BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa kemudian
tua, manusia mengalami proses pendidikan yang diperoleh dari orang tua, masyarakat serta lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya penerang yang
berusaha menuntun manusia dalam menentukan arah, tujuan dan makna kehidupan ini. Manusia membutuhkan pendidikan melalui penyadaran yang
berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya melalui metode pengajaran atau dengan cara lainnya yang telah diakui masyarakat.
Pendidikan adalah usaha sadar dan sengaja serta terorganisir guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta perubahan-
perubahan tingkah laku yang diharapkan, sebagaimana yang terkandung dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah “ilmu struktur yang
terorganisasikan”.
1
Fungsi mata pelajaran matematika adalah “sebagai alat, pola fikir, dan ilmu atau pengetahuan”.
2
Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika di Sekolah.
Adapun tujuan pembelajaran matematika sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada penataan nalar dan
pembentukan sikap siswa, dan memberikan penekanan pada keterampilan dan penerapan matematika baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
membantu pelajaran ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam
Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional pada Bab II Pasal 3 yaitu :
1
E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, Bandung: Tarsito, 1980, hal. 146.
2
Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2001, hal. 56.
“Pendidikan nasional berfungsi mengemban kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa,
bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
3
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diperlukan adanya pendidik profesional, keberadaannya dalam dunia pendidikan baik yang bersifat formal
maupun non-formal berupaya mengembangkan segala potensi sumber daya manusia secara totalitas intelektual, rasional, perasaan, cipta dan karya
manuisa, sehingga peserta didik dapat mengetahui betul akan potensi yang dimilikinya. Oleh karena itu, peranan pendidik sangatlah penting, artinya
dalam proses belajar mengajar seorang pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menentukan tujuan pendidikan.
Berbicara tentang pendidikan memang tidak semudah yang dipikirkan, banyak masalah yang ada di dalamnya, misalnya tentang kualitas. Masalah
kualitas pendidikan merupakan salah satu masalah yang krusial, dan ini sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia,
diantaranya masalah kuantitas, efektifitas, efisiensi, dan relevansi. Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut di atas. Namun, upaya-upaya tersebut masih bersifat umum dan global, belum menyentuh maslah-masalah yang langsung dihadapi di
dalam kelas. Disadari atau tidak bahwa sebaik apapun kurikulum pendidikan yang disiapkan, jika tidak diimplementasikan dengan tepat dan benar oleh
guru dan siswa di dalam kelas, maka tidak akan memberikan hasil yang optimal.
Oleh karena itu, agar mendapatkan proses pembelajaran yang lebih optimal, maka guru harus bisa seefektif mungkin dalam menggunakan metode
pembelajaran yang dipergunakan. Peran guru dalam pemilihan metode yang tepat dalam pembelajaran akan bisa mendapatkan hasil yang baik bagi siswa.
3
Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, 192 : 7.
Di dalam dunia pendidikan materi-materi sangatlah banyak, salah satunya adalah pembelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa dalam setiap jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, dari tingkat Sekolah Dasar SD sampai
tingkat Sekolah Menengah Umum SMU, bahkan sampai ke tingkat Perguruan Tinggi PT. Dalam mempelajari matematika, siswa diajak untuk
berpikir secara praktis dan sistematis. Dengan memiliki pola pikir seperti itu akan berguna bagi siswa yang menghadapi berbagai permasalan di dunia kerja
kelak. Mengingat sebagian besar lapangan pekerjaan yang ada membutuhkan dasar matematika yang kuat, seperti: asuransi, perdagangan, akuntan, dan lain-
lain, yang tentunya sangat diharapkan siswa dapat menguasai matematika dengan baik, namun justru sebaliknya, sebagian besar siswa umumnya kurang
menguasai matematika bahkan cenderung membencinya. Hal ini diindikasikan karena materi-materi yang terdapat di dalam
matematika merupakan bahasan yang serba memerlukan daya pikir yang logis, dan sistematis, seperti himpunan, aljabar, trigonometri dan lain sebagainya.
Melihat kondisi tersebut, nampaknya matematika merupakan pelajaran yang sukar bagi siswa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Suratini, yang dikutip
Muslimah Zahro mengatakan bahwa “pelajaran matematika di sekolah merupakan pelajaran yang tergolong sulit, hal ini ditunjukkan dengan hasil
pencapaian keberhasilan siswa pada sub pokok bahasan yang ditunjukkan dari hasil ulangan harian dan tes hasil belajar pada akhir caturwulan tidak lebih
dari 60.”
4
Alisuf Sabri mengatakan “diperolehnya nilai-nilai yang rendah pada hasil latihan baik latihan di kelas maupun pekerjaan rumah dan
rendahnya hasil ulangan harian atau postest oleh siswa merupakan gejala kesulitan belajar yang nyata. Nilai-nilai rendah yang dicapai siswa inilah yang
dapat dijadikan indikator yang kuat tentang adanya kesulitan belajar yang dihadapi siswa.”
5
Dari sini kemudian timbulah apa yang disebut kesulitan
4
Muslimah Zahro, Efektifitas Reward Terhadap Prestasi Matematika Anak Usia Sekolah Dasar, Laporan Penelitian, Fakultas Pascasarjana,
UGM Yogyakarta Jakarta: Perpus PDII-LIPI, 1990, hal. 4.
5
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, hal. 88-89.
belajar learning difficulty.
6
Kesulitan belajar disini adalah kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap suatu pelajaran di sekolah. Hal ini dapat
terjadi pada semua tingkat maupun jenjang pendidikan. Kesulitan tidak hanya dialami oleh siswa berkemampuan rendah, siswa berkemampuan tinggi pun
mengalaminya, dan tentunya kesulitan belajar tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor penyebabnya dapat berasal dari internal siswa maupun eksternal siswa yang keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan
satu dan yang lainnya. Orang tua, sekolah, guru maupun lingkungan sekitar siswa dapat menjadi faktor eksternal. Guru mempunyai peran yang sangat
penting dan dituntut untuk dapat menyajikan pelajaran yang mampu menarik minat siswa untuk belajar lebih giat, supaya apa yang dicita-citakan dapat
tercapai. Pencapaian dalam proses pembelajaran harus disesuaikan pula dengan
metode pengajaran yang relevan, misalnya pada pokok bahasan yang memerlukan alat peraga, maka guru harus menerangkan dengan alat peraga
juga. Hal ini dimaksudkan agar materi yang disampikan dapat diserap dengan baik oleh siswa. Jangan sampai bahasan yang memerlukan alat peraga, tetapi
guru hanya menerangkan konsep tersebut secara abstrak, maka kemungkinan besar siswa tidak akan menangkap konsep tersebut. Dengan demikian
diperlukan metode pembelajaran matematika yang membuat siswa-siswi merasa mudah dan menyenangkan dalam mempelajari matematika. Untuk
selanjutnya diharapkan akan memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan oleh
peserta didik disetiap jenjang pendidikan untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan
matematika diperlukan oleh semua orang untuk kehidupan sehari-hari.
7
6
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Rosda Karya, 1995, hal. 173.
7
Baso Intang Sappaile, Pengaruh Metode Mengajar Ragam Test terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Mengontrol Sikap Siswa,
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 056, September , 2005, hal. 669.
Karena matematika adalah cara atau metode berfikir dan bernalar, serta merupakan pelajaran yang banyak sekali mengandung ide-idekonsep-konsep
yang tersusun secara hirarkis, sebagaimana yang dinyatakan oleh Hudoyo: “Matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang
tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif”.
8
Hal tersebut di atas menegaskan bahwa pemahaman akan satu konsep matematika akan sangat dipengaruhi oleh konsep sebelumnya. Dengan adanya
kenyataan seperti ini, guru diharapkan untuk lebih meningkatkan kualitas proses belajar mengajar matematika, agar siswa dapat memahami konsep-
konsep atau ide-ide matematika, namun kenyataannya masih banyak hambatan-hambatan yang ditemui, salah satunya adalah lemahnya daya ingat
siswa terhadap pokok bahasan yang sudah dikuasai sehingga akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan selanjutnya.
Banyak faktor yang menyebabkan lemahnya daya ingat siswa terhadap materi yang sudah dikuasai yang menurut law of disuse dari Higard dan
Bower seperti yang dikutip Syah, “lupa terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunakan atau dihapalkan siswa”.
9
Gejala ini menjadikan siswa sulit memahami materi yang diajarkan guru, hal ini
menyebabkan siswa tersebut menjadi sulit memahami pelajaran matematika sehingga menjadi tidak tertarik serta acuh tak acuh terhadap matematika.
Dalam proses belajar mengajar, daya ingat siswa terhadap materi pelajaran yang sudah dikuasai akan sangat mempengaruhi prestasi belajar
siswa berikutnya. Hal ini dinyatakan oleh Suryabrata: “Pribadi manusia beserta aktifitas-aktifitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan
proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh- pengaruh dan proses-proses dimasa yang lampau”.
10
Maka amat disayangkan apabila sebagian besar siswa tidak bisa mengaitkan informasi-informasi yang
telah diberikan guru terhadap pokok bahasan selanjutnya. Berkaitan dengan
8
Herman Hudojo, Strategi Mengajar Belajar Matematika, Malang: IKIP Malang, hal 4.
9
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Rosda karya, 1996, hal. 160.
10
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: CV Rajawali, 1987, hal 43.
hal tersebut, maka guru perlu menguasai teori belajar matematika. Pemilihan teori berlajar yang tepat akan memperoleh tujuan belajar yang diharapkan.
11
Ada banyak metode pembelajaran yang ada dalam matematika, yang bisa membuat siswa senang dan gembira terhadap matematika, metode yang
diterapkan oleh guru baru barguna dan berhasil jika mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun realitanya yang ada penggunaan variasi metode
yang diterapkan masih sangat kurang berhasil guna, karena hal tersebut masih dianggap sulit untuk diaplikasikannya, baik oleh guru yang mengajarkannya
ataupun siswa yang menerimanya. Dengan demikian, sebagai pendidik perlu menerapkan suatu metode
yang lebih efektif kepada peserta didiknya. Setiap metode yang digunakan mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing-masing, tidak ada satu
metode pun yang dianggap ampuh untuk segala situasi. Bahkan seringkali terjadi pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode
secara bervariasi. Namun dapat pula suatu metode dilaksanakan secara berdiri sendiri, hal ini tergantung kepada pertimbangan situasi belajar mengajar yang
relevan. Agar dapat menerapkan suatu metode yang relevan dengan situasi tertentu perlu dipahami keadaan metode tersebut, baik kelebihannya maupun
kelemahannya. Salah satu tokoh yang terkenal akan teori belajarnya yaitu Ausubel
yang mengemukakan teori bermakna, artinya bahan belajar itu cocok dengan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Untuk
itu akan diteliti dua buah aplikasi tentang teorinya yaitu: Metode Reception Learning
belajar dengan menerima dengan menggunakan model Advanced Organizer
dan metode Discovery Learning belajar dengan penemuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar siswa pada pokok bahasan Teorema
Pythagoras. Yang dimaksud metode Reception Learning belajar dengan
menerima adalah teknik penyajian pengajaran dimana materi yang disajikan
11
Lisnawaty Simanjuntak, dkk., Metode Mengajar Matematika, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hal. 229.
kepada siswa lengkap sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan. Adapun Ausubel menerangkan konsep ini dengan model Advanced
Organizer. Advanced Organizer sendiri merupakan suatu alat pengajaran
untuk mengaitkan bahan-bahan pembelajaran baru dengan pengetahuan awal.
12
Sedangkan metode Discovery Learning belajar dengan penemuan akan dilakukan secara terbimbing, dalam artian guru hanya memberikan
petunjuk-petunjuk awal yang akan digunakan siswa untuk menemukan konsep dari pokok bahasan. Dalam penelitian ini akan diteliti tentang ada tidaknya
perbedaan metode Reception Learning khususnya model Advanced Organizer
dan metode Discovery Learning pada pokok bahasan Teorema Pythagoras.
Dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai seberapa besar perbedaan pembelajaran yang
menggunakan metode Reception Learning dengan pendekatan Advanced Organizers
dan metode Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa,
seperti yang dirumuskan dalam skripsi yang berjudul : “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Diajar Dengan Metode Reception
Learning Dan Metode Discovery Learning”. B.
Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa?
2. Apakah penerapan metode Reception Learning dan metode Discovery Learning
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa? 3. Apakah metode Reception Learning dan metode Discovery Learning
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?
12
Mohamad Nur, Strategi-Strategi Belajar, Surabaya: UNS, 2000, hal 13.
4. Apakah terdapat perbedaan antara metode Reception Learning dan metode Discovery Learning
terhadap hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Teorema Pythagoras?
C. Pembatasan Masalah