waktu yang akan mereka tukar jika mereka ditawarkan untuk menukarnya dengan kesembuhan dan hidup yang sehat, 2 dari 3 orang tidak ingin memberikan lebih dari
sebulan masa hidupnya Tsevat et al., 1998 dalam Papalia et al., 2007. Menurut Erikson, orang-orang di masa lanjut usia harus menghadapi fase kedelapan dari
perkembangan manusia, yaitu integrity versus despair. Seseorang yang dapat melewati fase ini meraih kebijaksanaan yang memungkinkan mereka untuk dapat
menerima apa yang telah mereka lakukan selama hidup dan kematian yang akan segera datang Papalia et al., 2007.
Ketika seseorang telah mencapai usia lansia, mereka tahu bahwa waktu mereka sudah dekat dengan akhir kehidupan. Ditambah lagi, mereka dihadapkan
dengan meningkatnya paparan terhadap kematian di dalam lingkungannya. Pasangannya, saudara, dan teman mungkin sudah terlebih dahulu meninggal, dan hal
tersebut menjadi pengingat konstan mengenai kematiannya sendiri. Prevalensi kematian pada lansia membuat mereka lebih kurang merasakan kecemasan mengenai
kematian daripada di awal-awal kehidupan mereka. Hal ini bukan berarti bahwa para lansia menerima kematian. Justru hal ini mengimplikasikan bahwa mereka menjadi
lebih realistis dan reflektif mengenai hal itu. Mereka berpikir mengenai kematian, dan mulai mempersiapkannya Feldman, 2011.
Walaupun banyak yang membuktikan bahwa lansia memiliki penerimaan yang lebih besar dalam hal kematian daripada orang yang usianya lebih muda atau
dewasa madya, pengalaman masa lalu seseorang dan konfrontasi terhadap kematian
adalah prediktor yang lebih baik dalam menentukan penerimaan kematian daripada faktor usia Hoyer Roodin, 2003.
Menurut Tomer et. al. 2008, terdapat tiga determinan utama dari death anxiety, yaitu:
1. Penyesalan yang berhubungan dengan masa lalu past-related regret, yaitu
tipe emosi atau kognisis yang berhubungan dengan masa lalu seseorang kesalahan
— sesuatu yang dilakukan seseorang namun tidak terlaksana. 2.
Penyesalan yang berhubungan dengan masa depan future related regret, yaitu sesuatu yang kita rasakan ketika rencana penting atau perbuatan kita di
masa depan menjadi tidak mungkin terlaksana. 3.
Kebermaknaan dari kematian, yaitu kenseptualisasi individu tentang kematian sebagai hal yang positif atau negatif, sebagai sesuatu yang masuk akal atau
sesuatu yang absurd tidak masuk akal. Jika penyesalan di masa lalu tidak teratasi, atau kematian dianggap tidak berarti, maka individu tersebut akan
merasakan death anxiety yang tinggi.
2.2 Death Anxiety
2.2.1 Pengertian Death Anxiety
Teori yang dianggap sebagai teori klasik dari death anxiety adalah Big Theories yang dikemukakan oleh Sigmund Freud Kastenbaum, 2000. Ia sebenarnya menolak
gagasan death anxiety sebagai sebuah masalah yang mendasar. Ia sadar bahwa manusia memiliki berbagai pemikiran mengenai kematian. Sudah merupakan hal
yang biasa jika ketakutan akan kematian terlihat sebagai reaksi yang menonjol, atau diekspresikan melalui mimpi.
Menurutnya, Hanya karena seseorang yang cemas tiba-tiba membicarakan kematian, bukan berarti kematian adalah akar dari masalah yang dialami oleh orang
tersebut. Semua masalah yang berkaitan dengan kematian hanyalah sekedar kemasan yang menutupi masalah yang sebenarnya. Thanataphobia ketakutan akan kematian
sebenarnya merupakan ekspresi simbolik dari konflik yang belum terselesaikan dalam dunia psikis kita yang terdalam.
Dalam Terror Management Theory, Becker 1970 dalam Cicirelli, 2002 bersumsi bahwa pada dasarnya manusia secara tidak sadar selalu didorong oleh
insting untuk mempertahankan hidupnya dan melanjutkan eksistensi, sementara pada waktu yang sama mereka tidak mengetahui bahwa mereka tidak dapat menghindari
kematian. Hasilnya, manusia memiliki kemungkinan secara sadar untuk merasa diteror oleh kematian.
Kecemasan yang terjadi berkaitan dengan hal-hal mengenai kematian sering disebut death anxiety. Tomer 1994, dalam Cicirelli, 2002 menyatakan ketakutan
akan kematian dapat diartikan sebagai kecemasan yang dialami di dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan karena antisipasi kondisi kematian. Hal ini dianggap hal
yang biasa dan berbeda dengan kecemasan ketika seseorang mengetahui ada pistol di kepalanya, maupun kecemasan yang diakibatkan bencana alam. Templer 1970,
dalam Templer et. al., 2006 mendefinisikan death anxiety sebagai suatu kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang dialami seseorang manakala ia
memikirkan kematian, dan karena keadaan tidak jelas yang menyertai kematian. Neimeyer 2008, dalam Azaiza et al., 2011 menyatakan death anxiety
meliputi berbagai bentuk sikap terhadap kematian, yang dikarakteristikkan dengan rasa takut, ancaman, ketidaknyamanan, dan reaksi negatif lainnya, bersamaan dengan
kecemasan sebagai ketakutan yang tidak beralasan terhadap objek yang tidak jelas. Firestone 1997, dalam Tomer et. al., 2008 mengkonseptualisasikan death anxiety
sebagai fenomena kompleks yang mereprentasikan paduan proses pemikiran- pemikiran dan emosi yang berbeda, termasuk ketakutan akan kematian, teror dari
mental dan fisik yang memburuk, perasaan kesepian, pengalaman kehilangan dan perpisahan, kesedihan mengingat diri yang akan hilang, dan kemarahan yang
memuncak terhadap keadaan yang sama sekali tidak dapat dikontrol. Walaupun death anxiety memiliki pengaruh yang luas terhadap emosi-emosi yang negatif, definisi
tersebut merujuk kepada realisasi penuh bahwa hidup kita bisa berakhir. Dalam teori Self-Realization, ketakutan akan kematian muncul dari kesadaran
akan dekatnya kematian seseorang, serta ancamannya terhadap keberfungsian diri Maslow, 1968; Rogers, 1989 dalam Cicirelli, 2002. Schultz 1979 dalam Bryant,
2003 menyatakan death anxiety adalah suatu rangkaian perasaan yang dipicu oleh pemikiran-pemikiran mengenai kematian. Meskipun merupakan sebuah bentuk
kecemasan, death anxiety merupakan suatu hal yang universal. Artinya mayoritas orang di dunia memiliki ketakutan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kematian.
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa death anxiety merupakan kecemasan yang berhubungan dengan kematian, baik secara sadar
maupun tidak sadar yang timbul dari pemikiran individu mengenai kematian dan hal- hal yang berkaitan dengan kematian.
2.2.2 Penolakan terhadap Death Anxiety