasaan menunda belajar menjelang catur wulan atau semester. Kemudian kalau waktu catur wulan atau semester sudah dekat berulah mereka melakukan usaha sistem kebut semalam

3

Ahmad Rohani, Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1995), Cet. Ke-1, h.126


(9)

sudah beres atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan “Cramming” yaitu belajar secara mati-matian untuk memadatkan kepalanya dengan semua bahan pelajaran. Sehingga pelajaran yang sangat banyak tersebut tidak mungkin di masukkan ke dalam otak dengan jangka waktu yang sangat singkat, betapapun kerasnya seorang siswa belajar. Kalaupun ada siswa yang mempelajari pelajarannya itu tidak akan dikuasainya dengan baik.

Usaha secara “Cramming” itu mengandung bahaya, karena siswa dengan adanya waktu yang sudah mendesak ia berusaha secara mati-matian semalam suntuk, kadang-kadang sampai menjelang pagi, maka apa yang diperolehnya pada keesokan harinya bukanlah ilmu pengetahuan, melainkan badan yang lemas.4

Banyak siswa yang telah giat belajar, tetapi usaha itu tidak memberikan hasil yang sesuai dengan harapannya, sebab kerja keras saja belum tentu menjamin seorang siswa akan lulus ujian, karena disamping belajar dengan giat dan tekun diperlukan pula teknik belajar yang baik. Teknik belajar yang baik inilah yang harus dikenal dan dipraktekkan oleh setiap siswa, agar studinya berhasil sesuai dengan tujuannya.5 Oleh karena itu seorang siswa harus belajar dengan sungguh-sungguh, tidak boleh bermalas-malasan.

Cara belajar yang baik bukanlah bakat yang dibawa sejak lahir dari segolongan orang saja, akan tetapi merupakan suatu kecakapan yang dapat dimiliki oleh setiap siswa dengan jalan latihan, kemauan dan kesungguhan. Sehingga kecakapan itu menjadi kebiasaan yang melekat pada diri siswa.

Berhasil tidaknya kegiatan belajar sangat bergantung kepada kebutuhan dan motivasi semua personal baik siswa, guru maupun lingkungannya. Dengan demikian belajar harus terarah pada tujuan yang hendak dicapai, untuk mencapai tujuan tersebut siswa harus memiliki

4

The Liang Gie, Cara Belajar yang Efesien, (Yogyakarta : Pusat Kemajuan Studi, 1986), Cet. XIX, H.50.

5

Abu Ahmadi, Teknik Belajar yang Tepat , (Semarang : Mutiara Widya, 1986), Cet. III, h.11.


(10)

rencana dan melaksanakan apa yang sudah di rencanakan. Dengan kata lain siswa harus memiliki kedisiplinan yang tinggi agar segala tujuan yang akan diperoleh itu bisa terealisasikan.

Disiplin dalam belajar sangat diperlukan untuk meraih suatu prestasi, sehingga seseorang dapat menyeleksi kegiatan mana yang harus didahulukan dan kegiatan mana yang menyusul kemudian. Untuk mencapai tujuan pendidikan, disiplin belajar merupakan hal yang harus dilaksanakan.

Dalam dunia pendidikan, masalah disiplin belajar dipandang sebagi komponen yang kedudukannya tidak kalah penting dengan komponen-komponen lainnya. Disiplin belajar tumbuh dalam diri siswa melalui proses latihan yang akhirnya timbul kesediaan, ketaatan, kesungguhan yang disadari untuk mematuhi norma-norma yang berlaku di lingkungan belajar, bertindak dengan rasa tanggung jawab dan konsekuen.

Berdisiplin dalam belajar selain akan membuat siswa memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik, juga mengandung proses ke arah pembentukan watak yang baik, dimana watak yang baik dalam diri siswa tersebut akan menciptakan kepribadian yang luhur6.

Oleh karena itu penulis terdorong untuk membahas lebih lanjut guna melihat apakah pendidikan akhlak yang diberikan kepada siswa telah berperan dalam membina kedisiplinan siswa.

Bertitik tolak dari permasalahan yang ada di atas, maka penulis terdorong untuk mengajukan skripsi dengan judul : “PERANAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PEMBINAAN DISIPLIN BELAJAR SISWA KELAS 2 MTs MUHAMMADIYAH I CIPUTAT”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH 1. Pembatasan Masalah

6


(11)

Untuk menghindari perbedaan persepsi dan mengingat permasalahan yang terdapat dalam tema di atas ini sangat luas, maka penulis akan membatasi pada :

a. Peranan pendidikan akhlak akan dilihat dari segi sumber, tujuan, fungsi dan aspek-aspek pendidikan akhlak.

b. Pembinaan disiplin belajar siswa dalam hal ini dibatasi pada aktivitas belajar siswa di sekolah.

c. Sedangkan obyek penelitian ini adalah hasil representasi dari sebagian siswa Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah I Ciputat melalui penyebaran angket.

2. Perumusan Masalah

Mengacu pada pembatasan masalah sebagaimana di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pelaksanaan pendidikan akhlak di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah I Ciputat?

b. Bagaimanakah pemahaman siswa terhadap disiplin yang terkandung dalam unsur-unsur pokok materi pelajaran akhlak yang diberikan di sekolah dan penerapannya dalam disiplin belajar ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Untuk mendekatkan akan hasil yang optimal, maka peneliti terlebih dahulu mengemukakan manfaat dan tujuan penelitian. Adapun manfaat dan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peranan pendidikan akhlak terhadap disiplin belajar siswa.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah pendidikan akhlak yang telah diterapkan di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah I Ciputat.

3. Untuk membuktikan apakah terdapat kontribusi antara pendidikan akhlak terhadap disiplin belajar siswa.


(12)

(13)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Bila berbicara mengenai akhlak, maka tidak akan terlepas dari tingkah laku manusia, dan bila berbicara tentang tingkah laku, maka akan berhubungan erat dengan bagaimana pendidikan dan bimbingan yang telah anak dapatkan di rumah atau di sekolah, karena anak sebagai manusia, merupakan tanggung jawab bersama, baik dalam pembinaan, pemeliharaan, dan bimbingan dalam lingkungan pendidikan, agar ia menjadi manusia yang baik dan berguna dalam hidupnya.

Lembaga pendidikan, khususnya madrasah mempunyai peranan yang amat penting dalam pembinaan akhlak peserta didik dalam melaksanakan tugas kependidikannya. Ia tidak hanya membina kecerdasan dan keterampilan, akan tetapi juga membina akhlak mereka, agar mereka tahu mana yang baik dan mana yang buruk.1

Pengertian akhlak dapat ditinjau dari segi bahasa dan segi definisi menurut para ahli.

a. Dari Segi Bahasa

Pengertian akhlak ditinjau dari bahasa menurut Hamzah Ya’kub sebagai berikut:

1

Andi Hakim Nasoetion, dkk, Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja, ( Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet. I, Hal. 12


(14)

Perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu jama’ dari kata khuluqun ( ﻖ ) yang menurut luqhoh diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, kalimat tersebut mengandung segi persamaan dengan kata khalqun ( ﻖ ) yang berarti kejadian serta erat hubungannya dengan kata kholiq (ﻖﻟﺎ ) yang berarti pencipta dan kata makhluq (قﻮ ﻣ) yang berarti diciptakan.2

Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa kata akhlak berasal dari bahasa Arab. Kata akhlak ini erat hubungannya dengan kata khalqun yang berarti kejadian, khalik yang berarti pencipta dan kata makhluk yang mengandung arti yang diciptakan. Dengan demikian akhlak merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk lainnya. Kelakuan tersebut menjadi gambaran dan bukti adanya akhlak pada diri seseorang.

b. Pendapat Para Ahli Tentang Akhlak

Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa “akhlak” adalah “kebiasaan kehendak”.3 Ini berarti bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaan itu disebut akhlak. Bila kehendak itu membiasakan memberi, maka kehendak itu disebut akhlak dermawan.:

Sedangkan secara terminologi banyak para pakar membicarakan pengertian akhlak, di antaranya :

a. Ibnu Maskawaih menyatakan bahwa akhlak adalah

ْ

ق

ه

لﺎ

ﱠْ

دا

إ

أْ

لﺎ

ْ

ْﺮ

ْﻜ

و

رأ

.

“Keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa berfikir dan melalui pertimbangan lebih dahulu”.4

2

Hamzah Ya’kub, Etika Islam, (Jakarta: Publitica, 1979), h. 10.

3

Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan-Bintang,1993), Cet. VII, h. 62.

4


(15)

b. Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak adalah

ﺔ ار

ْ ﱠ ا

ْ

ﺔﺌْه

ْ

ةر

,

ﺮْﻏ

ْ

ﺮْ و

ﺔ ْﻮﻬ

لﺎ ْ ﻷا

رﺪْﺼ

ﺎﻬْ

ﺔﱠور

و

ﺮْﻜ

ﻰ إ

ﺔﺟﺎﺣ

....

“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.

c Menurut Al-Qurthuby adalah:

ﺎﻘ

ﻰﱠ

بدﻷا

ْ

نﺎ ْﻹا

ﺬ ﺄ

ﻮه

,

ﱠﻷ

ْ

ﺔﻘْ ا

ﺮْﺼ

.

“Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatannya itu termasuk bagian kejadiannya”.5

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lebih dahulu. Apabila dari kondisi tersebut timbul perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti yang mulia dan sebaliknya apabila yang lahir perbuatan buruk, maka disebut budi pekerti tercela.

Jelaslah, bahwa sumber penggerak yang dapat menimbulkan perbuatan adalah jiwa. Jiwa yang bersih akan menimbulkan perbuatan

5


(16)

yang baik dan jiwa yang kotor akan menimbulkan perbuatan tercela. Dengan demikian, baik buruknya jiwa seseorang dapat dilihat dari baik buruknya perkataan dan perbuatan yang dilakukannya.

Dari rumusan di atas tampak bahwa pendidikan dan akhlak sangat erat kaitannya, karena pendidikan menjelaskan tentang keadaan jiwa yang menetap dalam diri manusia, hal ini dapat dipahami karena tidak akan ada perbuatan baik tanpa adanya pengetahuan tentang baik dan buruk, oleh karena itu penting untuk memberikan pengetahuan tentang akhlak.

Dengan dimikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan tentang tingkah laku baik dan buruk agar seseorang dapat mengetahuinya dan merealisasikan tingkah lakunya yang baik dan bertanggung jawa terhadap hidupnya.

Terlepas dari semua pengertian di atas, kata akhlak dalam penggunaannya seringkali disamakan dengan kata moral dan etika. Istilah moral yang kita kenal berasal dari bahasa Latin yaitu “mores”, artinya adat kebiasaan; sedangkan etika berasal dari bahasa Yunani yaitu "ethos", artinya kebiasaan. Dalam bahasa sehari-hari moral lebih dikenal dengan arti susila. Moral mengandung arti praktis, ia merupakan ide-ide universal tentang tindakan seseorang yang baik dan wajar dalam masyarakat.6

Pada dasarnya kata akhlak, etika, dan moral memang memiliki arti yang sama, ketiga-tiganya sama-sama berbicara tentang baik dan buruk perbuatan manusia. Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak adalah budi pekerti, sikap mental atau budi perangai yang tergambar dalam bentuk tingkah laku berbicara, berpikir dan sebagainya yang merupakan ekspresi jiwa seseorang, sifat itu dapat lahir berupa perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syri’at, maka keadaan itu dinamakan akhlak yang baik dan apabila yang muncul perbuatan-perbuatan buruk, maka keadaan itu dinamakan akhlak buruk sesuai dengan pembinaannya.

6

Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja,(Jakarta : Bina Aksara, 1989), cet. I, h. 123.


(17)

2. Sumber Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak bertujuan untuk membentuk siswa mempunyai akhlak mulia, memerlukan sumber yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam serta dapat diterima oleh akal sehat sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.

Sumber pendidikan akhlak adalah Al-Qur'an dan sunnah, dan keduanya juga merupakan pedoman hidup umat Islam, karena selama umat Islam berpegang tegauh kepada keduanya, mereka tidak akan tersesat, sebagaiman sabda Rasulullah yang berbunyi:

آﺮ

ﺮ ا

ناﺎ اﻮ ﻀ

ﺎ ﻬ

بﺎ آ

ﷲا

ﺔ و

ﻮ ر

(

اور

ﻚ ﺎ

)

Artinya: "Telah aku tinggalkan padamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul".7

Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang terdiri dari kumpulan wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang berisi berbagai peraturan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan akhlak. Di antara ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah:

Artinya: "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung".8 (Q.S. al-Qolam: 4)

7

Umar Muhammad at-Taomy asy-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. Ke-1, h. 247.

8

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur'an, (1977/1978), h. 960.


(18)

Ayat ini menjelaskan tentang pujian Allah terhadap seorang hambanya yang sangat mulia dan dinilai berbudi pekerti yang agung dan luhur yaitu Nabi Muhammad saw beliau adalah makhluk yang paling mulia disisi Allah dan umatnya diserukan mencontohnya.

Adapun hadits yang menjadi dasar pendidikan akhlak salah satu di antaranya adalah:

ﺜ ﺎ ا

مرﺎﻜ

ق ﻷا

Artinya: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak".9 (H.R. Ahmad).

Hadits ini menjelaskan bahwa diutusnya Rasullah ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sebagaimana diketahui dalam sejarah Islam, bahwa bangsa Arab sebelum kedatangan Islam mereka dalam keadaan bodoh (jahil). Akhlak mereka sangat buruk pada masa itu, pekerjaan mereka sehari-hari berfoya-foya, melakukan perbuatan maksiat dan membuat kerusakan dengan merampas harta orang lain, memperkosa, minum-minuman keras bahkan membunuh anak perempuan mereka hidup-hidup. Mereka menganggap perempuan itu lemah dan mereka merasa hina apabila mempunyai anak perempuan.

Oleh kerena itu, Allah swt mengutus hamba-Nya yang sangat mulia untuk mengajak umat manusia ke jalan yang benar dan menyembah-Nya serta berbudi pekerti yang mulia sesuai dengan ajaran yang termaktub dalam Al-Qur'an dan sunnah Rasulnya. Segala yang dinilai baik dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari, begitu pula sebaliknya segala yang buruk menurut Al-Qur'an dan sunnah, itu pula yang tidak baik dan harus dijahui.

9


(19)

Dalam membina akhlak manusia, Rasulullah memulainya dengan menerapkan dalam dirinya sendiri, sehingga sebagai contoh dan suri tauladan bagi seluruh ummat manusia. Kebaikan akhlak dan budi pekerti Rasul ini telah dinyatakan Allah dalam salah satu firman-Nya :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik”. 10(Q.S. al-Ahzab : 21).

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Setiap makhluk Tuhan yang berakhlak, pasti mempunyai tujuan di balik semua usaha yang dilakukan, agar segala usaha yang dilakukan itu tidak akan menjadi sia-sia. Begitu pula perbuatan yang manusia lakuakan sehari-hari, sehingga dalam hal ini akan timbul pertanyaan apakah sesungguhnya tujuan akhir dari prilaku yang dikerjakan oleh manusia itu, dan apa yang ingin mereka peroleh/capai? jawabannya sangatlah singkat, yaitu memperoleh kebahagiaan (sa’adah). Apakah kebahagiaan itu? kebahagiaan adalah terpenuhinya segala kebutuhan baik ketenangan lahir dan bathin maupun fisik dan psikis.

Tujuan pendidikan akhlak pada dasarnya adalah agar manusia menjadi baik dan terbiasa pada yang baik. Pendidikan akhlak dilaksanakan sejak masa kanak-kanak, karena yang terpenting dalam pendidikan akhlak adalah pengalaman disamping teori. Dengan adanya pendidikan dan pembinaan akhlak anak sejak kecil, tentunya mereka akan menyerapnya dengan baik tanpa protes.

Dalam ketentuan agama Islam, seseorang anak wajib diberikan pendidikan di rumah disamping pendidikan yang diterima di sekolah.

10


(20)

Anak dilarang melakukan perbuatan tercela, berkata dusta dan kotor serta perbuatan-perbuatan yang dipandangaa buruk menurut pandangan masyarakat maupun agama.

Adapun tujuan pendidikan akhlak menurut para ahli agama Islam sebagai berikut:

1. Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi tujuan pendidikan akhlak adalah "Membentuk orang-orang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam perkataan dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, berperangai, bersifat bijaksana, sopan, ikhlas, jujur dan suci".11

2. M. Ali Hasan mengatakan bahwa tujuan pendidikan aka adalah "Agar setiap orang berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai, atau beradat istiadat yang baik yang sesuai dengan prilaku Rasulullah serta ajaran Islam".12

Sedangkan al-Ghazali mengatakan; kebahagiaan adalah kebaikan tertinggi. Karena kesempurnaan akhlak sebagai suatu keseluruhan tidak hanya bergantung kepada suatu aspek pribadi. Sebagaimana kebutuhan tubuh lahiriyah yang merupakan keseluruhan dan interelasi antara organ-organnya, maka demikian pula akhlak seseorang. Ada empat kekuatan atau fakultas (Quwwat) didalam diri manusia yang menjadi unsur bagi terbentuknya baik ataupun buruk, kekuatan-kekuatan itu adalah:

1. Kekuatan Ilmu (Quwwat al-Ilm), merupakan kekuatan yang membentuk kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan antara hal-hal yang jujur dan dusta, yang benar dan yang bathil, yang baik dan yang buruk.

2. Kekuatan nafsu syahwat (Quwwat al-Syahwat), merupakan unsur yang berperan dan bertanggung jawab untuk memenuhi

11

Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustami A. Gani dan Johar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), Cet. Ke-4, h. 104.


(21)

kebutuhan tubuh sebagai kendaraan jiwa, seperti kebutuhan akan makan, minum, tidur dan seks.

3. Kekuatan amarah (Quwwat al-Ghadhab), kekuatan yang berfungsi mencegah setiap yang merugikan dan mengganggu tubuh.

4. Kekuatan keadilan, merupakan unsur yang berfungsi menekan nafsu syahwat dan amarah selalu tunduk kepada isyarat akal dan syari’at.13

Keberfungsian ke empat unsur pribadi manusia ini secara baik dan seimbang akan membentuk akhlak yang mulia. Jika tidak, akan muncul akhlak buruk dan masing-masing kekuatan menjadi faktor bagi terjadinya kejahatan dan perbuatan dosa.

Dengan demikian, Imam Ghazali meletakkan akhlak bukan sebagai tujuan akhir menusia dalam perjalanan hidupnya, melainkan sebagai alat untuk ikut mendukung fungsi tertinggi jiwa dalam mencapai kebenaran tertinggi yaitu “ma’rifat Allah”, yang didalamnya manusia dapat menikmati kebahagiaan. Adapun kebahagiaan menurut Iman Ghazali semuanya bersumber pada 4 macam, yaitu :

1. Kebaikan jiwa, yaitu pokok-pokok keutamaan yang sudah berulang kali kita sebutkan yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, beran dan adil. 2. Kebaikan dan keutamaan badan, yaitu sehat, kuat, tampan dan usia

panjang.

3. Kebaikan eksternal (al-khariyah), yaitu harta, keluarga, pangkat dan nama baik.

4. Kebaikan/keutamaan bimbingan (taufikiyah), yaitu petunjuk Allah, bimbingan, pelurusan dan penguatannya.14

Jadi kebahagiaan itu terletak pada hati yang sejahtera dan pada hati yang tentram yang selalu mengingat Allah di manapun orang tersebut berada.

13

Imam Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1985), Cet. Ke-1, h. 53

14


(22)

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah agar manusia mempunyai budi pekerti mulia dan jujur, bertingkah laku baik terhadap Tuhannya dan sesama manusia serta sesame mahluk sesuai dengan ajaran Al-Qur'an dan Rasulullah.

5. Aspek-aspek Pendidikan Akhlak

a. Akhlak Terpuji

Adapun macam-macam akhlak terpuji diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Bersyukur

Istilah syukur berasal dari kata Syakara yang berarti terima kasih, memuji, dan semoga Allah memberi pahala.15 Dengan kata lain bersyukur yaitu suatu sikap yang ingin selalu memanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, baik bersifat fisik maupun non fisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada yang memberi nikmat yaitu Allah SWT. Di dalam Al-qur’an dijelaskan tentang bersyukur yaitu surat Al-Baqarah ayat 172:

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah,

jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah16.

15

Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi…, h. 31

16


(23)

Bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan Allah swt baik bersifat fisik maupun non fisik akan menumbuhkan kedekatan diri kepada Yang Maha Pemurah. Sikap syukur merupakan bentuk dari rasa terimaksih seseorang sebagai hamba yang beriman. Sebagaimana ayat diatas menggambarkan bahwa terdapat jutaan bahkan tak terhitung kenikmatan yang dianugerahkan Allah swt untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam memepertahankan hidup seseorang. Rasa syukur yang diberikan seorang hamba kepada Tuhannya tidak hanya terlukis dari ucapan terimakasih melainkan implikasinya terhadap orang lain dengan cara suka membantu orang lain dalam keadaan apapun.

2) Bersabar

Bersabar yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada keseulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan ridho dan ikhlas bila seseorang dilanda suatu cobaan dari Tuhan. Dalam pengertian lain sabar berarti menahan diri dari keluh kesah dan rasa benci, menahan lisan dari mengaduh dan menahan anggota badan dari tindakan yang mengganggu dan mengacaukan.17 Dalam Al-qur’an banyak diterangkan masalah sabar antara lain pada surat Ali Imraan ayat 120:

17


(24)

Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.18

Berdasarkan penjelasan di atas, sikap sabar yang lahir pada diri seseorang dapat menguatkan keadaan jiwa dalam menerima apa yang telah di berikan Allah swt. Dengan demikian, sikap sabar akan melahirkan rasa ikhlas dalam menghadapi ujian dan cobaan yang akan menimpanya. Sikap sabar yang tertanam pada diri seseorang tentunya harus dibiasakan supaya menimbulkan rasa penyayang, lemah lembut dan memiliki perasaan ikhlas dalam membantu kesulitan orang lain. Dengan demikian, implikasi dari sikap sabar sangat luas sekali sebagaimana firman Allah swt pada QS. Ali Imraan ayat 120 bahwasannya sikap sabar akan membawa kebaikan pada diri seseorang.

3) Adil dan berkata benar

Jadilah orang yang adil walaupun terhadap musuh-musuh. Jangan kebencian terhadap suatu kaum membuat kita berbuat zhalim terhadap orang lain. Allah berfiman dalam Al-qur’an surat Al-Maidah ayat 8:

18


(25)

dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan19.

Sebagaimana sifat –sifat Allah yang terdapat pada asmul husna yaitu Yang Maha Adil, seorang muslim di harapkan memiliki sifat keadilan terhadap segala persoalan yang dihadapinya. Sikap adil erat kaitannya dengan kejujuran seseorang, seperti terlihap pada kesaksian dalam menghakimi seseorang di pengadilan.

Syari’at Islam mengajarkan untuk bersikap adil terhadap persoalan hukum yang menimpanya, hal ini mengindikasikan bahwasannya segala aktifitas harus berdasarkan pada sumber dasar Islam yitu al-Qur’an dan hadits. Dengan adanya sikap adil dan jujur apa adanya, segala persoalan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik kemudian semuanya diserahkan kepada Allah swt Yang Maha Menghakimi.

Dan juga kita sebagai umat Islam harus berkata benar atau jujur kepada orang lain walaupun kejujuran itu pahit bagi kita. Dalam hal ini Allah telah berfirman dalam surat An-Nisaa ayat 135:

1919

Muhammad bin Jamil Zainu, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini, (Jakarta: Mustaqiim, 2003), cet. 2. h. 53


(26)

… dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.20

4) Ikhlas

Ikhlas berarti tulus hati. Kata ikhlas berasal dari kata kerja Khalasha yang berarti murni, jernih, bersih, tak tercampur.21 Dari pengertian ikhlas tersebut berarti yaitu sikap menjauhkan diri dari riya’ ketika mengerjakan amal baik. Maka amalan seseorang dapat dikatakan jernih bila dikerjakannya dengan ikhlas. Di dalam Al-qur’an dijelaskan masalah ikhlas diantaranya dalam surat Al-Baqarah ayat 139:

Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati22.

Dari definisi diatas terlihat adanya sikap yang tertanam dari batin seseorang sebagai perwujudan setelah melakukan amal kebaikan, ia tidak mengharapkan imbalan serta pujian dari orang lain. Sebagai muslim yang memiliki keimanan yang tinggi dihadapan Sang Khaliq tentunya sikap ini harus ditumbuhkan pada diri seseorang dalam

20

Muhammad bin Jamil Zainu, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini…, cet. 2. h. 53-54

21

Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Cara Sufi…, h. 59

22


(27)

menjalankan aktifitas kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt pada QS. Al-Baqarah ayat 139 yang mengingatkan kita supaya berikhlas diri hanya kepada-Nya.

b. Akhlak Tercela

Adapun macam-macam akhlak tercela diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Takabur (sombong)

Takabur adalah salah satu akhlak yang tercela. Arti takabur adalah merasa atau mengaku diri besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Takabur ada tiga macam, yaitu takabur kepada Tuhan, takabur kepada Rasul-Nya, dan takabur kepada sesama manusia.

Tidak diragukan lagi bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.

Dari ayat di atas menunjukkan bahwa takabur merupakan sikap tercela yang tidak disukai Allah swt, karena takabur hanya akan menimbulkan tinggi hati dan menjauhkan diri dari nikmat yang telah diberikan Allah swt. Lawan dari sikap takabur adalah rendah hati, oleh


(28)

karenanya umat muslim diharapkan dapat menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dengan penuh ketundukan dan patuh sepenuhnya kepada Allah swt.

Sikap sombong disebabkan kurangnya perwujudan ibadah kepada Allah swt dalam bentuk welas asih atau suka memberi kepada orang yang membutuhkan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa yang dialami para nabi dan rasul ketika menghadapi suatu kaum yang ingkar kepada Allah swt..

2) Dusta (bohong)

Dusta adalah bahaya yang timbul dari lidah. Berdusta merupakan suatu kelakuan buruk yang merupakan suatu dosa besar yang merusak pribadi dan masyarakat. Allah telah berfiman tentang orang-orang yang suka berdusta dalam Al-qur’an surat Az-zumar ayat 60:

⌧ ⌧

Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat Dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri23.

Ibnu Jauzi dalam menafsirkan ayat tersebut adalah orang-orang yang berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya adalah kafir. Dan yang


(29)

dimaksud atas nama Allah dan Rasul-Nya ialah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.

Dusta merupakan suatu perbuatan yang tidak baik dalam pandangan Islam, karena dusta menimbulkan kebencian diantara orang-orang dan menyebabkan kepercayaan orang lain terhadap kita menjadi berkurang. Dengan kita suka berdusta juga akan menjadikan persaudaraan kita dengan orang lain menjadi tidak harmonis yang menyebabkan saling menjauh tidak saling tolong menolong dan tidak terdapat kerukunan diantara kita.

3) Buruk sangka

Buruk sangka adalah suatu perbuatan yang timbul dari lidah. Tidak ada buruk sangka terhadap seseorang, jika lidah tidak berbicara atau mengata-ngatai. Buruk sangka baik terhadap siapapun sangat dicelah oleh agama. Baik buruk sangka terhadap Allah maupun buruk sangka terhadap manusia. Tentang hal ini Allah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-hujuraat ayat 12:

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain24...


(30)

Dalam ayat di atas diterangkan bahwa kita sebagai umat Islam tidak diperbolehkan berburuk sangka, baik terhadap orang lain maupun kepada Allah swt. Karena sifat buruk sangka kepada orangl lain akan menimbulkan berbagai salah faham yang pada akhirnya akan menjurus kepada permusuhan dan perpecahan.

4) Penghinaan dan ejekan

Penghinaan dan ejekan adalah perbuatan yang diharamkan dan dilarang keras oleh agama. Yang dimaksud dengan penghinaan itu ialah menganggap rendah derajat orang lain, meremehkannya atau mengingatkan cela-cela dan kekurangan dengan cara yang dapat menyebabkan ketawa. Dalam hal ini Allah berfiman dalam Al-qur’an surat Al-hujuraat ayat 11:

....

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik25…

Kita sebagai orang beriman tidaklah pantas mempunyai sifat suka menghina atau mengejek orang lain. Sebab orang yang beriman satu sama lainnya saling bersaudara, maka hendaklah kita selalu

25


(31)

menjaga perdamaian diantara kita baik itu sesama umat Islam maupun terhadap penganut agama lain.

5) Dengki

Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan merusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ke tangan sendiri atau tidak.26

Dari penjelasan di atas, dengki dapat disamakan dengan sikap iri hati. Sikap ini berawal dari kurangnya rasa syukur terhadap apa yang telah dianugerahkan oleh Allah swt. Dengan adanya sikap dengki, seseorang akan merasa dirinya terabaikan sehingga dapat menimbulkan kecemburuan sosial, baik dalam kehidupan keluarga maupun bermasyarakat.

Allah swt berfirman dalam QS an-Nisa ayat 109:

Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.

6) Mudah marah

26

M. Ardani, Akhlak-Tasawuf, (Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadah Dan Tasawuf), (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), cet 2, h. 28


(32)

Mudah marah yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat di tahan oleh kesadarannya, sehingga menonjolkan sikap dan prilaku yang tidak menyenangkan orang lain.

kita sebagai umat Islam tidak di perbolehkan mempunyai sifat mudah marah kepada orang lain. Agama Islam sudah memberikan tuntunan kepada kita agar sifat marah dapat terkendali dengan baik.

Al-qur’an menerangkan sifat marah yang sering melanda setiap manusia, dengan mengemukakan Nabi Musa sebagai salah satu contoh sebagaimana terdapat dalam Q.S Al-A’raaf ayat 154 yaitu:

Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.27

B. Disiplin Belajar

Sebelum pembahasan lebih lanjut mengenai pengertian disiplin, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan definisi pembinaan.

Asal kata pembinaan menurut para ahli berasal dari bahasa Arab berarti membangun, dan telah dibakukan dalam bahasa Indonesia menjadi

27


(33)

isim yaitu “bina” dengan diberi akhiran “an”. Pembinaan mempunyai pengertian pembangunan dalam hal atau cara membangunkan.28

Sementara itu Depdikbud dalam “kamus besar bahasa Indonesia” menegaskan bahwa : Pembinaan dari kata “bina” yang berarti pelihara, mendirikan atau mengusakan supaya lebih baik, lebih maju dan lebih sempurna. Sedangkan kata pembinaan berarti proses atau usaha dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.29

Dengan kata lain, pembinaan merupkan suatu usaha untuk membangun manusia supaya dapat menjadi makhluk yang berguna dan berhasil dalam kehidupannya serta tercapai apa yang dicita-citakan.

1. Pengertian Disiplin Belajar

Disiplin merupakan salah satu alat pendidikan yang dapat melancarkan proses pendidikan. Kata disiplin secara bahasa berasal dari

bahasa Inggris yaitu “disipline” yang berarti tata tertib atau ketertiban.30 Menurut Neing Ratmaningsih dalam bukunya “Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan” mengatakan bahwa disiplin berasal dari bahasa Latin “discare” dengan kada dasar disciplus yang berarti murid atau pelajar, dan kata “discipline” berarti pengajaran atau latihan.31 Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian disiplin adalah ketaatan pada peraturan dan tata tertib.32 Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah disiplin yang pada umumnya diartikan dengan kepatuhan, ketertiban, ketaatan dan lain sebagainya.

28

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1984), cet. II, h. 141.

29

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 39.

30

WJS. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. h. 254.

31

Neing Ratmaningsih, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMU Kelas 2, (Bandung : Grafindo Media Pratama, 1997), h. 58.

32


(34)

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.33

Di dalam buku Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah 1998 disebutkan pengertian disiplin, yaitu;

a. Disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlaku, yang dilaksanakan secara sadar dan ikhlas lahir dan batin, sehingga timbul rasa malu terkena sanksi dan rasa takut terhadap Tuhan YME.

b. Disiplin, disatu sisi adalah sikap hidup dan perilaku yang mencerminkan “tanggung jawab” terhadap kehidupan, “tanpa paksaan” dari luar. Sikap dan perilaku ini dianut berdasarkan keyakinan bahwa hal itulah yang benar, dan keinsyafan bahwa hal itu bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat. Didalamnya terkait dengan kemauan dan kemampuan seseorang menyesuaikan interest dan mengendalikan dirinya untuk sesuai dengan norma, aturan, hukum, kebiasaan yang berlaku dalam lingkungan sosial budaya ssetempat. Disisi lain. Disiplin adalah alat untuk menciptakan perilaku dan tata tertib hidup manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok atau masyarakat. 34

Dalam konteks ini maka disiplin berarti ketaatan pada peraturan yang dilaksanakan tanpa paksaan yang terlahir dari kesadaran diri demi kepentingan bersama.

Melihat definisi diatas, disiplin mempunyai arti yang luas dari pada hukuman dan sanksi. Walaupun seringkali kita menghubungkan disiplin

33

Prof. Dr. Ing Wardiman Djoyonegoro, “Pembudayaan Disiplin Nasional”,dalam D. Soemarmo (ed), Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah 1998, (Jakarta: Mini Jaya Abadi, 1998), Cet. 1, h. 20

34

Yuniyanti RN, “Berbagai Langkah Guna Menyukseskan Sikap dan Perilaku Disiplin”, dalam D. Soemarmo (ed), Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah 1998 …, h. 170-171


(35)

dengan hukuman, namun dengan peraturan dan tata tertib itu dimaksudkan untuk mencapai perbaikan dalam melakukan sebuah tindakan dan perubahan tingkah laku.

Menurut Soedijarto, disiplin pada hakikatnya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan melindungi sesuatu yang telah ditetapkan.35

Alex Sobur menyatakan perkataan disipin biasanya dipergunakan sebagai pengganti perkataan “hukuman”. Hukuman didalam istilah umum, merupakan suatu nilai atau denda yang diterima oleh anak karena melanggar tata tertib yang telah ditentukan sebagai landasan disiplin.36

Sedangkan menurut Amir Daien Indrakusuma, disiplin berarti adanya kesediaan untuk mematuhi peraturan-peraturan dan larangan-larangan. Kepatuhan disini bukan hanya patuh karena adanya tekanan-tekanan dari luar, melainkan kepatuhan yang didasari oleh adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan dan larangan tersebut.37

Dari batasan-batasan yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin itu adalah suatu sikap mental yang menunjukkan kesediaan dan kemampuan untuk menanti dan mematuhi serta melaksanakan suatu peraturan, ketentuan, nilai-nilai serta kaidah yang berlaku sehingga tercapai keseimbangan antara kehendak pribadi dengan lingkungannya.

Orang yang disiplin adalah orang yang dapat menahan diri, menguasai diri, tunduk pada peraturan dan patuh pada nilai-nilai dan norma yang berlaku. Sikap seperti ini menunjukkan adanya rasa saling tanggung jawab. Seseorang yang disiplin akan melaksanakan tugas dengan

35

Rifai, “Hubungan Disiplin dengan Prestasi Belajar Siswa Mts Negeri 3 Pondok Pinang”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 7, t.d

36

Alex Sobur, Pembinaan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: BPK. Gunung Agung Mulia, 1988), cet. Ke-2, h. 67

37


(36)

baik dan penuh dengan ketenangan, sekalipun tugas ini dirasa sebagai beban, namun sebaliknya akan membebani dirinya apabila ia tidak berbuat disiplin.

2. Macam-macam Disiplin

Menurut Thomas Gordon sebagaimana dikutip oleh Rifai, disiplin dapat dibagi menjadi dua macam ;38

a. Disiplin yang dikelola secara eksternal b. Disiplin yang dikelola secara internal.

Mengutip dari skripsi Rifai, bahwa menurut Soedijarto Disiplin yang dikelola secara eksternal yaitu disiplin yang membutuhkan pengawasan orang lain, sedangkan disiplin yang dikelola secara internal adalah disiplin yang berbentuk pengendalian diri.39

Pada dasarnya disiplin terbagi menjadi dua, yaitu disiplin internal dan disiplin eksternal. Disiplin secara internal adalah disiplin diri yang berbentuk pengendalian diri dan disiplin secara eksternal berbentuk membutuhkan pengawasan orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan adanya disiplin diri, disiplin sosial, disiplin nasional. Demikian pula adanya disiplin belajar dan disiplin kerja menurut Neny Ratmaningsih yang sebagaimana dikutip oleh Mulyanih, bahwa hakikat disiplin adalah kemampuan mengendalikan diri, muncul dari hati nurani individu untuk senantiasa mematuhi semua peraturan dan tata tertib yang berlaku dalam kehidupan.40

38

Rifai, “Hubungan Disiplin dengan Prestasi Belajar Siswa Mts Negeri 3 Pondok Pinang”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, … h. 13

39

Rifai, “Hubungan Disiplin dengan Prestasi Belajar Siswa Mts Negeri 3 Pondok Pinang”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, … h. 13

40

Mulyanih, “Peranan Disiplin Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Proses Belajar Peserta Didik (Study Kasus di SLTP Negeri 1 Parung Bogor). Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 21.t.d


(37)

Menurut Wardiman Djoyonegoro, sesuai dengan peringkat manusia (individu, kelompok, masyarakat, bangsa), disipin dapat dipilah dalam tiga kategori, yaitu;41

a. Dispilin pribadi sebagai perwujudan disiplin yang lahir dari kepatuhan atas aturan-aturan yang mengatur perilaku individu. b. Displin kelompok sebagai perwujudan disiplin yang lahir dari

sikap taat patuh terhadap aturan-aturan (hukum) dan norma-norma yang berlaku pada kelompok atau bidang-bidang kehidupan manusia.

c. Disiplin nasional yakni wujud dispilin yang lahir dari sikap patuh yang ditujukan oleh warga negara terhadap aturan-aturan, nilai yang berlaku secara nasional.

Dari uraian diatas nampak adanya keterkaitan yang sangat erat antara ketiga jenis disiplin tersebut. Ketiga jenis disiplin tersebut membentuk suatu proses yang berawal dari penanaman dan pembentukan disiplin diri pribadi yang berlanjut pada terbentuknya disiplin kelompok dan disiplin nasional.

Menurut Piet A. Sehertian, disiplin dapat terbagi menjadi tiga macam, yaitu:

a Disiplin tradisional adalah disiplin yang bersifat menekan, menghukum, mengawasi, memaksa dan akibatnya merusak penilaian yang terdidik.

b Disiplin modern, pendidikan hanya menciptakan situasi yang memungkinkan agar si terdidik dapat menganut dirinya. Jadi situasi yang akrab, hangat, bebas dari rasa takut sehingga si terdidik mengembangkan kemampuan dirinya

c Disiplin liberal, yang dimaksud disiplin liberal adalah disiplin yang diberikan sehingga anak memiliki kebebasan tanpa batas.42

41

Wardiman Djoyonegoro, “Pembudayaan Disiplin Nasional”,dalam D. Soemarmo (ed), Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah 1998 …, h. 27

42

Piet A. Sehertian, Dimensi Administrasi Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 1994, cet. Ke-1, h.126


(38)

Dari macam disiplin diatas dapat simpulkan bahwa disiplin yang bersifat memaksa dapat menimbulkan dampak negatif dan sedangkan penegakan disiplin dengan cara memberikan pengertian dan cotoh akan dapat memberikan dampak positif.

Macam-macam disiplin selama usia sekolah menurut Conny R. Semiawan meliputi disiplin waktu, disiplin dalam belajar, disiplin dalam bertata krama.

a Disiplin dalam waktu, kedisiplinan dalam hal ini berarti siswa harus belajar untuk terbiasa dalam mengatur waktu dalam kehidupan sehari-hari. Pengaturan waktu ini menurut Conny R. Semiawan bisa bermula dari perbuatan kecil seperti, tepat waktu, berangkat kesekolah dan tepat waktu dalam belajar.

b Disiplin dalam belajar, siswa yang mempunyai kedisiplinan dalam belajar adalah siswa yang mempunyai jadwal serta motivasi dalam belajar disekolah dan dirumah. Seperti mengerjakan tugas dari guru dan membaca pelajaran.

c Disiplin dalam bertata krama, adapun maksud dari disiplin dalam bertata krama adalah kedisiplinan yang berkaitan dengan sopan santun, akhlak atau etika siswa. Baik kepada guru, teman dan lingkungan. Ibnu Sina berpendapat bahwa untuk mendidik disiplin dalam bertata krama hendaknya dilakukan sedini mungkin dengan membiasakan bertingkah laku yang terpuji sebelum tertanam sifat yang buruk.43

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, bahwasannya disiplin dimulai sejak usia dini dan lahir dari kesadaran diri seseorang yang pada awal mulanya melalui pembiasaan dan pemaksaan sehingga akan terasakan sendiri manfaatnya oleh si pelaku. Perwujudan dari disiplin itu berupa sikap kepatuhan dan keteraturan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan peraturan yang telah

43

Tiza Awal Fatullah, ‘ Hubungan Antara Penerapan Hukuman Dengan Disiplin Siswa Kelas X (Sepuluh) SMA Budi Mulia Ciledug ‘, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta : Pespustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h.16-18, t.d


(39)

ditetapkan pada diri individu yang itu merupakan sebuah komitmen pada diri sendiri maupun peraturan yang dibuat untuk kelompok maupun umum yang itu merupakan peraturan dibuat untuk kepentingan bersama.

3. Dimensi-dimensi Disiplin Belajar

Pada umumnya murid-murid di MTs Muhammadiyah I Ciputat, biasanya berumur antara 12 sampai 17 tahun, pada masa ini merupakan masa yang istemewa, yang sering disebut masa Pubertas. Pada masa ini disebut juga dengan masa transisi yaitu beralihnya masa anak-anak kemasa dewasa.

Pada masa ini seorang pendidik harus tahu betul bagaimana cara menarik simpati siswa dalam belajar, karena apabila seorang guru tidak dapat membangkitkan motivasi anak untuk belajar, maka pelajaran yang diberikan oleh guru tersebut tidak akan tercapai hasil yang baik.

Dalam hal inilah, motivasi belajar siswa sangat penting sekali sehingga guru dapat menyadarkan akan kebutuhannya dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apabila siswa sadar akan kebutuhannya itu, maka pendidikan akhlak dapat memberikan motivasi untuk memupuk disiplin belajar siswa tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa dalam disiplin akan memudahkan siswa untuk kemajuan dirinya dan dapat mencapai segala cita-citanya.

Disiplin merupakan landasan guna mencapai tujuan yang dicita-citakan, untuk melatih dan membiasakan agar anak dapat berdisiplin dalam belajarnya. Maka penulis mencoba untuk menguraikan beberapa dimensi dalam disiplin belajar, yaitu :

1. Taat ( Patuh )

Ketaatan yang dimaksud disini adalah kepatuhan siswa terhadap peraturan, baik yang telah ditetapkan oleh kepala sekolah maupun peraturan yang telah dijadwalkan sendiri. Ketaatan dalam balajar bukan berarti patuh yang membabi buta, akan tetapi ketaatan yang disertai


(40)

dengan pengertian dan kesadaran yang mendalam terhadap peraturan yang diberikan kepadanya.

Seorang guru sering menilai negatif terhadap siswa yang sering melanggar peraturan dan menganggap baik terhadap siswa yang mentaati segala peraturan yang ada. Meskipun penilaian itu masih bersifat subyektif, namun ketaatan secara umum merupakan menggambarkan sikap positif siswa selama yang ditaati itu sebatas kewajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan belajar sangatlah penting. Seorang pelajar yang baik selalu mentaati peraturan yang ada di sekolah, tidak pernah absen, tidak pernah mencemarkan nama baik almamaternya dan masih banyak lagi hal yang harus ditaati oleh siswa.

Melihat kenyataan yang ada, siswa yang “berakhlak baik” adalah siswa yang selalu taat kepada peraturan, baik peraturan yang ditetapkan oleh sekolah maupun yang telah diprogramkan sendiri. Ciri siswa yang kreatif, diantaranya adalah membuat sebuah program untuk hari esok. Program tersebut harus ditaatinya sendiri, seperti jadwal sekolah, pulang sekolah, kegiatan ekstra kurikuler, waktu istirahat dan lain sebagainya. Semuanya itu hanya dapat direalisasikan apabila siswa mampu mentaatinya.

Dengan demikian jelas bahwa ketaatan dalam belajar dan ketaatan yang disadari untuk mematuhi norma-norma yang berlaku di lingkungan belajar sangatlah diperlukan dalam membentuk kepribadian siswa dengan rasa tanggung jawab dan konsekuensi yang tinggi.

2. Teratur

Setiap pekerjaan apapun akan berhasil dengan baik jika dikerjakan dengan teratur, apalagi dalam hal belajar. Pokok pangkal pertama dari cara belajar yang baik adalah keteraturan. Pengetahuan mengenai teknik belajar yang efisien pada umumnya bekerja secara teratur, hanya dengan bekerja secara teratur tersebut seorang siswa akan memperoleh hasil yang baik, misalnya teratur mengikuti pelajarana, membaca buku-buku pelajaran dan


(41)

catatan-catatan pelajaran dengan disusun secara teratur, serta alat perlengkapan untuk belajar harus pula disimpan dan dipelihara secara teratur.

Kalau sifat keteraturan ini menjadi suatu kebiasaan bagi siswa dalam perbuatannya sehari-hari, maka sifat ini akan mempengaruhi pula jalan pemikirannya. Oleh sebab itu, pembagian waktu dalam belajar sangat penting sekali.

Banyak siswa yang mengeluh karena kekurangan waktu untuk belajar dan menyiapkan tugas-tugasnya sementara siswa tersebut tidak menggunakan dan membagi waktu seefesien mungkin. Menggunakan waktu secara khusus dalam belajar menurut Agus M. Hardjana dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a Menentukan waktu yang tersedia untuk belajar. b Menetukan apa yang hendak dipelajari.

c Menetapkan berapa banyak waktu yang kita sediakan untuk masing-masing hal yang hendak kita lakukan selama belajar.

d Menetapkan kapan kita mempelajari hal yang hendak kita pelajari dan hal yang hendak kita kerjakan selama belajar.44

Siswa yang biasa teratur dalam belajar, beristirahat, berorganisasi dan lain-lainnya, maka secara berangsur-angsur akan terlatih dan terbiasa untuk selalu patuh dan penuh disiplin.

Untuk dapat hidup secara teratur bukan suatu hal mudah dilakukan, akan tetapi perlu latihan dan pembiasaan oleh siswa dengan minat yang tinggi untuk dapat mentaati aturan yang telah dijadwalkan.

3. Konsentrasi

Kata konsentrasi berasal dari bahasa Latin “centrum” yang berarti pusat, poros, tidak tengah lingkaran. Dari kata itu dibentuk kata kerja

44

Agus M. Hardjana, Kiat Sukses Studi diPerguruan Tinggi, ( Yogyakarta : Kanisius, 1994), Cet. I, h. 99.


(42)

“concentrare” yang berarti memusatkan, merekatkan. Jadi secara harfiah kata konsentrasi adalah kegiatan memusatkan, merekatkan.45

The Liang Gie berpendapat bahwa : Konsentrasi adalah Pemusatan pikiran terhadap sesuatu hal dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar maka konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan mengenyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran tersebut.46

Semakin dapat kita mengembangkan kemampuan berkonsentrasi, semakin dipertajam pula kesadaran dan kegairahan batin, sehingga dapat menemukan segala sesuatu sampai kepada intinya. Tetapi tidak selalu mudah untuk menciptakan konsentrasi itu, jiwa kita cenderung untuk mencari jalan sendiri tanpa arah dan kita mudah terpancing untuk meninggalkan tugas belajar yang sedang ditangani. Tanpa konsentrasi belajar tidak mungkin berhasil menguasai materi yang telah didapatkannya. Di sekolah sering kita jumpai siswa yang memperhatikan materi pelajaran yang disampaikan guru tetapi siswa tersebut tidak paham dengan materi yang diajarkan, karena siswa tersebut kurang berkonsentrasi dalam belajarnya. Begitu juga waktu siswa membaca buku pelajaran, walaupun kelihatannya sedang membaca buku, tapi ternyata yang terlihat adalah wajah seseorang yang dicintainya atau gambaran peristiwa yang muncul silih berganti. Sehingga siswa tersebut tidak bisa memfokuskan fikirannya terhadap buku yang sedang dipelajarinya.

Hal ini menunjukkan bahwa sikap berkonsentrasi itu sangat diperlukan oleh siswa untuk belajar, namun yang menjadi masalah adalah bagaimana menciptakan pikiran siswa untuk berkonsentrasi terhadap materi yang dipelajari. Dalam hal ini The Liang Gie memberikan beberapa

45

Agus M. Hardjana, Kiat Sukses Studi diPerguruan Tinggi, h. 91.

46

The Liang Gie, Cara Belajar yang Efesien, (Yogyakarta : Pusat Kemajuan Studi, 1986), Cet. XIX, h. 53.


(43)

petunjuk untuk mengembangkan kemampuan berkonsentrasi, di antaranya yaitu :

a Setiap siswa hendaknya mempunyai minat yang besar terhadap mata pelajaran yang dipelajari.

b Mempunyai tempat belajar yang dipergunakan untuk keperluan belajar.

c Membereskan dulu hal-hal yang kecil yang kiranya dapat menggangu kelangsungan belajar.47

Demikianlah beberapa cara untuk mengembangkan kemampuan berkonsentrasi. Bagi siswa yang telah bisa berkonsentrasi, akan dapat belajar dengan baik, sebaliknya bagi siswa yang belum terbiasa dengan berkonsentrasi perlu kiranya untuk melatih diri agar dapat mencapai keberhasilan dalam belajar.

4. Kesungguhan (Sungguh-sungguh)

Pelajaran yang disanpaikan atas dasar daftar kegiatan yang telah ditetapkan dan dikerjakan secara sungguh-sungguh akan memperoleh hasil yang optimal.

Orang yang belajar dengan sungguh-sungguh tentu memiliki tujuan dan motivasi yang jelas. Menurut Sardiman A.M, bahwa motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri di antaranya adalah :

a Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

b Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).

c Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa”.

47


(44)

d Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). e Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan

sesuatu).

f Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.48

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang tersebut memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar.

Seorang siswa yang memiliki motivasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh tentunya mempunyai cita-cita yang jelas, sehingga ia berusaha sekuat tenaga untuk memperjuangkan apa yang telah dicita-citakan.

4. Fungsi Disiplin Belajar

Singgih D. Gunarsa menjelaskan bahwa fungsi utama dari disiplin adalah untuk belajar mengendalikan diri dengan mudah, menghormati dan mematuhi otoritas.49

Fungsi disiplin tersebut di atas, apabila dikaji secara sepintas, maka akan memberikan kesan yang negatif. Belajar seolah-olah bertingkah laku untuk menghormati dan mematuhi otoritas dan seringkali otoritas itu cenderung menggunakan kekuatan. Oleh karena itu perlu ditegaskan kembali, bahwa pengendalian diri dengan mudah bukanlah suatu hal yang langsung terjadi dalam diri seseorang, melainkan ia harus benar-benar berusaha untuk melatihnya, yang akhirnya timbul kesadaran untuk mematui dan mentaati peraturan tersebut.

48

Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rajawali, 1990), cet. III, h. 82.

49

Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Pembimbing, (Jakarta : BBPK, Gedung Mulia, 2000), cet. IX, h. 138.


(45)

Dengan demikian disiplin belajar tumbuh dalam diri siswa melalui proses latihan yang akhirnya timbul kesediaan dan ketaatan yang didasari dengan rasa tanggung jawab dan konsekwen yang tinggi.

Menurut Singgih D. Gusarna, menyatakan bahwa disiplin perlu dalam mendidik anak supaya anak dengan mudah :

a Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai hal milik orang lain.

b Mengerti dan segera menurut, untuk menjalankan kewajiban dan secara langsung mengerti larangan-larangan.

c Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk.

d Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa terancam oleh hukum.

e Mengorbankan kesenangan diri sendiri.50

Latihan disiplin telah menjadi milik umat Islam seluruh dunia adalah shalat, seperti yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 103 yang berbunyi :

Artinya: ”Sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

Kartini Kartono juga menerangkan bahwa : “Disiplin dalam belajar sangat diperlukan agar siswa dapat hidup dalam teratur dan mengerjakan semua tugas tepat pada waktunya, sehingga tidak akan mengalami kesulitan apabila mengahadapi pelajaran dan tentamen-tentamen. Belajar yang efisien menuntut belajar secara teratur dan berdisiplin".51

50

Ibid, h. 137.

51

Kartini Kartono, Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : Rajawali, 1985), cet. I, h. 90.


(46)

Banyak firman Allah yang sejalan denga arti disiplin, sebagai “taat pada aturan”. Di antaranya yang secara tegas dan jelas menyuruh manusia untuk berdisiplin, terdapat pada surat an-Nisa ayat 59 sebagai berikut :

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu ….”

Banyak prilaku dan perikehidupan Rasul saw dan para sahabatnya yang setia dalam mengamalkan al-Qur’an menjadi contoh untuk membina sikap disiplin. Oleh karena itu, pembinaan disiplin dalam Islam harus selalu bersumber pada ajaran-ajaran Ilahi dan sunnah Rasul.

Siswa yang sempat melatih diri berdisiplin dalam belajar khususnya dan dalam segala hal umumnya akan merasakan hasilnya, apabila kelak menjadi petugas yang tidak terlalu sering berbuat tidak benar, bahkan menghindarkan diri dari segala penyelewengan yang tentu akan merugikan diri sendiri.

Dengan memperhatikan fungsi disiplin dalam belajar, jelas disiplin itu harus dibina dan ditanamkan dalam diri seseorang, baik itu di sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat.

Dengan demikian, disiplin dalam belajar mutlak harus dimiliki oleh setiap siswa, membiasakan diri berdisiplin menjadikan seseorang itu akan lebih teratur dalam segala sesuatunya yang terutama dalam belajar.


(47)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digologkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1. Faktor Intern

a. Faktor Fisiologis

Yang termasuk dalam golongan fisiologis ini adalah “kesegaran jasmani, keletihan, kekurangan gizi, kurang tidur, kesakitan yang di derita termasuk pendengaran dan penglihatan.52

Siswa yang kurang baik kesehatannya akan lebih cepat lelah, lesu dan akhirnya malas dan enggan untuk belajar, hal ini akan berpengaruh terhadap disiplin belajarnya.

b. Faktor Psikologis

Yang tercakup dalam faktor psikologis antara lain adalah kecerdasan, minat, kemauan, perhatian, emosi dan motivasi.

Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang normal dapat berhasil dengan baik dalam belajar, jika ia memiliki kedisiplinan dalam belajar, akan tetapi keadaan emosi yang sedang terganggu, seperti marah, sedih, tidak merasa tenang akan berpengaruh terhadap disiplin belajar siswa. Apabila siswa yang menaruh minat dan perhatiannya pada pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk memperhatikan mata pelajaran tersebut.53

Sedangkan siswa yang kurang berkemauan dalam belajar pasti akan sulit dalam membentuk diri untuk berdisiplin dalam belajarnya. Begitu pula siswa yang tidak ada motivasinya untuk belajar, maka ia akan malas dan enggan untuk belajar. Bahkan apatis terhadap bahan pelajaran, enggan sekolah sehingga tidak memiliki sikap belajar yang tinggi.

52

Totok Santoso, Layanan Bimbingan Belajar di Sekolah Menengah, (Semarang : Satya Wacana, 1988), cet. I, h. 8.

53


(48)

c. Cara Belajar

Disiplin belajar siswa dipengaruhi pula oleh cara belajar. Apabila siswa sebelum belajar telah merencanakan belajarnya dengan baik dan belajar dengan cara yang efesien, memungkinkan untuk mencapai prestasi lebih tinggi dari pada siswa yang mempunyai cara belajar yang tidak efisien.

Adapun cara-cara belajar yang efisien menurut Kartini Kartono, adalah :

a Berkonsentrasi sebelum dan pada saat belajar.

b Segera mempelajari kembali bahan yang telah diterima.

c Membaca dengan teliti dan betul bahan yang sedang dipelajari, dan berusaha menguasai dengan sebaik-baiknya.

d Mencoba menyelesaikan soal-soal dan sebaginya.54

Begitu juga, apabila siswa dalam belajarnya terlebih dahulu membuat rancangan atau rencana rencana belajar, karena merencanakan dalam belajar itu juga berpengaruh pada disiplin belajar. Menurut Agus M. Hardjana bahwa rencana belajar yang baik adalah :

1. Realistik; sesuai dengan tuntutan studi pada umumnya dan tuntutan mata kuliah yang ditempuh pada khususnya.

2. Disesuaikan dengan kebugaran fisik dan mental, studi mata pelajaran yang penting dan berat dilaksanakan pada waktu diri, fisik dan mental masih segar. Studi mata kuliah lain dilakukan sesudahnya.

3. Untuk setiap bahan studi diberi waktu yang cukup. 4. Dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.55

2. Faktor Ekstern

54

Ibid, h. 4.

55


(49)

a. Faktor Keluarga

Dalam keluarga disiplin dipengaruhi oleh cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.56

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama, oleh karena itu, cara orang tua mendidik anak-anaknya sangat berpengaruh terhadap disiplin belajarnya.

Orang tua yang kurang atau tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya tidak peduli, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak memperhatikan belajarnya atau kesulitan-kesulitan menghadapi materi pelajaran tersebut akan dapat menyebabkan anak kurang berhasil dalam belajar. Mungkin saja anak itu pandai, akan tetapi karena kurang disiplin dalam belajarnya akhirnya materi pelajaran itu semakin sulit untuk dipahami sehingga anak malas belajar. Akan tetapi apabila orang tua membimbing anak agar disiplin dalam belajarnya, hal ini memungkinkan akan tercapainya prestasi belajar yag tinggi.

Oleh karena itu, demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik dalam keluarga. Hubungan yang baik ialah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang disertai dengan bimbingan dan bila perlu untuk menyukseskan belajar anak, diberi hukuman-hukuman dan hadiah-hadiah.

Hal lain yang dapat mempengaruhi disiplin belajar ialah suasana rumah. Suasana rumah yang ramai dan gaduh atau suasana yang tegang karena orang tua selalu berselisih dapat mengganggu konsentrasi anak pada waktu belajar.

Keadaan ekonomi keluarga mencakup kebutuhan pokok dan fasilitas belajar dapat berpengaruh dalam disiplin belajar anak. Keadaan ekonomi yang serba kurang atau miskin dapat menjadikan anak mengalami kesukaran tertentu dalam belajarnya.

56

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta : Bina Aksara, 1988), cet I, H. 82.


(50)

b. Faktor Sekolah

Sekolah merupakan faktor yang penting disamping faktor-faktor lainnya, sebab sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran, bimbingan, pengarahan, pengembangan serta penyaluran bakat anak didik oleh guru diharapkan akan membentuk mental dan akhlak anak didik menjadi orang yang berguna.

Menurut Zakiyah Daradjat sekolah adalah “lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan tenaga pengajar tersebut adalah orang-orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas kependidikan.57

Di sekolah disiplin belajar dipengaruhi oleh metode mengajar, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin atau peraturan sekolah, pelajaran, waktu belajar dan keadaan sarana prasarana.

Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui di dalam mengajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi kedisiplinan belajar siswa, siswa menjadi malas untuk belajar. Oleh karena itu, agar siswa dapat belajar dengan baik maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat dan seefisien mungkin.

Jika guru dan siswa kurang baik dalam berinteraksi, maka siswa akan kurang senang dan segan mempelajari mata pelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut dan siswa yang kurang senang dengan gurunya akan menyebabkan pengaruh yang besar terhadap disiplin belajarnya.

Begitu pula kedisiplinan atau tata tertib sekolah erat hubungannya dengan siswa yang sadang belajar, guru yang mengajar, pegawai dan kebersihan atau keteraturan kelas, gedung dan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa dan siswi.

57

Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta : Ruhama, 1995), cet. II, h. 77.


(51)

Sedangkan waktu belajar juga sangat berpengaruh dalam pembentukan kedisiplinan siswa dalam belajar, waktu belajar adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di kelas, waktu belajar bisa pagi, siang dan sore hari. Siswa yang masuk sekolahnya pada waktu siang atau sore hari akan kesulitan menerima pelajaran. Kesulitan itu disebabkan karena siswa sukar beronsentrsi dan berfikir pada kondisi badan yang lelah.

Keadaan gudung atau sarana prasarana sekolah berpengaruh juga terhadap disiplin belajar siswa, apabila jumlah siswa terlalu banyak dengan persediaan gedung dan sarana prasarana yang kurang memadahi, bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan baik ?

Semua keadaan yang digambarkan di atas dapat diamati bahwa situasi yang demikian dapat mengganggu terciptanya kedisiplinan siswa dalam belajar. Oleh karena itu, guru maupun kepala sekolah dapat berusaha atau mengupayakan untuk mencarikan alternatif pemecahannya, agar kedisiplinan yang terbentuk dalam diri siswa dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya.

c. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap disiplin belajar siswa, kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan peribadinya.

Kehidupan masyarakat disekitar siswa mempunyai pengaruh dalam membentuk disiplin belajar siswa, masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh kepada siswa yang berada di sekitar lingkungannya. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik perlu untuk memberikan bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana terhadap anaknya sejak dini agar memiliki sikap kedisiplinan yang tinggi, khususnya dalam belajar.

Apabila seorang siswa benar-benar menghayati segala kepatuhan, keteraturan, kesungguhan dan konsentrasi sehingga menjadi kebiasaan bagi


(52)

siswa dalam perbuatannya, maka sifat-sifat ini akan mempengaruhi dalam berfikirnya. Sehingga segala tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai dengan memuaskan.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Adapun dalam penulisan penelitian ini, menggunakan penelitian kuantitatif, dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang ditunjang oleh data-data yang diperoleh melalui penelitian lapangan (field research), yaitu menghimpun data dan fakta dari objek yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Ada pun penelitian ini dilaksanakan di MTs Muhammadiyah I Ciputat, yang berlokasi di Jl. Dewi Sartika Gg. Nangka No. 4 Cimanggis-Ciputat, yang dilaksanakan pada tanggal 23 Februari s/d 24 April 2010.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan dijadikan objek pengamatan penelitian.1 Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel pendidikan akhlak merupakan variabel X sebagai variabel bebas dan variabel disiplin belajar siswa merupakan variabel Y sebagai variabel terikat..

1

Amirul Hadi dan Haryono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung Cv. Pustaka Setia 1998) hal 205


(54)

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh sumber data yang memungkinkan memberikan informasi yang berguna bagi masalah penelitian. Populasi yang akan menjadi penelitian di sini yaitu keseluruhan kelas 2 MTs Muhammadiyah I Ciputat.

Sampel penelitian adalah sebagian populasi agar cukup mewakili sifat dan karakter yang sama sehingga betul-betul mewakili populasinya. Untuk itu, yang diambil dan dijadikan sampel peneliti yaitu siswa kelas 2 yang berjumlah 156 orang siswa, tapi yang diambil dan dijadikan sampel hanya 50 siswa.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi. Pengamatan yang dilakukan secara langsung dan pencatatan sistematis terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan data-data mengenai gambaran umum dan fenomena yang tampak pada siswa MTs Muhammadiyah I Ciputat.

2. Interview (Wawancara). Pengambilan data dengan menggunakan sebuah dialog tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Metode ini digunakan untuk melengkapi data yang dianggap perlu, sehingga lebih meyakinkan data yang diperoleh dari sumber-sumber lainnya.

3. Angket. Pengambilan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan untuk dijawab oleh sampel yang telah ditentukan, yaitu siswa kelas 2 MTs Muhammadiyah I Ciputat.

F. Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data

a. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul diolah terlebih dahulu melalui langkah-langkah sebagai berikut:


(55)

1. Editing. Yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden. Tujuannya untuk merapihkan data agar bersih dan rapih sehingga dapat mengadakan pengolahan lebih lanjut.

2. Scoring. Yaitu pemberian scor terhadap butir-butir pertanyaan yang

terdapat dalam angket, dengan memperthatikan jenis data yang ada, sehingga tidak terjadi kesalahan terhadap butir pertanyaan yang tidak layak diberi scor.

3. Tabulating. Bertujuan untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam

setiap item yang penulis kemukakan. Untuk itu dibuatlah tabel yang mempunyai kolom setiap bagian angket, sehingga terlihat jawaban yang satu dengan yang lain.

b. Teknik Analisis Data

Setelah data tekumpul dengan lengkap tahap berikutnya adalah tahap analisis data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tabel dan menggunakan teknik deskriptif prosentase sebagai berikut:

P = F x 100 N P : Persentase F : Frekuensi

N : Number of case (banyaknya responden)

Kemudian teknik analisa selanjutnya adalah dengan skoring untuk menentukan skor masing-masing responden. Semua pertanyaan dan pernyataan setiap itemnya dengan bobot nilai untuk setiap jawaban sebagai berikut:


(56)

Tabel 3. 1

Skor Item Alternatif Jawaban Responden

Positif (+) Negatif (-)

Jawaban Skor Jawaban Skor Selalu 4 Selalu 1 Sering 3 Sering 2 Kadang-kadang 2 Kadang-kadang 3

Tidak pernah 1 Tidak pernah 4

Positif (+) Negatif (-)

Jawaban Skor Jawaban Skor Sangat perlu 4 Sangat perlu 1

perlu 3 perlu 2

Kurang perlu 2 Kurang perlu 3 Tidak perlu 1 Tidak perlu 4

Kemudian dengan melihat rata-rata skor jawaban siswa dengan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3. 2

Klasifikasi Skor Angket

Interval Korelasi

15 – 30 Kurang

31 – 50 Sedang


(57)

Dalam penelitian ini rumus yang digunakan adalah korelasi product moment, secara operasional analisis data tersebut dilakukan melalui tahap:

1. Mencari angka korelasi dengan rumus:

2 2 2 2 xy Y) ( Y [(N ] X) ( x [(N Y) ( X) ( XY N r ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ =

Dengan ketentuan sebagai berikut: X : Adalah angket akhlak siswa

Y : Adalah angket disiplin belajar siswa

rxy : Adalah angket indeks korelasi “r” product moment ∑X : Jumlah seluruh skor X

∑Y : Jumlah seluruh skor Y

∑XY : Jumlah hasil perkalian anatara X dan Y N : Number of case2

2. Memberikan interpretasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment.

a. Interpretasi kasar atau sederhana, yaitu dengan mencocokkan perhitungan dengan angka indeks korelasi “r” product moment, seperti dibawah ini:

2

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 12. h. 193


(1)

berakhirnya materi pelajaran dengan menggunakan post test, dan minimal lima kali test pada setiap semester, yaitu setelah selesai satu pokok bahasan. 3. Upaya yang dilakukan dalam guru dalam membina disiplin belajar siswa

adalah “Salah satunya, yaitu siswa diberi tugas pekerjaan rumah (PR) untuk diselesaikan, karena materi aqidah akhlak diberikan pada setiap satu minggu dua jam pelajaran. Disamping itu, siswa diwajibkan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh madrasah. Karena siswa tidak sepenuhnya berada dalam pengawasan madrasah, jadi kepedulian masyarakat terutama orang tua dalam memperhatikan dan menjaga anak sangat dibutuhkan dalam membina disiplin belajar anak.

Ciputat, 23 April 2010

Aziz Rosdiansyah Iis Yunengsih


(2)

Berita Wawancara

Nama Responden : Ali Syukron Jabatan : Kaur Tata Usaha

Tempat Wawancara : MTs Muhammadiyah I Ciputat Hari/Tanggal : Kamis, 24 April 2010

Pokok Pembicaraan :

1. Bagaimana sistem pembayaran BP3 dan apakah setiap tahun ajaran baru mengalami kenaikan ?

2. Bagaimaan sirkulasi keuangan BP3 dikelola ?

Hasil Wawancara :

1. Badan pembantu penyelenggaraan pendidikan (BP3) di madrasah ini dalam pembayaran BP3 selalu disatukan dengan pembayaran SPP yang harus dibayar oleh siswa setiap bulan sekali. Sedangkan mengenai kenaikan uang BP3 tidak setiap tahu pelajaran, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh madrasah.

2. Sedangkan pengelolaan keuangan dikelola oleh bendahara tata usaha yang ditunjuk oleh ketua tata usaha yang bertugas mencatat pemasukan dan pengeluaran uang BP3.

Ciputat, 24 April 2010

Aziz Rosdiansyah Ali Syukron


(3)

(4)

BIOGRAFI PENULIS

4x6

Nama : Aziz Rosdiansyah

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Kp. Pajeleran

RT/RW : 02/08

Desa/Kelurahan : Sukahati

Kecamatan : Cibinong

Kabupaten/Kota : Bogor

Agama : Islam

Pendidikan

MI : MI Tarbiyatul Aulad Pajeleran Cibinong Tahun 1993-1999

Mts : MTs Negri Cibinong

Tahun 1999-2002

MA : MA Al-Aulia Bogor

Tahun 2002-2005 Perguruan Tinggi: UIN Ciputat, Jakarta


(5)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 skor item alternatif jawaban responden ... 42

2. Tabel 2 klasifikasi skor angket ... 43

3. Tabel 3 interpretasi nilai “r” ... 44

4. Tabel 4 Kisi-kisi instrument ... 46

5. Tabel 5 keadaan perkembangan siswa MTs Muhammdiyah ... 56

6. Tabel 6 keadaan guru MTs Muhammdiyah ... 57

7. Tabel 7 keadaan sarana dan prasarana ... 55

8. Tabel 8 siswa membaca do’a ketika pergi sekolah ... 56

9. Tabel 9 siswa memberikan infak di sekolah ... 56

10.Tabel 10 siswa mengerjakan shalat ... 57

11.Tabel 11 siswa bersyukur dengan prestasinya ... 57

12.Tabel 12 siswa mengucap salam saat masuk dan keluar rumah ... 58

13.Tabel 13 siswa membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah ... 58

14.Tabel 14 siswa membantah perintah orang tua ... 59

15.Tabel 15 siswa mematuhi perintah dan nasehat guru ... 59

16.Tabel 16 siswa memperhatikan dengan baik pada saat guru menerangkan pelajaran... 60

17.Tabel 17 siswa berbicara kasar kepada guru ... 60

18.Tabel 18 siswa membolos sekolah ... 61

19.Tabel 19 siswa menjaga dari perkataan jelek ... 61

20.Tabel 20 siswa siswa meminta maaf bila melakukan kesalahan kepada orang lain ... 62

21.Tabel 21 siswa mengejek temannya disekolah ... 62

22.Tabel 22 siswa merasa paling pintar di sekolah ... 63

23.Tabel 23 perlunya peraturan di sekolah ... 63

24.Tabel 24 siswa menegakan peraturan di sekolah ... 64

25.Tabel 25 cara siswa mematuhi peraturan sekolah ... 64

26.Tabel 26 manfaat siswa mematuhi peraturan sekolah... 65


(6)

28.Tabel 28 siswa mematuhi peraturan sekolah ... 66

29.Tabel 29 siswa Menyediakan waktu khusus untuk belajar ... 67

30.Tabel 30 waktu belajar siswa dirumah ... 67

31.Tabel 31 frekuensi belajar siswa ... 68

32.Tabel 32 siswa bersemangat dalam menyelesaikan tugas ... 68

33.Tabel 33 mempelajari terlebih dahulu bahan yang akan di ajarkan ... 69

34.Tabel 34 siswa mengulang kembali pelajaran di rumah ... 69

35.Tabel 35 siswa memanfaatkan waktu jika guru tidak ada ... 82

36.Tabel 36 fasilitas di rumah dalam mendukung belajar siswa ... 82

37.Tabel 37 kondisi di rumah dalam mendukung konsentrasi siswa ... 83

38.Tabel 38 hasil Angket Akhlak Siswa Atau Variabel X... 84

39.Tabel 39 hasil Angket Disiplin Belajar Siswa Atau Variabel Y ... 85