Analisis Kesesuaian Penerapan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan No.109 Mengenai Penyajian Laporan Keuangan Dana Zis ( Studi Kasus BAZIS-DKI Jakarta)

(1)

ANALISIS KESESUAIAN PENERAPAN PERNYATAAN STANDAR

AKUNTANSI KEUANGANNO. 109 MENGENAI PENYAJIAN LAPORAN

KEUANGAN DANA ZIS

( Studi Kasus BAZIS-DKI Jakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh : SITI KHOLIFAH

1111046300005

KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi م مسب KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas izin, rahmat dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka

memenuhi persyaratan mencapi gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah pada Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan umat Islam Nabi Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, sahabat dan seluruh umatnya, yang Insya Allah kita termasuk di dalamnya. Didorong oleh semua itu penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Kesesuaian Penerapan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 Mengenai Penyajian Laporan

Dana ZIS”

Selanjutnya, penulis pun menyadari bahwa selesainya skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Asep Saepuddin Jahar, MA,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Muamalat dan Bapak Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Sekretaris Porgram Studi Muamalat


(7)

vii

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Supriyono, S.E., M.M. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan pengarahan, ilmu, bimbingan, serta motivasi kepada penulis dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak M. Mujibur Rohman, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Kepada seluruh Dosen dan Karyawan Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan pengetahuan dan bantuannya kepada penulis. Serta para pengurus Perpustakaan yang senantiasa memberikan pelayanan kepada para mahasiswa. 6. Terima kasih banyak dan peluk hangat kepada kedua oaring tua-ku Bapak

Hamzah dan Ibu Mulyati. Atas segala do’a dan dukungannya bail materil maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tanpa kenal lelah membimbing dan memberikan kepercayaan kepadaku untuk belajar dan terus belajar untuk menciptakan masa depan yang cerah

7. Ketua Pimpinan BAZIS DKI-Jakarta yang telah memberikan izin penelitian kepada peneliti serta Bapak Teuku Agam Firdiansyan, S.E. yang telah meluangkan waktunya dan memberikan arahan, informasi, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Terimaka kasih kepada kakak-kakak dan adik-adik-ku atas dukungan dan


(8)

viii

9. Keluarga besar Manajemen ZISWAF’11 (Siti Kholifah, Nurseha Satyarini, Rozalia, Mitra Yunimar, Rini Dian Haerani, Haslinda, Putri Novianti, Nur Addini Rahma, Siti Latifah, Punky Septiani, Ramadhana, Syaipudin Elman, Muh. Akbar Satria, Achmad Rendy, Hendriansyah, Achmad Romdhoni dan Ali Ma’ruf, yang banyak membantu memberikan masukan, saran, kritik kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10.Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu, terimakasih atas motivasi, dukungan dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata hanya kepada Allah jualah penulis memanjatkan doa serta rasa syukur yang telah membuat satu persatu impian penulis terwujud. Penulis sangat sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, karena penulis bukanlah makhluk yang sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

bagi para pembaca. Aamiin Yaa Rabbal’Alamin...

Ciputat, September 2015 M Dzulhijjah 1436 H


(9)

ix

DAFTAR ISI

JUDUL………. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING………. ii

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG……… iii

LEMBAR PERNYATAAN………. iv

ABSTRAK. ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1

B. IdentifikasiMasalah ... 6

C. BatasandanRumusanMasalah ... 7

D. TujuandanManfaatPenelitian ... 8

E. TinjauanKajianTerdahulu ... 9

F. KerangkaTeoridanKonseptual ... 12

G. MetodePenelitian ... 17


(10)

ix

BAB II LANDASAN TEORI A. LembagaAmil Zakat

1. PengertianLAZ ... 23

2. DasarHukumLAZ ... 24

a. HukumSyariat ... 26

b. HukumPositif ... 28

3. TujuandanHikmahLAZ ... 29

4. Ketentuan UUD Pelaksanaan LAZ……….……..32

B. LaporanKeuangan Dana ZIS 1. PengertianLaporanKeuangan ... 34

2. TujuanLaporanKeuangan ... 34

3. PrinsipLaporanKeuangan………...…..35

C. PernyataanStandarAkuntansiKeuangan No. 109 1. Pengertian PSAK 109 ... 38

2. Tujuan PSAK 109 ... 40

3. AplikasiAkuntansi PSAK 109... 41

4. StandarAkuntansi di Indonesia……….……...47

BAB III METODE PENELITIAN A. ObjekPeneltian ... 49

B. JenisdanSumber Data ... 53


(11)

ix

D. TeknikPengumpulan Data ... 55

E. MetodeAnalisis Data ... 56

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 1. AnalisisKesesuaianPenerapan PSAK 109 pada BAZIS DKI-Jakarta……….66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 87

B. Saran-saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(12)

DAFTAR TABEL

Gambar 1.1 Kerangka Konsep……….16

Gambar 2.2 Tujuan Laporan Keuangan APB Statement No.4………35

Gambar 3.3 Metode Pengukuran Kesesuaian Grounded Theory Method….……….57

Tabel 4.1 Jurnal penerimaan Zakat PSAK No. 109………...………..67

Tabel 4.2 Jurnal Penyaluran Zakat PSAK 109………..…..69

Tabel 4.3 Jurnal Penyaluran Dana Infak PSAK 109………...70

Tabel 4.4 Jurnal Bagian Amil PSAK 109………...…….72

Tabel 4.5 Jurnal Beban Operasional Amil PSAK 109……….………...73

Tabel 4.6 Jurnal Kesimpulan Hasil Analisis………74

Tabel 4.7 Jurnal Perbandingan Penyajian PSAK 109……….82


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berkembang pesatnya lembaga keuangan syariah dan lembaga amil zakat telah menarik banyak pihak untuk mengetahui lebih dalam tentangnya. Bukan hanya kajian dari sisi landasan konseptual dan penerapan fikihnya, namun juga berkaitan langsung dari sisi manajemen operasional, khususnya dalam hal pendokumentasian transaksi syariah. Ditengah pesatnya perkembangan transaksi syariah tersebut, maka kebutuhan atas akuntansi syariah makin meningkat. Akuntansi sebagai proses untuk melaporkan transaksi keuangan perusahaan tentu harus dapat mengikuti seluruh perkembangan transakasi yang sedang berlangsung.

Pengelola zakat membutuhkan dukungan system akuntansi dan system informasi manajemen yang memadai agar zakat benar-benar dapat memiliki fungsi sosial yang mengurangi kesenjangan ekonomi umat. Pengelolaan zakat yang profesional memiliki sumberdaya manusia, memiliki kemampuan manejerial, pengetahuan agama serta keahlian khusus. Dalam pandangan pemikir-pemikir akuntansi Islam, konsep zakat merupakan suatu konsep yang tidak dapat dipisahkan dari bisnis. Akuntansi Islam melihat perusahaan sebagai bisnis dari


(14)

2

masyarakat keseluruhan. Pengelolaan dana zakat secara profesional dibutuhkan suatu badan khusus yang bertugas sesuai dengan ketentuan syariah, mulai dari perhitungan dan pengumpulan zakat hingga pendistribusiannya. Semua ketentuan tentang zakat yang diatur dalam syariat Islam, menuntut pengelola zakat harus akuntabel dan transparan. Semua pihak dapat mengawasi dan mengontrol secara langsung.1

Laporan keuangan digunakan sebagai bentuk transparansi pengelolaannya dan juga sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada donatur atau pengguna laporan keuangan lainnya. Maka dari itu, dibutuhkan laporan keuangan sebagai media antara pengelola dan masyarakat. Menurut standar akuntansi no.1 tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat terbagi sejumlah besar pemakai dan pengambil keputusan.2

Laporan keuangan lembaga amil menjadi salah satu media untuk pertanggung jawaban operasionalnya, yaitu dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS). Untuk itu agar laporan keuangan tersebut akuntabel dan transparan maka dibutuhkan standar akuntansi yang mengaturnya. Bagi institusi yang didirikan hanya khusus untuk mengelola dana zakat, infak, dan sedekah atau bisa juga disebut Amil, maka penyusunan

1

Jurnal Akuntansi Aktual, Vol 2, Nomor 1, Januari 2013, h. 24.

2

Ikatan Akuntansi Indonesia, pedoman Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta : IAI, 2001), h.1


(15)

3

laporan keuangannya menggunakan PSAK 109, Standar Akuntansi yang mengatur tentang zakat, infak, sedekah, dan dana sosial lainnya.3

Peryataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 mengatur penyajian laporan keuangan suatu entitas atau lembaga sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Yang mencakup bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan. Serta catatan atas laporan keuangan penggolongan unsur dalam laporan keuangan, dan dasar-dasar yang digunakan untuk menghasilkan jumlah yang di cantumkan dalam laporan keuangan.4

Seiring berkembangannya Lembaga Amil Zakat (LAZ) maka laporan keuangan Amil zakatpun harus sesuai dengan transaksi yang ada di Lembaga Amil Zakat tersebut. Untuk itu, akuntansi dalam hal menangani laporan keuangan harus mengikuti perkembangan yang ada. Laporan Keuangan Amil Zakat bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut pelaporan atas penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Selain itu, laporan keuangan Amil Zakat juga bertujuan sabagai alat pertanggung jawaban (akuntabilitas) dan transparansi pengelolaan keuangan kepada para pemangku kepentingan serta sebagai alat untuk evaluasi kinerja manajerial dan organisasi.5

3

M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta: kencana, 2006), h. 17.

4

Sofyan Safri Harahap, Teori Akuntansi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo persada, 1993), h.268.

5


(16)

4

Sampai saat ini sudah ada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang mengatur tentang akuntansi Lembaga ZIS. Namun, merujuk pada akuntansi konvensional serta praktik dari Lembaga ZIS yang telah beroperasi di Indonesia saat ini, maka perlakuan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah jauh berbeda. Hal ini disebabkan akuntansi untuk zakat, infak/sedekah harus dilakukan pencatatannya secara terpisah atas setiap dana yang diterima.

Selain masalah pencatatan akuntansi yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.109, yang juga harus menjadi perhatian adalah pengelolaan oleh pengelola Lembaga Amil Zakat. Pengelola Lembaga Amil Zakat harus melakukan kegiatannya sesuai dengan ketentuan syariah atas dana ZIS.

Untuk pelaksanaan akuntansi, Dewan Syariah Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mengelurkan Exposure Draft (ED) 109 tentang akuntansi untuk Lembaga amil zakat, infak/sedekah. Dengan telah diterbitkan Exposure Draft (ED) No.109 tersebut diharapkan pengelolaan zakat, infak dan sedekah akan lebih transparan dan mencapai sasaran, sesuai dengan tuntunan syariah.6

Dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah, diperlukan kebijakan akuntansi tertentu yang terkait dengan transaksi dan pos-pos laporan keuangan agar menghasilkan informasi yang dapat diandalkan dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi para pemakai laporan keuangan.

6

Mahmudi, Sistem Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat, (Yogyakarta: P3EI Press, 2009), h. 25.


(17)

5

Kebijakan akuntansi adalah prinsip khusus, dasar, konvensi, peraturan, dan praktik yang diterapkan entitas syariah dalam penyusunan dan menyajikan laporan keuangan. Atas kebijakan akuntansi ini, Pernyataan Penyajian Standar Keuangan No. 101 dan No. 109 telah mengaturnya.7

Lembaga Amil Zakat yang memiliki dan menginstrumenkan laporan keuangannya sesuai dengan pedoman PSAK no. 109. Maka, lembaga tersebut sudah dikatakan efisien dalam kinerjanya.

Dapat di simpulkan bahwa adanya PSAK No.109 memiliki dua alasan utama, yaitu : suatu tuntutan atas pelaksanaan Lembaga Amil Zakat dan adanya kebutuhan akibat pesatnya perkembangan Lembaga Amil Zakat. 8

Berdasarkan keterangan yang telah diuraikan di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih lanjut lembaga amil zakat dalam menyajikan laporan keuangan secara wajar, kebijakan akuntansi, dan informasi komperatif. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “ANALISIS KESESUAIAN PENERAPAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 109 MENGENAI PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DANA ZAKAT,

INFAK, DAN SEDEKAH” (STUDI KASUS BAZIS DKI JAKARTA).

7

Slamet wiyono, Taufan Maulana, Memahami Akuntansi Syariah Indonesia, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012), h. 103.

8

Sri Nurhayati , Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta : Salemba Empat, 2011), h. 2


(18)

6

B. Identifikasi Masalah

Kemungkinan ada beberapa permasalahan yang dapat muncul dari penelitian ini, dengan meninjau dari berbagai perspektif. Pertama adalah masalah yang akan muncul berkaitan mengenai standar akuntansi yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Standar ini dibuat tidak dalam kurun waktu yang tiba-tiba atau tanpa alasan yang jelas. Pastilah ada maksud Dewan Standar Akuntansi Keuangan dalam rencana Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Khususnya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 109.

Selanjutnya permasalahan yang akan muncul sudah sampai sejauh mana Peryataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 mengenai penyajian Laporan keuangan Syariah dijalankan dengan baik.

Kemudian ketika Lembaga Amil Zakat tidak dapat atau tidak melaksanakan standar yang telah disusun atau ditetapkan oleh dewan standar akuntansi keuangan adakah sanksi bagi Lembaga Amil Zakat tersebut, atau apakah memang tidak ada sanksi yang akan di dapat oleh Lembaga Amil Zakat tersebut. Sehingga pertanyaan selanjutnya yang akan muncul adalah untuk apa Standar Akuntansi Keuangan disusun dan di tetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Syariah.


(19)

7

C. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Pokok pemasalahan yang ada didalam penelitian ini penulis akan membatasinya pada ruang lingkup, sebagai berikut :

1) Sejauh mana penerapan Penyajian Standar Akuntansi Keuangan No. 109 mengenai Penyajian Laporan Keuangan dana ZIS ini diterapkan oleh Badan Amil Zakat (BAZ).

2) Data-data laporan keuangan yang digunakan dibatasi pada tahun 2010 dan 2014. Alasan digunakannya data-data pada tahun tersebut adalah karena data tersebut merupakan data paling mutakhir.

2. Perumusan Masalah

Dari batasan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis maka selanjutnya akan di paparkan pula rumusan masalah yang meliputi :

1) Bagaimana praktek pelaporan akuntansi zakat pada BAZIS-DKI Jakarta ?

2) Bagaimana kesesuaian Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.109 dalam menyajikan laporan keuangan dana ZIS pada lembaga BAZIS DKI Jakarta?


(20)

8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah penulis dipaparkan sebelumnya akan dipaparkan selanjutnya mengenai tujuan penelitian sebagai berikut :

a. Mengetahui apakah Badan Amil Zakat (BAZ) dalam hal ini BAZIS-DKI Jakarta telah menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 109 mengenai penyajian Laporan keuangan dana Zakat, Infak, dan Sedekan (ZIS).

b. Menjelaskan sudah sejauh manakan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 mengenai penyajian Laporan Keuangan dana zakat oleh Lembaga Amil Zakat dalam hal ini BAZIS-DKI Jakarta.

c. Menjelaskan kendala-kendala yang dialami oleh Lembaga Amil Zakat dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 mengenai penyajian Laporan Keuangan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS), dalam hal ini kendala yang dialami BAZIS-DKI Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu sebagai berikut:


(21)

9

a. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan menambah sejumlah studi mengenai lembaga amil zakat dalam menyajikan laporan keuangan dana ZIS.

b. Bagi Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian yang menarik dan dapat menambah wawasan serta cakrawala keilmuan khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.109 tentangan penyajian laporan keuangan dana ZIS .

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan pada penelitian ini antara lain :

No. Nama Peneliti, Judul Penelitian

Keterangan dan

Isi Penelitian Perbedaan 1. Erwin Mahardika

Putra “Evaluasi Aplikasi PSAK 102 (Murabahah), PSAK

Skripsi ini membahas tentang perilaku akuntansi pembiayaan murabahah,pembiayaan

Skripsi ini membahas tentang analisis kesesuaian penyajian laporan keuangan dana


(22)

10

2

105 (Mudharabah), PSAK 109 (Dana ZIS) dan PSAK 101 di BMT Mekar”. Konsentrasi

Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta tahun 2013.

Giska “Respon Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Forum Zakat (FOZ), dan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) Terhadap Exposure Draft PSAK No.109 Tentang Akuntansi

mudharabah, dan dana ZIS dalam penyajian laporan keuangan berdasarkan PSAK 101 di BMT Mekar

Da’wah. Penelitian ini

dilakukan tahun 2013

Skripsi ini membahas tentang pandangan, perdebatan dan dampak dari pengesahan Exposure Draft PSAK No.109 tentang Akuntansi ZIS dari sudut pandang DSN-MUI, FOZ dan IAI. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011.

ZIS dengan PSAK 109. Penelitian ini dilakukan di BAZNAS dan BAZIS DKI Jakarta pada tahun 2015.

Skripsi ini membahas tentang analisis kesesuaian penyajian laporan keuangan dana ZIS dengan PSAK 109. Penelitian ini dilakukan di BAZNAS dan BAZIS DKI Jakarta pada tahun 2015.


(23)

11

3

Zakat, Infak dan Sedekah Tahun

2010”. Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta tahun 2011.

Brian Aderinanda Bahri “Analisis Penerapan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.101 Revisi Tahun 2011 Mengenai Penyajian Laporan

Keuangan Syariah”.

Konsentrasi Asuransi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta.

Skripsi ini membahas tentang penerapan PSAK No.101 (revisi 2011) pada laporan keuangan dan sejauh mana penerapan PSAK No.101 di PT. Asuransi Takaful Keluarga. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014.

Skripsi ini membahas tentang analisis kesesuaian penyajian laporan keuangan dana ZIS dengan PSAK 109. Penelitian ini dilakukan di BAZNAS dan BAZIS DKI Jakarta pada tahun 2015.


(24)

12

F. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam penyusunan skripsi, maka penulis perlu menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan judul skripsi ini, diantaranya tentang ruanglingkup akuntansi syariah No. 101 dan PSAK No. 109 mengenai Penyajian Laporan Keuangan dana zakat, infak, sedekah, dan dana sosial lainnya.

Menurut Amarican Accounting Assocation dalam buku “A Statement of Basic Accounting Theory”, pengertian akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.9

Sedangkan pengertian akuntansi syariah yaitu suatu identifikasi, klarifikasi, pendapatan dan pelaporan malalui proses perhitungan yang terkait dengan transaksi keuangan sebagai bahan informasi dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulul, riba, maisir, gharar barang yang diharamkan dan membahayakan. 10 landasan syari’ah terkait akuntansi syariah tersebut yaitu terdapat dalam firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 282.

9

Muhammad, Prinsip-prinsip Akuntansi Dalam Al-Qur’an ( Jakarta : UII Press, 2000),

10


(25)

13



























































































































































































































































































































“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah [179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan


(26)

14

menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Adapun yang dimaksud dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.109 adalah bingkai pemikiran dan aktivitas yang mencangkup dasar-dasar akuntansi dan proses-proses operasional yang berhubungan dengan penentuan, penghitungan, penilaian harta, pendapatan, menetapkan


(27)

15

kadar zakatnya dan pendistribusian hasilnya kepada pos-posnya sesuai dengan hukum-hukum dan dasar-dasar syariat Islam.11

Dalam PSAK No.109 bentuk pelaporannya diuraikan melalui dua bagian, pertama, akan dijelaskan pos-pos pendapatan dari dana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS), non halal, dan dana operasinal; dan kedua, pelaporan pemberdayaan dana ZISWAF. 12

Landasan syari’ah tersebut memberikan isyarat bahwa keberadaan akuntansi dalam sebuah Lembaga Amil Zakat menjadi wajib. System akuntansi bertujuan menghasilkan laporan keuangan sebagai informasi bagi para pemakainya. Dalam proses akuntasi tersebut terdapat sebuah standar akuntansi yang mengaturnya. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.109 mengenai Penyajian Laporan Keuangan dana ZIS adalah transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi pos-pos penerimaan, pemberdayaan dana, penyisihan teknisi, dan dana tabarru’.Dengan demikian, adanya sebuah pemisah antara dana tabarru’ dan dana pengelola adalah keharusan dalam pelaporan keuangan dana zakat, infak, dan Shadaqah.

11

DR. Husayn Syahatah, Akuntansi Zakat, (Jakarta: Pustaka Progressif), h.29-30

12


(28)

16

2. Kerangka Konsep

Keterangan :

1. Penulis melakukan wawancara dan observasi Laporan keuangan tahunan kepada Lembaga Amil Zakat yang dituju. Dalam hal ini saya melakukan observasi ke BAZIS DKI Jakarta.

2. Setelah penulis memiliki kumpulan data primer yaitu berupa hasil wawancara, Laporan Keuangan tahun 2010 dan 2013 dan PSAK No.109. Data siap diolah.

3. Langkah selanjutnya penulis mempelajari hasil dari wawancara, Laporan Keuangan Lembaga tertuju dan PSAK No.109, penulis

Wawancara dan Observasi Laporan Tahunan Lembaga

Amil Zakat

Lembaga Amil Zakat

PSAK No. 109 Penyajian Laporan

Keuangan Dana

Kumpulan Data Primer siap


(29)

17

menyesuaikan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.109 Laporan keuangan dana ZIS.

4. Setelah data diolah penulis memberikah hasil dari analisis kesesuaian dari Laporan Keuangan BAZNAS dan BAZIS DKI dengan PSAK No.109.

G. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah BAZIS DKI Jakarta yang berlokasi Jl. Surya Pranoto, Gedung Sasana Karya, Jakarta Pusat.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.13 Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendeskrifsikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya, sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang situasi-situasi dilapangan apa adanya.

3. Pendekatan Penelitian

13


(30)

18

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dah pendekatan kualitatif. Kuantitatif kerena data-data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka pada sebuah laporan keuangan Badan Amil Zakat (BAZ). Kualitatif karena data-data yang diperoleh berdasarkan buku-buku, majalah, Koran, kajian pustaka terdahulu, serta artikel yang dikumpulkan penulis dan berhubungan dengan permasalahan dalam pembahasan skripsi ini.

4. Jenis dan sumber Data a. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dalam bentuk laporan keuangan Lembaga Amil Zakat dan kualitatif berupa literatur-literatur kepustakaan, koran, artikel, dan sebagainya.

b. Sumber Data 1) Data Primer

Bersumber dari observasi langsung pada Lembaga Amil Zakat yang terkait dalam penelitian ini adalah BAZIS DKI Jakarta yang berupa Laporan keuangan pada tahun 2010 dan 2014.


(31)

19

Bersumber dari buku-buku, koran, majalah, website, penelitian terdahulu dan sumber-sumber tertulis lainya yang mengandung informasi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penulisan mengadakan penelitian terhadap literature-literatur yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini, berupa skripsi terdahulu, buku-buku, majalah, surat kabar, artikel, bulletin, brosur, internet, dan sebagainya.14

b. Penelitian lapangan (field research), yakni penulisan pengumpulan data-data secara langsung ketempat objek penelitian. Teknik pengumpulan data dengan melalui dua cara, yaitu :

1) Observasi, yaitu dengan datang dan meninjau langsung ke kantor BAZIS-DKI Jakarta.

2) Wawancara (interview), yaitu pengumpulan informasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak yang terlibat dengan penelitian ini baik secara langsung maupun yang tidak langsung.

14

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 23


(32)

20

6. Teknik Analisis Data

Data-data yang terkumpul, kemudian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif berupa kata-kata atau simbol, untuk selanjutnya dilakukan content analisis (riset dokumen), karena pengumpulan data dan informasi akan dilakukan melalui pengujian arsip dan dokumen.

Tahapan dalam content analisis adalah sebagai berikut :

1) Unitizing (pengunitan), adalah upaya untuk mengambil data yang tepat untuk kepentingan penelitian. Data-data tersebut seperti laporan keuangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109, buku-buku referensi, berita, data-data dari internet, data wawancara. 2) Sampling (penyemplingan), adalah mencari sampel yang dapat

digunakan dalam mendukung penelitian. Dalam hal ini berupa kutipan ataupun contoh-contoh.

3) Reducing (pengurangan) adalah penyederhanaan dari unit-unit yang telah diperoleh, sehingga data yang di dapat lebih efesien. Dalam hal ini unit berfocus pada laporan keuangan lembaga Amil Zakat.

4) Abductively inferring adalah melakukan penarikan kesimpulan melalui analisa yang lebih jauh, sehingga dapat timbul makna yang luas, sebab-akibat serta arahan atau acuan.


(33)

21

5) Narrating (penarasian) adalah merupakan tahapan akhir yakni upaya dalam menjawab hasil dari penelitian yang telah dilakukan.15

Setelah semua data terkumpul dan telah dilakukan content analisis, maka maka penulis melanjutkan tahap analisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Pada tahap ini, data dideskripsikan dan dianalisis sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini data yang digunakan adalah Laporan Keuangan Badan Amil Zakat BAZIS-DKI jakarta.

H. Sistematika Penulisan

Penulis membagi penulisan skripsi ini menjadi kedalam 5 (lima) bab dan terdiri atas beberapa sub bab tersebut secara sistematis adalah sabagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjuan kajian terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode penelitian, rencana waktu penelitian, serta sistematika penulisan.

15

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta :Bumi Aksara, 2002), h.19.


(34)

22

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Tinjuan teoritis ini memuat deskripsi mengenai teori-teori yang digunakan dalam proses penelitian dan pembatasan. Dalam hal ini, teori-teori yang diuraikan antara lain pengertian zakat, infak, dan sedekah (ZIS), ruang lingkup akuntansi syariah dan akuntansi Zakat serta gambaran umum Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 mengenai penyajian laporan keuangan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS).

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini disajikan mengenai metode penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam mengolah data yang telah di dapatkan.

BAB IV : ANALISIS TERHADAP DATA PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan analisis terhadap data penelitian yang guna menjawab masalah penelitian, dalam hal ini mengenai penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 mengenai Penyajian Laporan Keuangan Syariah Lembaga Amil ZIS

BAB V : PENUTUP

Bab ini memaparkan hasil dari penelitian atau kesimpulan apa yang dapat ditarik hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan berkaitan dengan pokok masalah. Kemudian dari hasil analisis dan pembahasan


(35)

23

yang telah dilakukan dan berdasarkan kesimpulan tersebut akan diberikan saran yang sekiranya dapat bermanfaat bagi lembaga yang diteliti.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Lembaga Amil Zakat

1. Pengertian Lembaga Amil Zakat

Yang dimaksud dengan amil zakat adalah semua pihak yang melakuan pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, perlindungan, pencatatan, dan penyaluran harta zakat. Mereka diangkat oleh


(36)

24

pemerintah yang berkuasa oleh masyarakat Islam setempat untuk memungut dan membagikan serta tugas-tugas lain yang berhubungan dengan zakat.16

Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan tujuan dari pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.17

Di Indonesia, LAZ berbeda dengan BAZ. LAZ atau Lembaga Amil Zakat merupakan organisasi yang tumbuh atas dasar inisiatif masyarakat sehingga pergerakannya lebih cenderung pada usaha swasta atau swadaya. Menurut data FOZ, ada 19 Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia yang resmi dikukuhkan di tingkat pusat, terdiri dari 1 BAZNAS yang dimiliki pemerintah dan 18 LAZ yang dikelola swasta.18

Hanya LAZ yang dikukuhkan pemerintah saja yang bukti setoran zakatnya diakui sebagai pengurang pajak dari muzakki yang telah membayarkan kewajibannya. Bentuk badan hukum untuk LAZ adalah

16

Syaikh Muhammad Abdul Malik Ar-Rahman, Zakat: 1001 Masalah dan Solusinya, (Jakarta: Pustaka Cerdas, 2000), h.181.

17

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.

18


(37)

25

yayasan karena LAZ termasuk organisasi nirlaba yang dalam melakukan kegiatannya tidak berorientasi untuk menumpuk laba.

Setelah mendapat pengukuhan, LAZ memiliki kewajiban sebagai berikut:

a. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat.

b. Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan.

c. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media.

d. Menyerahkan laporan kepada pemerintah.19

2. Landasan Hukum Lembaga Amil Zakat

Di Indonesia, pada awalnya pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/29 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.20 Namun, UU No. 38 Tahun 1999 dianggap belum mampu menjawab permasalahan pengelolaan zakat sehingga pemerintah merevisi UU tersebut menjadi Undang-undang Nomor 23/2011. Dalam implementasinya, hasil revisi UU tersebut mengalami banyak

19

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.132.

20


(38)

26

kontroversi karena terdapat pasal yang multitafsir dan dianggap menghambat kinerja dan peran lembaga-lembaga pengelola zakat yang telah ada.21

Kemudian, pada 31 Oktober 2013, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat.ada tiga pasal yang diubah, yakni pasal 18, pasal 38, dan pasal 41.22 Menurut MK, beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga yang bergerak di bidang penyaluran dan/ atau pendayagunaan zakat adalah:

a) Bergerak di bidang keagamaan Islam; b) Bersifat nirlaba;

c) Memiliki rencana/program kerja pendayagunaan zakat; dan

d) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan rencana/program kerjanya.23

a. Hukum Syariat

Begitu pentingnya masalah zakat sehingga dalam Al-qur’an ada 82 ayat yang menyebutkan zakat bersamaan dengan shalat. Banyak para ulama yang menyarankan agar zakat dikelola oleh Negara atau suatu Lembaga Amil Zakat diantaranya oleh Prof. Hazairin. Prof. Hazairin berargumentasi bahwa syariat islam itu terdiri dari tiga

21

Anis Rosyidah, “Implementasi UU No. 23 tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat oleh Lembaga Amil Zakat”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang, 2012), h.3

22Eri Sudewo, “LAZ Pun Siuman”,

Republika, 4 November 2013, h.6.

23Heru Susetyo, “Legal Opinion Terhadap Putusan MK Tentang Pengujian UU No. 23/2011


(39)

27

kategori, salah dari kategori itu adalah : “syariat yang mengandung hukum dunia seperti hukum perkawinan, hukum warisan, hukum zakat dan hukum pidana. Hukum-hukum ini sangat memerlukan bantuan kekuasaan negara baik Negara Islam maupun Negara non Islam agar berjalan dengan sempurna.24

Yūsuf al-Qaradhāwī berpendapat bahwa pelaksanaan zakat ini harus diawasi oleh penguasa, dilakukan oleh petugas yang rapi dan teratur. Dalil yang paling jelas dalam masalah ini Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Taubah (9): 103.











































Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Adapun alasan-alasan mengapa zakat harus dikelola oleh negara, adalah sebagai berikut:25

24

Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara, (Jakarta: Nuansa Madani Publisher, 2004), h. 5-6.

25

Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat . Penerjemah Salman Harun, dkk (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2010), h. 742-743.


(40)

28

a. Pertama, sesungguhnya kebanyakan manusia telah mati hatinya atau terkena penyakit dan kelemahan. Untuk itu harus ada jaminan bagi bagi si fakir dan haknya tidak diabaikan begitu saja.

b. Kedua, sifakir meminta kepada pemerintah, bukan dari pribadi orang kaya, untuk memilihara kehormatan dan harga dirinya dari perasaan belas kasih oleh sebab meminta, serta memelihara perasaan dan tidak melukai hatinya dari gunjingan dan kata-kata yang menyakitkan.

c. Ketiga, dengan tidak memberikan urusan ini pada pribadi-pribadi berati menjadikan urusan pembagian zakat sama besarnya. Sebab terkadang banyak si kaya yang memberikan zakat pada setiap fakir saja, sementara fakir yang lain terlupakan. Tidak ada seorang pun yang mengerti keadaanya, padahal terkadang keadaanya lebih membutuhkan.

d. Keempat, sesungguhnya zakat itu bukanlah hanya diberikan pada pribai fakir, miskin dan ibnu sabil saja, akan tetapi ada diantara sasaranya yang berhubungan dengan kemaslahatan kaum muslimin bersama, yang tidak bisa dilakukan oleh perorangan,

akan tetapi oleh penguasa dan lembaga musyawarah jama’ah


(41)

29

e. Kelima, sesungguhnya Islam adalah agama dan pemerintahan, Al-Qur’an dan kekuasaan. Untuk tegaknya kekuasaan dan pemerintahan ini dibutuhkan harta, yang dengan itu pula

dilaksanakan syari’atnya. Terhadap harta ini dibutuhkan adanya

penghasilan. Dan zakat penghasilan yang penting dan tetap untuk kas negara dalam ajaran Islam.

b. Hukum Positif

Dengan kata lain, berorientasi pada prioritas pemanfaatan zakat perlu dilakukan kearah memanfaatkan dalam jangka panjang. Hal ini bisa dalam bentuk:

1) Zakat dibagikan untuk mempertahankan insentif bekerja atau mencari penghasilan sendiri dikalangan fakir miskin.

2) Sebagian dari zakat yang terkumpul (setidaknya 50%) digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif kepada kelompok masyarakat fakir miskin, misalnya penggunaan zakat untuk membiayai berbagai kegiatan dan latihan keterampilan produktif, pemberian modal kerja atau bantuan modal awal (stars-up capital).26

3. Tujuan dan Hikmah Lembaga Amil Zakat

26

Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara, (Jakarta : Nuansa Madani Publisher, 2004), h. 12.


(42)

30

Salah satu tugas penting dari lembaga Amil zakat adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media. Dengan sosialisasi yang baik dan optimal, diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang kuat, amanah, dan terpercaya.

Lembaga amil zakat memiliki fungsi yang optimal sebagai pengelola zakat di Indonesia dalam menghimpun dan mendayagunakan dana zakat. Karena, yang menjadi tujuan awal usaha lembaga amil zakat adalah pengelolaan dan pendistribusian. Pengelolaan dalam arti mengusahakan agar dana zakat yang berhasil dihimpun dapat disalurkan ke post-post (asnaf zakat) yang sesuai dengan yang dianjurkan dan ditetapkan oleh syariat Islam. Sedangkan pendistribusian termasuk juga pendayagunaan.

Lembaga amil zakat harus mampu membuat program yang bersifat pendayagunaan agar dana zakat yang akan disalurkan kepada asnaf tidak habis sia-sia dan dapat diproduktifkan. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa lembaga amil zakat berperan stategis untuk meningkatkan ekonomi para

mustahiq.

Berdasarkan pengalaman selama ini dari semenjak zaman penjajahan Belanda sampai sekarang, pengelolaan zakat dipercayakan kepada pribadi umat Islam masing-masing. Alhasil, uang zakat yang terkumpul sangat


(43)

31

tidaklah sedikit. Jumlah ini tentu saja signifikan untuk pemberdayaan ekonomi umat dalam upaya memerangi kemiskinan. Belum lagi pendistribusiannya yang cenderung bersifat konsumtif saja.27

Zakat tidak bisa dikerjakan oleh setiap pribadi muslim. Zakat harus dikelola dengan melibatkan pihak lain. Karena zakat dari muzaki, dikelola oleh amil dan ditunjukan untuk mustahik. Tujuan zakat tidak dikelola sendiri dan harus dikelola oleh Amil Zakat (Lembaga Amil Zakat), yaitu :28

1) Agar tak subjektif

Zakat berasal dari harta sendiri, karena berasal dari harta sendiri, seolah-olah dirinya masih menjadi pemilik. Dalam kondisi seperti ini, pengelolaan zakat menjadi subjektif.

2) Menjaga harta mustahik

Dalam kondisi labil, manusia cenderung bertindak emosional tak terkontrol. Zakat yang milik orang lain, akhirnya tersendat karena harus melalui tahap yang tidak lagi rasional.

3) Objektif Profesional

Jika zakat dikelola oleh lembaga amil, harga diri dan harkat martabat serta ketidak berdayaan mustahik dijaga. Mereka datang untuk menuntut hak. Dan bagi lembaga amil, ini sudah tugasnya untuk

27

Tim Institut Manajemen Zakat, Manajemen Zakat Gaya BUMN, (Ciputat : Mitra Cahaya Utama, 2006), h. 26

28

Drs. H. M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara, (Jakarta : Nuansa Madani Publisher, 2004), h.


(44)

32

melayani mereka tidak dengan pretensi macam-macam. Lembaga amil berperan mengemban amanah dana muzaki untuk mustahik. Jadi para amil tertuntut untuk bekerja professional.

4) Dana Terhimpun Besar

Dengan lembaga, zakat dapat di himpun dari berbagai sumber di masyarakat. Jika muzaki yang mengelola, sulit bagi muzaki lain untuk mempercayakan dananya. Ini berkaitan dengan masalah kepercayaan. Jika muzaki yang mengelola, tidak bisa dicegah akan muncul berbagai persepsi dan fitnah.

5) Pemberdayaan

Jika lembaga amil yang khusus mengelola, dana memang dapat dihimpun dalam jumlah besar. Dengan dana besar itu, berbagai program pemberdayaan dapat dikembangkan dan diimplementasikan.

4. Ketentuan-ketentuan Undang-undang dalam Pelaksanaan Lembaga Amil Zakat

Di Indonesia, pada awalnya pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/29 Tahun 2000 tentang


(45)

33

Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.29 Namun, UU No. 38 Tahun 1999 dianggap belum mampu menjawab permasalahan pengelolaan zakat sehingga pemerintah merevisi UU tersebut menjadi Undang-undang Nomor 23/2011. Dalam implementasinya, hasil revisi UU tersebut mengalami banyak kontroversi karena terdapat pasal yang multitafsir dan dianggap menghambat kinerja dan peran lembaga-lembaga pengelola zakat yang telah ada.30

Kemudian, pada 31 Oktober 2013, Makhkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat.ada tiga pasal yang diubah, yakni pasal 18, pasal 38, dan pasal 41.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan tujuan dari pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.31

B. Laporan Keuangan Dana Zakat, Infak, dan shadaqah

Laporan keuangan lembaga amil zakat merupakan sarana pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya yang

29

Kuntarno Aflah, ed., Zakat dan Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006), h.80.

30

Anis Rosyidah, “Implementasi UU No. 23 tahun 2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat oleh Lembaga Amil Zakat”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang, 2012), h.3

31


(46)

34

dipercayakan kepada mereka. Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut pelaporan atas penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan ZIS (zakat, infak, sedekah). Laporan keuangan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan atau pengguna laporan keuangan (muzaki, otoritas pengawasan, pemerintah, lembaga mitra, dan masyarakat) dalam pengambilan keputusan ekonomi dan sosial yang rasional.

1. Pengertian Laporan Keuangan

Laporan Keuangan adalah merupakan produk atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability. Dan juga dapat menggambarkan indicator kesuksesan suatu perusahaan atau lembaga dalam mencapai tujuannya.32

Dalam pengertian yang sederhana, Laporan keuangan adalah

laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan atau lembaga pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan

32

Drs. Sofyan Syarif Harahap, MS Ac, Teori Akuntansi Laporan Keuangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 7.


(47)

35

menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu periode.33

2. Tujuan Laporan Keuangan

APB Statement No. 4 (AICPA) menggambarkan tujuan laporan keuangan dengan membagi dua bagian, yaitu:

1) Tujuan umum “Menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha,

dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang diterima”.

2) Tujuan Khusu : “memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban, serta informasi lainnya yang relevan”.

33

Dr. Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali pers, 2012), h. 7. Tujuan Laporan Keuangan

APB Nomor 4

Tujuan Khusus

Menyajikan Laporan

a. Posisi Keuangan b. Hasil Usaha c. Perubahan posisi

keuangan secara wajar sesuai GAAP

Tujuan Umum

Memberikan Informasi :

a. Sumber ekonomi b. Kewajiban c. Kekayaan bersih d. Proyeksi laba

e. Perubahan harta dan kewajiban

f. Informasi relevan

Tujuan Kualitatif

Memberikan infoermasi :

a. Relevance b. Understandability c. Neutrality d. Timeliness e. Comparability f. completeness


(48)

36

Gambar 2.2 Tujuan Laporan Keuangan menurut APB Statement No. 4 Sumber : Drs.Sofyan syarif Harahap : Teori Akuntansi Laporan Keuangan, Rajawali

Pers, Jakarta, 1993.

3. Prinsip-prinsip Laporan Keuangan

Pencatatan yang dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan harus dilakukan dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Demikian pula dalam hal penyusunan laporan keuangan didasarkan kepada sifat laporan keuangan itu sendiri. Dalam prakteknya sifat laporan keuangan dibuat :34

a. Bersifat historis; dan b. Menyeluruh.

Sedangkan prinsip dasar laporan keuangan menurut Prinsip akuntansi Indonesian 1984 (PAI) membuat sifat dasar atau konsep dasar laporan keuangan sebagai berikut :35

1) Kesatuan akuntansi 2) Kesinambungan 3) Periode akuntansi

4) Pengukuran dalam nilai uang

34 Dr. Kasmir,

Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali pers, 2012),H.11-12. 35

Drs. Sofyan Syarif Harahap, MS Ac, Teori Akuntansi Laporan Keuangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 38


(49)

37

5) Harga pertukaran

6) Penetapan beban dan pendapatan.

Dalam akuntansi keuangan, ada lima laporan yang harus dikerjakan divisi Pengelolaan Keuangan, yaitu:

1. Neraca

Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan pada waktu tertentu. Tujuannya untuk mengetahui kekayaan atas harta yang dimiliki, berbagai kewajiban yang harus ditunaikan serta mengetahui saldo dananya. Dengan neraca ini, posisi keuangan organisasi atau lembaga dapat tergambarkan secara jelas.

2. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana (LSPD)

Tujuan dari LSPD adalah menggambarkan aktivitas lembaga, terutama dalam menjelaskan asal sumber-sumber pendanaan serta penyalurannya sesuai dengan bidang garapan masing-masing. Dengan demikian, LSPD ini tak lain menggambarkan kinerja lembaga ditinjau dari aspek finance.

3. Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan (LPDT)

Tujuan dari LPDT adalah menggambarkan berbagai aktivitas pendanaan non-cash. Contohnya adalah pinjaman utang dan pemberian piutang.


(50)

38

Tujuan laporan arus kas adalah menggambarkan aliran kas keluar masuk. Pertimbangan alur keluar masuk didasarkan pada tiga jenis aktivitas yakni operasi, investasi, dan pendanaan.

5. Catatan Atas Laporan Keuangan

Berisi penjelasan atas ke-4 jenis laporan di atas, sebagai catatan khusus yang lebih rinci sifatnya. Catatan ini tentu tidak untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas. Fungsinya untuk menjelaskan bagian yang dianggap perlu. Dalam kondisi tertentu, catatan ini bisa diberikan pada muzaki atau donatur yang membutuhkan.36

Manajemen amil zakat bertanggungjawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Sesuai dengan karakteristiknya, maka laporan keuangan LAZ mencerminkan kegiatan amil zakat sebagai penerima dan penyalur yang dilaporkan dalam laporan posisi keuangan, laporan perubahan dana, laporan perubahan aset kelolaan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Tujuan dari penyusunan pedoman ini adalah untuk membantu pengguna laporan keuangan dalam memahami perlakuan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan agar sesuai dengan PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat, Infak, Sedekah sehingga meningkatkan

36

Eri Sudewo, Manajemen Zakat: Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip Dasar, (Ciputat: Institut Manajemen Zakat, 2004), h.214-215.


(51)

39

daya banding laporan keuangan di antara LAZ.37

C. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 109 a. Pengertian PSAK No.109

Akuntansi syari’ah tercermin dalam kiasan atau metafora “amanah”. Metafora amanah dapat diturunkan menjadi metafora “zakat”, atau dengan

kata lain, realitas organisasi akuntansi syariah adalah realitas organisasi bisnis, yaitu organisasi bisnis yang tidak lagi berorientasi pada laba (profit-oriented) atau berorientasi pada pemegang saham (stakeholders-oriented),

tetapi berorientasi pada zakat (zakat-oriented).

b. Landasan Hukum PSAK No.109

Landasan hukum yang digunakan dalam penerbitan Exposure Draft (ED) 109 tentang akuntansi untuk Lembaga amil zakat ini meliputi sumber-sumber yang relevan, antara lain :

1) Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah menimbang: Bahwa agar pihak yang berkepentingan memperoleh kepastian tentang system mana yang akan digunakan dala LKS, sesuai dengan prinsip ajaran islam, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tenatang system pencatatan dan pelaporan keuangan dalam LKS untuk menjadikan pedoman LKS.

37


(52)

40

2) Mengingat Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah [2]: 282:



























































































































“Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu melakukan transaksi utang

piutang untuk jangka waktu yang ditentukan, tulislah…”

3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 4) Keputusan Mentri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

5) Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

6) Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pengelolaan zakat.38

c. Tujuan PSAK No.109

38


(53)

41

Laporan keuangan Amil Zakat bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut pelaporan atas penghimpunan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, infak, sedeqah, dan keputusan. Selain itu, laporan keuangan Amil Zakat juga bertujuan sebagai alat pertanggungjawaban (akuntabilitas) dan trasparansi pengelolaan keuangan kepada para pemangku kepentingan serta sebagai alat untuk evaluasi kinerja manajerial dan organisasi.

Suatu laporan keuangan bermanfaat apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan.39

APLIKASI AKUNTANSI PSAK No. 109

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah suatu komponen kesatuan yang utuh dan komprehensif dalam pembahasan pencatatan transaksi keuangan lembaga amil zakat. Regulasi ini adalah solusi terbaik untuk mewujudkan lembaga Amil Zakat yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang sesuai dengan syariat islam. Berkaitan dengan pencatatannya, tentu Pernyataan Standar Keuangan Akuntansi merupakan panduan atau standar yang baik bagi laporan keuangan syariah, khususnya Lembaga Amil Zakat.

39


(54)

42

Ketentuan mengenai komponen dan ilustrasi laporan keuangan entitas Lembaga Amil Zakat ini merupakan penambahan dari komponen dan ilustrasi Laporan Keuangan Entitas Syariah yang telah ada. Ketentuan ini berlaku selaras dengan di berlakukannya PSAK no. 109 : Akuntansi Transaksi Lembaga Amil Zakat yang berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas Lembaga Amil Zakat pada atau setelah 1 januari 2011.

Komponen laporan keuangan yang lengkap dari amil terdiri : a) Neraca (laporan posisi keuangan)

b) Laporan perubahan dana

c) Laporan perubahan aset kelolaan d) Laporan arus kas

e) Catatan atas laporan keuangan 40

Laporan posisi keuangan bertujuan menyediakan informasi mengenai aset (termasuk aset kelolaan), liabilitas, dan saldo dana serta informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada tanggal tertentu.

Laporan perubahan dana bertujuan menyediakan informasi mengenai pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat saldo dana, hubungan antara transaksi dan peristiwa lain, dan penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau jasa.

40

Ikatan Akuntansi Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan: Akuntansi Zakat dan Infak/sedekah. (Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Syariah, 2010), h.2-11.


(55)

43

Laporan perubahan aset kelolaan bertujuan menyediakan informasi mengenai jumlah, jenis, dan perubahan aset kelolaan yang dimiliki amil zakat; pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat saldo aset kelolaan; dan hubungan antara transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi saldo aset kelolaan.

Laporan arus kas bertujuan menyediakan informasi mengenai kemampuan amil zakat dalam menghasilkan kas dan setara kas, dan kebutuhan amil zakat untuk menggunakan arus kas tersebut.

Catatan atas laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi mengenai gambaran umum amil zakat, ikhtisar kebijakan akuntansi yang digunakan, penjelasan atas pos-pos yang dianggap penting, rasio-rasio keuangan, dan pengungkapan hal-hal penting lainnya yang berguna untuk pengambilan keputusan.41

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 disahkan menjadi Standar Akuntansi Keuangan pada Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). Standar akuntansi zakat merupakan pedoman yang mengatur tentang pengakuan, pengukuran dan pelaporan keuangan. Standar akuntansi zakat mengatur tentang bagaimana suatu transaksi diakui atau dicatat, kapan harus diakui, bagaimana mengungkapnya dalam laporan keuangan. 42

41 Teten Kustiawan dkk,

Panduan Akuntansi Amil Zakat (PAAZ), Panduan Implementasi Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PSAK 109, (Jakarta: Forum Zakat, 2012), h. 29-32.

42


(56)

44

Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan Standar dengan pengertian (PSAK 109, paragraf 5) :

1) Amil adalah entitas pengelolaa zakat yang pembentukannya dan atau pengukuhannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat, infak/sedekah.

2) Dana amil adalah bagian amil atas dana zakat dan infak/sedekah serta dana lain yang pemberi diperuntukkan bagi amil. Dana amil digunakan untuk pengelolaan amil.

3) Dana infak/sedekah adalah bagian nominal atas penerimaan infak/sedekah.

4) Dana zakat adalah bagian nominal atas penerimaan zakat.

5) Infak/sedekah adalah harta yang diberikan secara suka rela oleh pemiliknya, baik yang peruntukkannya dibatasi (ditentukan) maupun tidak dibatasi.

6) Mustahiq adalah orang atau entitas yang berhak menerima zakat. 7) Muzakki adalah induvidu muslim yang secara syari’ah wajib

membayar zakat.


(57)

45

9) Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh mizakki sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Karakteristik zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzakki kepada mustahik, baik melalui amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai pernyaratan nisab, haul periodik, tarif zakat (qadar), dan peruntukkannya (PSAK 109, paragraf 6). Zakat dan infak/sedekah yang diterima oleh amil harus dikelola sesuai prinsip syariah dan tata kelola yang baik (PSAK 109, paragraf 9).

PENGUKUHAN DAN PENGUKURAN 1. Pengakuan Awal Zakat

Penerimaan zakat diakui pada kas atau aset lainnya diterima. Zakat yang diterima dari muzakki diakui sebagai penambahan dana zakat :

a) Jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima;

b) Jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar aset nonkas tersebut.

Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai PSAK yang relevan.

Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat masing-masing mustahik ditentukan oleh amil sesuai dengan


(58)

46

prinsip syariah dan kebijakan amil. Jika muzakki menentukan mustahik yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil zaka aset zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujrah maka diakui sebagai penambahan dana amil.

2. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Zakat

Jika terjadi penurunan nilai aset zakat non kas, jumlah kerugian yang ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut.

Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai berikut :

a) Pengurangan dana zakat, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil;

b) Kerugian dan pengurangan dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

3. Penyaluran Zakat

Zakat yang disalurkan kepada mustahik diakui sebagai pengurangan dana zakat sebesar :

a) Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas; b) Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.


(59)

47

Dalam menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil secara terpisah dalam laporan posisi keuangan.

PENGUNGKAPAN

Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetap tidak terbatas pada :

a) Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran zakat, dan mustahik nonamil;

b) Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahik nonamil, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;

c) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas;

d) Rincian jumlah penyaluran dan zakat untuk masing-masing mustahik;

e) Penggunaan dana zakat dalam bentuk aset kelolaan yang masih dikendalikan oleh amil atau pihak lain yang kendalikan amil, jika ada, diungkapkan jumlah dan persentase terhadap seluruh penyaluran dana zakat serta alasannya; dan

f) Hubungan pihak-ihak berelasi antara amil dan mustahik yang meliputi :


(60)

48

2) Jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan

3) Persentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran zakat selama periode.

D. Standar Akuntansi Terkait Zakat di Indonesia

Amil Zakat dimaksud dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba, yakni memperoleh sumber dana dari muzaki yang tidak mengharapkan imbalan apapun atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah dana yang diberikan, menghasilkan barang atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan tidak ada kepemilikan. Khusu pengertian pembatasan waktu atas penggunaan sumber daya, Amil Zakat memiliki pengertian yang berbanding terbalik dengan definisi pembatasan pada PSAK Nomor 45. Dalam Amil Zakt, penggunaan sumber daya bersifat lebih cepat lebih baik (as soon as possible).43

Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan Amil Zakat adalah :

a. Basis kas untuk penerimaan Zakat, Infak , sedeqah dan penyaluran zakat, infak selain pemanfaatan asset kelolaan; dan

b. Basis Akrual untuk penyaluran zakat dalam bentuk pemanfaatan asset kelolaan dan transaksi dan transaksi pada dana amil

43


(61)

49

Laporan Keuangan Lembaga Amil Zakat terdiri atas :44

a. Neraca (laporan posisi keuangan); b. Laporan Perubahan Dana;

c. Laporan Perubahan Aset Kelolaan; d. Laporan Arus Kas; dan

e. Catatan atas Laporan Keuangan.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Sebagaimana telah dijelaskan dalam sub-bab Pembatasan Masalah, objek dalam penelitian ini adalah Badan Amil Zakat DKI Jakarta. Adapun lembaga ini peneliti pilih dengan maksud Badan Amil Zakat (BAZ) ini merupaka BAZ

44


(62)

50

yang telah dikukuhkan oleh pemerintah sebagai BAZ Nasional yang resmi dan boleh beroperasi dalam mengelola dana zakat, infak dan sedekah di Indonesia.

Sejarah dan perkembangan berdirinya BAZIS DKI Jakarta

Pada tahun 1968 inilah awal pemikiran tentang perlunya lembaga Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia mulai terealisasikan. Awal tahun 1968, pada seminar zakat yang diselenggarakan oleh Lembaga Researc dan work Shop Fakultas ekonomi Universitas Muhammadiyah dijakarta presiden Republik Indonesia untuk pertama kali menghimbau masyarakat untuk melaksanakan zakat secara konkrit.

Setelah itu, di istana negara pada acara Isra’ Mi’raj tanggal 26 oktober

1968 Presiden RI secara langsung menyerukan pelaksanaan zakat untuk menunjang pembangunan. Pada saat yang sama, presiden RI juga menyatakan kesediaan untuk menjadi amil zakat tingkat nasional.

Untuk mengidentifikasi pelaksanaan zakat tersebut dikeluarkan surat perintah Ratu Prawiranegara, kol. Inf. Drs. Azhar Hamid, dan kol. Inf. Ali Afandi untuk membantu Presiden dalam proses administrasi dan tata usaha penerimaan zakat secara nasional.

Untuk lebih memperkuat hal tersebut, presiden mengeluarkan surat edaran No. B. 133/PRES/11/1968 yang menyerukan kepada pejabat atau instansi terkait untuk membantu dan berusaha kearah terlaksananya seruan Presiden dalam wilayah atau lingkup kerja masing-masing.


(63)

51

Seruan ini ditindak lanjuti oleh gubernut DKI Jakarta dengan mengeluarkan surat keputusan tentang perlunya LPZ provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya, secara resmi, gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin mengeluarkan surat keputusan No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 5 Desember 1968 tentang pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ), berdasarkan syariat Islam dalam wilayah Jakarta.

Berdasarkan keputusan tersebut, maka susunan BAZ dibentuk mulai tingkat Provinsi DKI jakarta hingga tingkat kelurahan, tugas utamanya adalah mengumpulkan zakat wilayah DKI Jakarta dan penyalurannya terutama ditunjukan kepada fakir miskin.

Untuk memperluas sasaran operasional dan karena semakin kompleknya permasalahan zakat provinsi DKI Jakarata maka Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1973 melalui keputusan No. D.III/14/6/73 tertanggal 2 desember 1973, menyempurnakan BAZ ini menjadi Badan Amil Zakat dan Infak yang selanjutnya di singkat menjadi BAZIS. Dengan demikian, pengelolaan dan pengumpulan harta masyarakat menjadi lebih luas, karena tidak hanya mencangkup zakat, akan tetapi lebih dari itu, mengelola dan mengumpulkan infak/sedekah serta amal sosial masyarakat yang lain.

a. Visi

“ Menjadi Badan Pengelola ZIS yang unggul dan Terpercaya”


(64)

52

Mewujudkan optimalisasi pengelolaan Zakat Infak dan Sedekah (ZIS) yang amanah, profesional, trasparan, akuntabel, dan mandiri menuju masyarakat yang bertaqwa, sejahtera dan berdaya.45

c. Struktur Organisasi

Organisasi BAZIS Provinsi DKI Jakarta terdiri dari : 1. Dewan Pertimbangan

Dewan pertimbangan bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Susunan Dewan Pertimbangan ditentukan oleh gubernur dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Adapun susunan dewan pertimbangan terakhir ditetapkan melalui SK Gubernur DKI No. 2015/2012 tertanggal 28 Desember 2012, sebagai berikut :

Ketua : Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta

Ketua Harian : Asisten Kesejahteraan Masyarakat Sekda Provinsi DKI Jakarta

Sekretaris : Kepala Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Setda Provinsi DKI Jakarta

Anggota : 1. Kepala Kanwil Kementrian Agama Republik Indonesia 2. Ketua Umum MUI Provinsi DKI Jakarta

3. Prof. KH. Ali Mustafa Ya’kub, M.A.

45


(65)

53

4. Prof. DR. KH. Muh. Amin Suma, SH., M.A. 5. K.H. M. Siddiq Fauzie

6. H.M. Subki, Lc

7. K.H. Saifuddin Amsir, M.A. 8. K.H. Syarifuddun A. Gani 2. Komisi Pengawasan

Komisi Pengawasan bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Susunan komisi pengawas ditetapkan oleh Gubernur, juga telah mengalami beberapa kali perubahan, susunan komisi pengawas terakhir ditetapkan malalui SK Gubernur DKI Jakarta No. 2015/2012 tertanggal 28 Desember 2012, sebagai berikut :

Ketua : Drs. H. Syarief Mustafa Ketua Harian : Dr. Lutfi Fatullah

Sekretaris : Kepala Bagian Mental Spiritual Biro Pendidikan dan mental Spiritual Setda

Wakil Sekretaris : Kabis Penyelenggara Haji, Zakat dan Wakaf kantor wilayah kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta

d. Tugas Pokok

Sesuai dengan pasal 3 keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 120 tahun 2002 tentang organisasi dan tata kerja Badan Amil Zakat, Infak, dan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)