Kirkpatrick 1988, dalam Gorsuch McPherson, 1989 menganalisa kembali beberapa penelitian yang menggunakan skala I-E yang lebih lama. Ia kemudian
menyimpulkan skala ekstrinsik yang terbagi kedalam kategori ekstrinsik, yaitu apa yang kita sebut dengan “Ep untuk item skala yang cenderung berorientasi personal
dan “Es” untuk item skala ekstrinsik yang lebih berorientasi sosial.
Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa orientasi religius dapat diartikan sebagai motivasi yang mendasari seseorang dalam beragama,
apakah didasari oleh dorongan-dorongan dari luar diri ataukah didorong dari keinginan untuk menjadikan agama tersebut sebuah landasan bagi kehidupannya dan
mendekatkan diri pada Tuhan, yang dapat dilihat dari caranya berperilaku dalam menjalankan ajaran agamanya.
2.4.2 Dimensi-Dimensi Religious Orientation
Allport 1950 dalam Flere Lavric, 2007 membagi orientasi religius kedalam dua dimensi yang berbeda, yaitu intrinsic religious orientation orientasi religius
intrinsik dan extrinsic religious orientation orientasi religius ekstrinsik. Dimensi- dimensi tersebut adalah:
1. Intrinsic Religious Orientation Orientasi Religius Intrinsik. Allport Ross
1967 berpendapat bahwa individu dengan orientasi ini telah menemukan motif dasar dari beragama. Kebutuhan lainnya, sekuat apapun, dianggap
kurang penting dan sebisa mungkin memiliki harmoni dengan kepercayaan
religius. Individu berusaha untuk menginternalisasikan keyakinannya dan mengikuti ajaran-ajaran agamanya. Inilah yang disebut bahwa seseorang
menjalankan keyakinanya. Keyakinan seperti ini dapat merubah eksistensi seseorang tanpa
memaksakannya pada konsep-konsep yang terbatas dan kebutuhan-kebutuhan egosentris. Tipe ini dapat disebut tipe agama yang “interioris” atau “intrinsik”
atau “berpusat diluar diri”, yang dalam kasus ini bertolak belakang dengan tipe ekstrinsik yang mengedepankan manfaat, berpusat pada diri sendiri
Allport 1950, dalam Stark dan Glock, 1968. Intrinsic religious orientation juga didefinisikan sebagai kedewasaan
spiritual Thomas, 1994 dalam Tomer et. al., 2008, atau sebagai cara hidup dan komitmen seseorang terhadap Tuhan. Orang dengan orientasi religius
intrinsik cenderung mempercayai adanya kehidupan yang lebih baik setelah kematian Tomer et. al., 2008.
2. Extrinsic Religious Orientation Orientasi Religius Ekstrinsik. Allport 1950