signifikan α = 5 dengan derajat kebebasan pembilang 29 dan penyebut 29. Karena
hitung
F
tabel
F 1,27 1,86 maka Ho diterima,
yang berarti varians kedua populasi homogen. Artinya kemampuan matematika siswa pada kedua kelas tersebut sebelum diberikan
perlakuan adalah homogen. Untuk lebih jelas, data dimaksud dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9 Hasil Uji Homogenitas Data dengan Menggunakan Uji Fisher
Kelompok Varians Db
F
hit
F
tabel
Kriteria Kesimpulan
Reception Learning
73,64 29
Discovery Learning
93,79 29
1,27 1,86
hit
F
tab
F Homogen
Dengan demikian analisis data menggunakan uji t dapat sigunakan.
C. Pengujian Hipotesis
Setelah didapat kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen. Dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Uji-t, pengujian dilakukan
untuk menguji Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara yang diajarkan dengan menggunakan Reception
Learning dan Discovery Learning.
Dari hasil perhitungan lihat lampiran 18 diperoleh harga t
hitung
= 2,34. Setelah t
hitung
didapat maka ditentukan taraf signifikan α = 5 dengan kriteria pengujian tolak Ho jika t
hitung
t
α −
2 1
1
. Dimana t
α −
2 1
1
didapat dari daftar distribusi t dengan dk = 58 n
1
+ n
2
– 2 = 30 + 30 – 2 dan peluang 1-½ α . Didapat t
α −
2 1
1
= 1,67, hasil itu diperoleh dengan cara interpolasi.
Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis Data dengan Menggunakan Uji-t
Kelompok n
Mean S
gab
db t
hitung
t
tabel
Kesimpulan
Reception Learning 30
72,90 Discovery Learning
30 67,37
9,15 58
2,34 1,67
Ho ditolak
Karena t
hitung tabel
2,34 1,67, maka dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat perbedaan hasil
belajar matematika antara yang diajarkan dengan metode Reception Learning dan Discovery Learning.
D. Analisis dan Interpretasi Data
Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata hasil belajar siswa pada kelas Reception Learning
sebesar 72,90 dengan simpangan baku 73,64, dan pada kelas Discovery Learning diperoleh rata-rata sebesar 67,37 dengan simpangan
baku 93,79. Kedua kelas tersebut pun berada dalam distribusi normal, hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian yang menyatakan bahwa L
hitung
L
tabel
0.0998 dan 0.0997 0.161. Sedangkan hasil pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan
uji-t pada taraf signifikan α = 5, yaitu didapat hasil t
hitung
= 2,34 dan t
tabel
= 1,67, ternyata t
hitung
t
tabel
. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan metode Reception Learning
dan Discovery Learning t
hitung
= 2,34 t
tabel
= 1,67. Perbedaan ini juga dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada kelas Reception
Learning yang memperoleh nilai tertinggi sebesar 90 dan nilai terendah
sebesar 55, sedangkan pada kelas Discovery Learning memperoleh nilai tertinggi sebesar 85 dan nilai terendah sebesar 45. Dapat dikatakan bahwa
perbedaan hasil belajar siswa dari dua kelas ini merupakan efek dari
perlakuan. Dari hasil perhitungan rata-rata kelas pun yang menggunakan metode Reception Learning lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kelas
yang menggunakan metode Discovery Learning. Dari hasil pengamatan selama berlangsung pembelajaran dengan metode
Reception Learning dan Discovery Learning merupakan pengalaman baru
bagi siswa dalam belajar matematika karena pembelajaran ini belum pernah diterapkan sebelumnya. Dalam pembelajaran menggunakan metode
Reception Learning siswa merasa lebih terarah dan terbimbing karena
sebelum melanjutkan ke materi selanjutnya, siswa diarahkan tentang hubungannya dengan materi sebelumnya, sedang pembelajaran dengan
menggunakan Discovery Learning menuntut siswa untuk selalu berpikir ilmiah untuk menemukan suatu rumus dari materi yang diajarkan, dan ini
menuntut seorang guru untuk lebih bersabar. Hal ini karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir siswa.
Metode Reception Learning dan Metode Discovery Learning memang masing-masing
memiliki keunggulan
secara umum
yang dalam
penggunaannya pun secara keseluruhan saling melengkapi, namun demikian dalam beberapa referensi dan hasil kajian terdapat sebuah premis bahwa
metode discovery learning lebih baik dari metode reception learning. Dalam penelitian ini, premis tersebut bisa saja benar tetapi satu hal yang harus
diperhatikan bahwa proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah berbasis pondok pesantren sebagaimana sampel penelitian ini memiliki karakteristik
yang berbeda dan unik. Karakteristik berbeda dan unik tersebut bisa diidentifikasi dengan pola
atau budaya belajar pesantren yang memposisikan guru bukan semata-mata sebagai fasilitator dalam belajar tetapi juga sebagai subjek dalam belajar
sehingga tidak jarang ditemukan guru memiliki dominasi yang tinggi dalam proses pembelajaran. Karakteristik ini jelas akan memberikan warna lain
dalam penelitian ini yang bermuara pada tidak berlakunya teori umum bahwa metode discovery learning lebih baik dari metode reception learning. Bahkan
bisa jadi dengan karakteristik dan segala unikness yang ada pada konsep
pendidikan pesantren sebagai populasi penelitian mengedepankan asumsi bahwa metode reception learning lebih tepat dari metode discovery learning.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode Reception Learning lebih mudah dicerna oleh siswa
karena pembelajarannya lebih dimengerti dan dipahami, dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode Discovery Learning. Hal ini telah
dibuktikan berdasarkan perhitungan statistika yang telah dilakukan, dan telah terbukti bahwa terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika antara
siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode Reception Learning dan Discovery Learning.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Reception Learning
khususnya model Advanced Organizer lebih besar dari pada hasil belajar siswa yang diajar dengan metode Discovery
Learning, hal ini bisa dilihat berdasarkan hasil penelitian, dan
metode Reception Learning khususnya model Advanced Organizer lebih relevan digunakan pada pokok bahasan Teorema Pythagoras.
2. Menggunakan Advanced Organizer, materi yang disajikan guru akan lebih terorganisir dan terarah, selain itu siswa akan lebih mudah
menerima materi baru karena ada kaitannya dengan materi yang pernah diajarkan sebelumnya oleh guru.
B. Saran