Pengaruh model pembelajaran koopertaif metode student falitator and explaining (SFE) terhadap kemampuan komunikasi metematika siswa

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING

(SFE)

TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA

SISWA

(Studi Penelitian Eksperimen di MTs. Manaratul Islam Jakarta)

Oleh:

TIKA MUFRIKA NIM: 106017000553

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011


(2)

Skripsi berjudul PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA (Studi Eksperimen di MTs. Manaratul Islam Jakarta)” disusun oleh TIKA MUFRIKA Nomor Induk Mahasiswa 106017000553, telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah.

Jakarta, 14 Februari 2011

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Kadir, M. Pd Firdausi, M, Pd


(3)

Skripsi berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa (Studi Eksperimen di MTs. Manaratul Islam Jakarta)”, disusun oleh TIKA MUFRIKA Nomor Induk Mahasiswa 106017000553, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 10 Maret 2011 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, 10 Maret 2011 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Maifalinda Fatra, M.Pd

NIP. 19700528 199603 2 002 ... ... Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi)

Otong Suhyanto, M.Si

NIP. 19681104 199903 1 001 ... ... Penguji I

Dra. Afidah Mas’ud

NIP. 19610926 198603 2 004 ... ... Penguji II

Tita Khalis Maryati, S.Si, M.Kom

NIP. 19690924 199903 1 001 ... ...

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP. 19571005 198703 1 003


(4)

Nama : Tika Mufrika

NIM : 106017000553

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan tahun : 2006

Alamat : Jalan H. Syaip Rt.13/02 No.38 Gandaria Selatan Jakarta Selatan

Menyatakan dengan sesungguhnya

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode

Student Facilitator and Explaining (SFE) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa (Studi Eksperimen di MTs. Manaratul Islam Jakarta) ” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd.

NIP : 19670812 199402 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Firdausi, M.Pd.

NIP : 19690629 200501 1 003

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 14 Februari 2011 Yang menyediakan,

Tika Mufrika NIM: 106017000553


(5)

ii

TIKA MUFRIKA (106017000553). “The effect of Students Facilitator and Explaining (SFE) Method Cooperative Learning Model To Student’s Mathematics Communication Ability”, Skripsi, Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The purpose of this research is to study the difference of mathematics communication ability between students who are taught by Student Facilitator and Explaining (SFE) method and those are taught by conventional method in case of systems of linear equations in two variables. This research was conducted in MTs Manaratul Islam, Jakarta at academic year 2010/2011. The sample of this study was collected by using cluster random sampling. The methodology used in this research is quasi experiment. Collecting data in this research with test technique. The test has given consist of 7 questions which is based on mathematics communication ability.

The result of the research revealed that average of student’s mathematics communication ability with Student Facilitator and Explaining (SFE) is 66,5 and average of student’s mathematics communication ability with conventional method is 5,13. From result of hypothesis test obtained value of th ttab (2,12 

1,67). The conclusion of the research that average of student’s mathematics communication ability with Student Facilitator and Explaining (SFE) method is higher than with conventional method.


(6)

i

Komunikasi Matematika Siswa, Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif metode Student Facilitator and Explaining (SFE) terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa pada materi sistem persamaan linier dua variabel. Penelitian ini dilakukan di MTs. Manaratul Islam Jakarta tahun ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah tes essay

sebanyak 7 soal yang sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan metode Student Facilitator and Explaining (SFE) sebesar 66,5 sedangkan rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan metode konvensional sebesar 59,13. Dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai thit  ttab (2,12  1,67). Rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan metode Student Facilitator and Explaining (SFE) lebih tinggi dan signifikan daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.


(7)

iii

ﻢﯾﺤرﻟاﻦﻣﺤرﻟاﷲاﻢﺳﺑ

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan pada umatnya yang selalu setia mengikuti petunjuknya sampai akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini diperuntukkan sebagai kelengkapan syarat dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di MTs. Manaratul Islam Jakarta. Skripsi ini dapat terselesaikan tentunya dengan adanya bantuan dan dorongan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

2. Ketua jurusan pendidikan matematika, Ibu Maifalinda Fatra, M. Pd 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat, dan arahan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Bapak Firdausi, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan serta arahan kepada penulis.

6. Seluruh dosen jurusan pendidikan matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semoga ilmu yang bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Serta staff


(8)

iv

8. Bapak Drs. H.Akhyarullah, M.Si, Kepala Sekolah MTs. Manaratul Islam Jakarta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini, serta Ibu Uswatun Hasanah, S.Pd, guru matematika yang telah memberikan arahan dalam penelitian skripsi ini.

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, ayahanda H.Syaiful dan Ibunda Hj.Murni yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakakku Lia Fauzia serta Adikku Nurbayti dan Ahmad Farhan yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis, Love you. Serta keluarga besar H.Salim yang telah memberikan semangat dan doa yang sangat berarti.

10. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Deviani Zuraida. R, Siti Nurhayati, Tuti Alawiah, Fitria, Mardiyah, Rossa Amelia, Neneng Milati, Rina Triana J.A, dan Edy Zulkarnaen) yang bersama-sama saling memberikan semangat dan doa kepada penulis. Serta semua teman-temanku di Jurusan Pendidikan Matematika 2006.

11. Sahabat-sahabatku Besties (Mawaddatul Husna, Rika Fadilah, dan Hana Rosdiana) yang saling memberikan semangat, nasehat, dan doa kepada penulis. Terima kasih atas kebersamaan kalian selama ini. Serta Auvandra Cakra W, Hasna Dhia D, Calista R.D.A, Alika Ratnamirah, dan Salwa Aqila yang telah memberikan semangat dan doa.

12. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(9)

v

semoga kebaikan mereka mmendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca semuanya, Amin.

Jakarta, Februari 2011

Penulis


(10)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. IDENTIFIKASI MASALAH ... 6

C. PEMBATASAN MASALAH ... 7

D. PERUMUSAN MASALAH ... 8

E. TUJUAN PENELITIAN ... 8

F. MANFAAT PENELITIAN ... 8

BAB II KAJIAN TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. KAJIAN TEORITIK ... 10

1. Kemampuan Komunikasi Matematika ... 10

a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematika ... 10

b. Aspek-aspek Dalam Komunikasi Matematika ... 14

c. Indikator Dalam Komunikasi Matematika ... 16

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 18

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 18

b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 23

c. Urgensi Pembelajaran Kooperatif ... 24

d. Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) ... 26

e. Langkah-langkah Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) ... 28


(11)

vii

B. HASIL PENELITIAN RELEVAN... 32

C. KERANGKA BERPIKIR ... 32

D. HIPOTESIS PENELITIAN ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 35

B. METODE DAN DESAIN PENELITIAN ... 35

C. POPULASI DAN SAMPLING ... 36

D. INSTRUMEN PENELITIAN ... 36

1. Definisi Konseptual Kemampuan Komunikasi Matematika ... 36

2. Definisi Operasional Kemampuan Komunikasi Matematika ... 37

3. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 37

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 40

F. TEKNIK ANALISIS DATA ... 43

1. Uji Prasyarat Analisis ... 43

2. Uji Hipotesis ... 45

G. HIPOTESIS STATISTIK ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN A. DESKRIPSI DATA ... 48

1. Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 48

2. Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 50

B. HASIL PENGUJIAN PRASYARAT ANALISIS ... 52

1. Uji Normalitas ... 52

2. Uji Homogenitas ... 53

C. HASIL PENGUJIAN HIPOTESIS DAN PEMBAHASAN ... 54


(12)

viii

B. SARAN ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(13)

x

Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas Eksperimen ... 49 Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Kemampuan Komunikasi Matematika


(14)

xi

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen ... 64

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 75

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa... 85

Lampiran 4 Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 111

Lampiran 5 Kunci Jawaban Instrumen Tes ... 115

Lampiran 6 Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 122

Lampiran 7 Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes ... 125

Lampiran 8 Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 131

Lampiran 9 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ... 133

Lampiran 10 Perhitungan Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ... 135

Lampiran 11 Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Instrumen Tes ... 137

Lampiran 12 Nilai Posttest Kelas Ekseperimen dan Kontrol ... 138

Lampiran 13 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Ekseperimen... 139

Lampiran 14 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 142

Lampiran 15 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 145

Lampiran 16 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 147

Lampiran 17 Perhitungan Uji Homogenitas ... 149

Lampiran 18 Perhitungan Pengujian Hipotesis Statistik ... 151

Lampiran 19 Tabel Koefisien Korelasi “r” product Moment ... 153

Lampiran 20 Tabel Luas Kurva Normal ... 154

Lampiran 21 Tabel Harga Kritis Chi Square ... 155

Lampiran 22 Tabel Harga Kritis Distribusi F ... 156

Lampiran 23 Tabel Harga Kritis Distribusi t ... 160

Lampiran 24 Lembar Uji Referensi ... 161

Lampiran 25 Surat Pengajuan Judul Skripsi ... 175

Lampiran 26 Surat Pengajuan Dosen Pembimbing ... 176

Lampiran 27 Surat Izin Observasi ... 177

Lampiran 28 Surat Izin Penelitian ... 178


(15)

ix

Tabel 2.1 Metode Pembelajaran Kooperatif ... 26

Tabel 2.2 Perbandingan Metode Student Facilitator and Explaining(SFE) dengan metode pembelajaran konvensional ... 31

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika... 37

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika yang Digunakan ... 39

Tabel 3.4 Klasifikasi Taraf Kesukaran ... 42

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda ... 43

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas Eksperimen ... 48

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tes Kemampuan Komunikasi Matematika Kelas Kontrol ... 50

Tabel 4.3 Statistik Hasil Penelitian ... 52

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 53

Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 54


(16)

1 A. LATAR BELAKANG

Pada era globalisasi ini dimana perkembangan IPTEK yang cukup pesat dan persaingan yang ketat, sangat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing dan mampu menghadapi perubahan-perubahan yang tidak menentu. Salah satu pembinaan sumber daya manusia tersebut yaitu melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian lebih oleh pemerintah maupun masyarakat. Sehingga tujuan pendidikan pun dapat tercapai yaitu mengembangan kemampuan peserta didik. Untuk memanfaatkan teknologi di masa depan salah satunya diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Hal itu disebabkan karena matematika merupakan salah satu ilmu universal yang turut serta mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.

Johnson dan Rising mengatakan matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.1 Dalam pembelajaran matematika peserta didik diberi soal-soal atau masalah-masalah yang berkaitan dengan matematika. Permasalahan tersebut tentunya juga harus diselesaikan secara matematis sehingga sangat diperlukan pengembangan kemampuan yang dapat memudahkan peserta didik menyelesaikan soal-soal tersebut.

Menyadari pentingnya penguasaan matematika, maka dalam Undang-Undang RI No. 20 Th. 2003 Tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

1 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:UPI, 2003), h.17


(17)

2

Namun, pendidikan matematika di Indonesia belum menampakan hasil yang diharapkan. Terlihat dari rendahnya hasil belajar matematika siswa. Hal ini didukung oleh hasil laporan dari TIMSS (Third International Mathematics and Science Study) 2007 bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat VIII di Indonesia yaitu 397 jauh dibawah rata-rata skor internasional, dan berada pada rangking 36 dari 48 negara.2

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan ketidakberhasilan belajar matematika. Wakhyudin mengemukakan lima kelemahan yang ada pada siswa, antara lain: kurang memiliki pengetahuan materi prasyarat yang baik, kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak dan mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh, dan kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.3

Pada saat menghadapi permasalahan matematika berupa soal, tidak sedikit siswa yang mampu menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan siswa hanya menerima pelajaran yang diberikan namun tidak mengetahui penggunaan pengetahuan yang telah didapatnya. Siswa kesulitan menentukan langkah awal apa yang mesti dilakukan dari informasi yang terdapat dalam soal. Informasi yang telah diperoleh dari soal tersebut pun tidak dimodelkan dalam bentuk matematika berupa notasi, gambar, grafik, dan aljabar. Sehingga siswa merasa sulit jika diminta guru menjelaskan kembali secara matematis berupa bahasa atau simbol matematika. Hal tersebut memperlihatkan kurangnya kemampuan komunikasi matematika siswa.

2 TIMSS, “Average mathematics scores of fourth- and eighth-grade students”,

http://nces.ed.gov/timss/table07_1.asp, 4 Juni 2010, 19:14

3 Gusni Satriawati, ”Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan Pemahaman Dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP”, dalam ALGORITMA, Vol. 1, No. 1, Tahun 2006, h. 103


(18)

3

Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan

menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh. Priatna (2006) dalam satriawati mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa SMP masih rendah.4 Demikian halnya di MTs. Manaratul Islam, siswa belum mampu dan terbiasa menggunakan bahasa matematika dalam menyampaikan ide/gagasan dalam suatu permasalahan. Rendahnya kemampuan komunikasi matematika, tidak lepas dari proses pembelajaran matematika. Hal tersebut merupakan akibat dari jarangnya siswa dituntut untuk mempunyai penjelasan dari pelajaran matematika, sehingga siswa masih merasa asing untuk berbicara tentang matematika dan menuangkannya dalam tulisan secara matematis.

Dalam pembelajaran, siswa tidak akan lepas dari komunikasi antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Komunikasi satu arah yang terjadi saat pembelajaran dapat pula memicu rendahnya kemampuan komunikasi matematika. Penggunaan metode pembelajaran yang kurang variatif dan melibatkan siswa secara pasif membiasakan siswa untuk tidak memberikan argumen atas jawabannya dan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang dipelajari menjadi kurang bermakna. Kemampuan komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan. Oleh karena itu, peserta didik harus memaksimalkan fungsi-fungsi komunikasi matematika yang dimilikinya saat belajar.

Bambang mengemukakan bahwa “beberapa pelajar tidak menyukai matematika karena matematika penuh dengan hitungan dan miskin komunikasi.”5 Anggapan siswa tersebut memperlihatkan bahwa ketidaktauan mereka akan pentingnya matematika dan komunikasi dalam menyampaikan ide saat proses belajar. Ketika pembelajaran berlangsung, tidak banyak siswa

4 Gusni Satriawati, Pembelajaran Dengan Pendekatan …, hal. 103 5

Bambang Aryan, ”Membangun Keterampilan Komunikasi Matematika”dari http://kimfmipa.unnes.ac.id/home/61-membangun-keterampilan-komunikasi-matematika.html, 9 Juni 2010, 14.04


(19)

4

yang mau dan suka bertanya kepada temannya untuk mengatasi kesulitannya, apalagi kepada guru sehingga komunikasi antar siswa maupun siswa dengan guru kurang maksimal.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) mengeluarkan

Principles and Standards for School Mathematics. Dalam Standar proses tersebut disebutkan bahwa ada lima penekanan yang harus dituju/disajikan dalam mempelajari matematika yakni: pemecahan masalah (problem solving),

penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi(communication), koneksi (connection), dan representasi (representasion). Dengan mengacu pada lima prioritas di atas, maka komunikasi adalah suatu bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika.

Pelajaran matematika terdiri atas bagian-bagian matematika yang

dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan

membentuk pribadi peserta didik serta berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan pembelajaran matematika pada kurikulum 2006 salah satunya yaitu mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.6

Dari uraian diatas jelas bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa perlu mendapat perhatian untuk lebih dikembangkan. Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang diperlukan dalam belajar matematika dan sangat diperlukan dalam menghadapi masalah dalam kehidupan siswa. Sehingga dengan kemampuan tersebut siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan serta menuangkannya dengan berupa bahasa atau simbol matematika.

Jika kita melihat kembali tujuan pembelajaran matematika yang telah disebutkan sebelumnya, maka sudah selayaknya paradigma pembelajaran dirubah dari teacher centered menjadi student centered. Pembelajaran

6 Sri Anitah W, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta:Universitas Terbuka, 2008), Cet.ke-3, h. 7.2


(20)

5

matematika yang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah matematika. Pembelajaran matematika tidak hanya sekedar learning to know, melainkan juga harus meliputi learning to do, learning to be, dan learning to live together. Untuk memperoleh pengetahuannya, siswa mengumpulkan informasi kemudian mengolah dan menjelaskan informasi yang didapat secara matematis. Guru harus membangun komunitas dimana para siswa merasa bebas mengekspresikan ide mereka dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas salah satunya berkomunikasi.

Berdasakan hal itu, untuk mengantisipasi masalah tersebut berkelanjutan maka perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika yaitu suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga siswa mampu mengkomunikasikan pemikirannya baik dengan guru, teman maupun terhadap materi pelajaran matematika. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa adalah dengan melaksanakan model pembelajaran yang relevan untuk diterapkan oleh guru. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika akan mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa matematika tidak selalu membosankan.

Salah satunya upaya tersebut yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif metode student facilitator and explaining. Within mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan.7 Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill) berupa hasil belajar, sekaligus keterampilan sosial (social skill) berupa kecakapan berkomunikasi, bekerja bersama, dan solidaritas serta

7 Abdul Qohar, “Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching”, Laporan Akhir Pascasarjana UPI, 2009,


(21)

6

interpersonal skill berupa kemampuan untuk mengerti dan peka terhadap orang lain. Dengan kata lain, model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented) yang memberikan kesempatan besar dalam memberdayakan potensi siswa secara optimal. Interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru pun dapat terjalin baik dengan pembelajaran ini.

Metode student facilitator and explaining merupakan suatu metode dimana siswa mempresentasikan ide atau pendapat pada siswa lainnya.8 Langkah-langkah pembelajaran dengan metode student facilitator and explaining yaitu guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, guru menyajikan materi, memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya baik melalui bagan atau peta konsep maupun yang lainnya, guru menyimpulkan ide atau pendapat dari siswa sekaligus memberi penjelasan singkat, evaluasi, dan penutup. Melalui metode student facilitator and explaining siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, siswa dapat mengeluarkan ide-ide yang ada di pikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut. Dengan demikian proses pembelajaran matematika yang menerapkan metode student facilitator and explaining

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa.

Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud mengadakan penelitian

mengenai “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA”

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka timbul beberapa permasalahan, yaitu:

1. Rendahnya minat dan kualitas belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika sehingga rendah pula daya pemahamannya terhadap

8 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo:Masmedia Buana Pustaka, 2009), Cet.I, h.126


(22)

7

konsep dan penguasaan materi pelajaran matematika, akibatnya menganggap metematika sulit.

2. Ketidakmampuan siswa menghubungkan antara apa yang dipelajari dan bagaimana pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari.

3. Rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa yang dapat menghambat pemahaman dan penguasaan penyampaian konsep dan materi pembelajaran matematika.

4. Kurangnya variasi dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga guru monoton dalam mengajar.

5. Guru masih sering menjadi sentral utama dalam proses pembelajaran dan mendominasi aktivitas mengajar, siswa kurang diberi kesempatan mengemukakan ide.

C. PEMBATASAN MASALAH

Agar masalah yang dikaji lebih terfokus dan terarah maka penulis membatasi masalah-masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

student facilitator and explaining. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode student facilitator and explaining yaitu guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, guru menyajikan materi, memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya baik melalui bagan atau peta konsep maupun yang lainnya, guru menyimpulkan ide atau pendapat dari siswa, guru menjelaskan semua materi yang disajikan pada saat itu dan penutup.

2. Kemampuan komunikasi matematika siswa dalam pembelajaran matematika dibatasi pada kemampuan komunikasi matematika tertulis yaitu Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika; Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; Memberikan jawaban


(23)

8

dengan menggunakan bahasa sendiri; Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

3. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII MTs. Manaratul Islam Jakarta tahun ajaran 2010/2011.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif metode Student Facilitator and Explaining

(SFE) dan yang menggunakan metode konvensional?.

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diajarkan model pembelajaran kooperatif metode Student Facilitator and Explaining (SFE) dan yang diajarkan metode konvensional?.

E. TUJUAN PENELITIAN

Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menelaah kemampuan komunikasi siswa melalui pembelajaran dengan metode Student Facilitator and Explaining (SFE) .

2. Mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif metode Student Facilitator and Explaining (SFE) terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa.

F. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melatih siswa untuk lebih menguasai dan memahami permasalahan matematika.

2. Memberi sumbangan informasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah lanjutan pertama.


(24)

9

4. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat.

5. Bagi peneliti, sebagai upaya untuk mengembangkan pengetahuan, sekaligus dapat menambah wawasan, pengalaman dalam tahapan proses pembinaan diri sebagai calon pendidik.


(25)

10

KAJIAN TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. KAJIAN TEORITIK

1. Kajian Teori Kemampuan Komunikasi Matematika a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematika

Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu hubungan, dimana dalam berkomunikasi tersirat adanya interaksi. Interaksi tersebut terjadi karena ada sesuatu yang dapat berupa informasi atau pesan yang ingin disampaikan. Seperti yang dikemukakan Wiryawan dan Noorhadi bahwa ”Komunikasi diartikan sebagai proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan.”1

Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa inggris,

communicate, berarti; (1) menceritakan, menyampaikan; (2) untuk bertukar pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan informasi; (3) untuk membuat tahu; (4) untuk membuat sama; dan (5) untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik. Sedangkan dalam kata benda (noun),

communication, berarti: (1) pertukaran simbol, pesan-pesan yang sama, dan informasi; (2) proses pertukaran diantara individu-individu melalui simbol-simbol yang sama; (3) seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan (Stuart, 1983).2

Berelson & Steiner mengemukakan bahwa “Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka, dan lain-lain.”3

1 IGAK Wardani, Dasar-dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), Cet. I, h.4

2 Dani Vardiansyah, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Cet.I, h.3 3 Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (PT. INDEKS, 2005), h.25


(26)

Berdasarkan definisi tersebut, disimpulkan bahwa komunikasi adalah usaha penyampaian pesan, gagasan, atau informasi kepada penerima pesan baik secara verbal maupun nonverbal. Dunia pendidikan tidak terlepas dari peran komunikasi. Komunikasi yang terjadi tidak hanya terjadi antara siswa dengan gurunya, akan tetapi juga melibatkan interaksi antar siswa yang satu dengan siswa lainnya. Oleh karena itu, komunikasi multiarah dapat menjadikan proses belajar lebih optimal dimana siswa terlibat aktif.

Pada umumnya, seseorang akan mengerti maksud dan tujuan orang lain dalam menyampaikan pesan jika orang tersebut menggunakan bahasa. Bahasa tersebut berupa lambang atau simbol serta tanda. Matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah. Namun, matematika juga dapat dipandang sebagai bahasa karena di dalamnya terkandung simbol-simbol atau lambang-lambang untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Johnson dan Rising:

Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan bahasa simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi.4

Matematika memiliki objek kajian yang abstrak. Objek dasar tersebut meliputi fakta, konsep, skill, dan prinsip.5 Oleh karena itu, dalam mengungkapkan ide atau gagasan matematika diperlukan keterampilan dan kemampuan untuk mengkomunikasikannya. Seseorang yang mrnguasai matematika secara benar diharapkan mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika yang dipahaminya kepada orang lain secara sistematis, matematis, logis, dan tepat.

Menurut Greenes dan Schulman, komunikasi matematika merupakan: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik; (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi

4 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran ..., h.17

5 Sri Anitah W, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta:Universitas Terbuka, 2008), Cet.ke-3, h. 7.5


(27)

dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.6 Ide atau gagasan dalam matematika dinyatakan dalam simbol, lambang, notasi, atau numerik yang dilandasi oleh kesepakatan yang cermat, jelas, dan akurat, serta bersifat universal.7 Schoen, Bean, dan Ziebarth (Hulukati, 2005) mengemukakan bahwa:

Komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat, persamaan, tabel, dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri.8

Dari definisi-definisi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh.

Ansari menelaah kemampuan komunikasi matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing). 9 Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Sementara yang dimaksud dengan komunikasi matematika tulisan (writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi matematika lisan siswa sulit diukur oleh guru sehingga untuk mendapatkan informasi tersebut dibutuhkan lembar observasi untuk mengamati kualitas diskusi siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan komunikasi matematika tertulis dapat diukur melalui soal.

6 Asep Sapa’at, “Pendekatan Keterampilan Metakognitif Untuk Mengembangkan Kompetensi Matematika Siswa”, dalam Mimbar Pendidikan, No.2, Tahun XXV 2006, h.6

7 Suhenda, Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), Cet.II, h.7.7

8 Abdul Qohar, “Mengembangkan Kemampuan ..., h.37 9

Melly Andriani, ”Komunikasi Matematika”, 2009, http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/komunikasi-matematika.html, 9 juni 2010, 13:03 WIB.


(28)

NCTM menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika perlu dibangun pada diri siswa agar dapat:

1) Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar.

2) Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi.

3) Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematik termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika.

4) Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematik.

5) Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.

6) Memahami nilai dan notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematik.10

Konsekuensinya, guru matematika sebagai bagian penting dari proses pembelajaran matematika hendaknya perlu melakukan berbagai upaya menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa, diantaranya melakukan aktivitas yang produktif yang dapat mendukung berrkembangnya kemampuan komunikasi matematika siswa.

NCTM menyebutkan beberapa aktivitas guru yang dapat memungkinkan untuk dapat menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa, diantaranya adalah:

1) Menyelidiki pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan, menarik hati, dan menantang siswa untuk berpikir.

2) Mendengarkan dengan penuh perhatian ide-ide siswa.

3) Meminta siswa untuk merespon dan menilai ide mereka secara lisan dan tulisan.

4) Menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa dalam diskusi.


(29)

5) Memutuskan kapan dan bagaimana untuk menyajikan notasi matematika dalam bahasan matematika pada siswa.

6) Memonitor partisipasi siswa dalam diskusi, memutuskan kapan dan

bagaimana untuk memotivasi masing-masing siswa untuk

berpartisipasi.11

b. Aspek-aspek Dalam Komunikasi Matematika

Komunikasi merupakan kemampuan penting dalam pendidikan matematika. Lubienski dalam Kadir menyatakan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan masalah matematika pada umumnya ditunjang oleh pemahaman mereka terhadap bahasa. Menurut Baroody, ada dua alasan penting mengapa kemampuan berbahasa itu sangat penting dibutuhkan dalam berkomunikasi, yaitu: (1) mathematics as language; matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool of aid thinking), alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, namun matematika juga adalah alat tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai idea dengan jelas, tepat, dan ringkas, dan (2) mathematics learning as social activity, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antar siswa, misalnya komunikasi antara guru dan siswa yang merupakan bagian penting untuk memelihara dan mengembangkan potensi matematika.12

Matematika merupakan sebuah cara mengungkapkan atau menerangkan dengan cara tertentu. Dalam hal ini yang dipakai oleh bahasa matematika ialah dengan menggunakan simbol-simbol. Matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa, komunikasi antara guru dengan siswa, dan siswa dengan fasilitas belajar.

11 Asep Sapa’at, “Pendekatan Keterampilan ..., h. 7


(30)

Baroody mengemukakan bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi, yaitu:

1) Merepresentasi

Merepresentasi meliputi menunjukkan kembali suatu ide atau suatu masalah dalam bentuk baru.

2) Mendengar

Mendengar adalah dapat menangkap suara (bunyi) dengan telinga yang kemudian memberi respon terhadap apa yang didengar.

3) Membaca

Membaca merupakan kegiatan kompleks. Dengan membaca seseorang dapat memahami ide yang dikemukakan orang lain lewat tulisan dan mentransformasikannya secara lisan baik eksplisit maupun implisit. 4) Berdiskusi

Diskusi merupakan tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan dan kesimpulan)

5) Menulis

Kegiatan menulis matematik lebih ditekankan pada mengekspresikan ide-ide matematik. 13

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematik, antara lain:

1) Pengetahuan Prasyarat (Prior Knowledge)

Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai akibat proses belajar sebelumnya.

2) Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis

Dalam komunikasi matematika, kemampuan membaca, diskusi, dan menulis dapat membantu siswa mmeperjelas pemikiran dan dapat

13Gusni Satriawati, Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan Pemahaman Dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP, dalam ALGORITMA, Vol. 1, No. 1, Tahun 2006, hal. 109


(31)

mempertajam pemahaman. Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua level.

3) Pemahaman Matematika (mathematical knowledge) 14

c. Indikator Dalam Komunikasi Matematika

Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan

menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh. Seseorang dikatakan dapat berkomunikasi bila ia telah mampu melakukan beberapa hal seperti:

1) Memberikan alasan terjadi tidaknya sesuatu, baik secara induktif atau deduktif,

2) Menafsirkan sesuatu hal berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya,

3) Menyatakan ide atau gagasan, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan peragaan atau demonstrasi. 15

Menurut NCTM, indikator komunikasi matematis, dapat dilihat dari:

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual, 2) Kemampuan memahami, mengiterpretasikan, dan mengevaluasi

ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya,

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. 16

14 Gusni, Pembelajaran Dengan Pendekatan ..., h. 111 15 Suhenda, Pengembangan Kurikulum ..., h. 7.22 16

Mumun Syaban, “Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa”, http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=62&itemid=7, 9 juni 2010, 13:34 WIB.


(32)

Sedangkan menurut Sumarmo komunikasi matematika meliputi kemampuan siswa:

1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika,

2) Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar,

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, 4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika,

5) Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis,

6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi,

7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. 17

Satriawati membagi kemampuan komunikasi matematik menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

1) Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkrit, grafik dan aljabar, menjelaskan dan mebuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi.

2) Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika.

3) Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. 18

17 Gusni Satriawati, Pembelajaran Dengan Pendekatan ..., h.110 18 Gusni Satriawati, Pembelajaran Dengan Pendekatan ..., h.111


(33)

Pada penelitian ini, peneliti membagi kemampuan komunikasi matematika menjadi lima, yaitu sebagai berikut:

1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika

2) Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika 4) Memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri

5) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari

Berdasarkan pengertian, aspek, dan indikator yang telah dibahas sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh. Dengan kemampuan komunikasi matematika, siswa mengekspresikan ide-ide matematis dengan berbicara, menulis, mendemonstrasikan secara visual serta merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide-ide matematika. Dengan demikian, siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang sedang mereka kerjakan.

2. Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Aktivitas kehidupan manusia hampir tidak terlepas dari kegiatan belajar. Belajar memainkan peran penting dalam mempertahankan dan mengembangkan kehidupan pribadi maupun kelompok serta mendapat tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya kependidikan. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan tapi merupakan proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga memunculkan perubahan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Chaplin dalam Dictionary of


(34)

Psychology, disebutkan bahwa: (1) ... acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience. (2) Learning is the process of acquiring responses as result of special practice.19 Belajar merupakan perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman, serta belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.

Dalam kegiatan belajar terjadi interaksi individu dengan lingkungannya dimana lingkungan tersebut memungkinkan individu memperoleh pengalaman atau pengetahuan, baik sesuatu yang baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Jerome Brunner bahwa, “belajar adalah suatu proses aktif di mana siswa membangun

(mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada

pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya.”20

Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan peserta didik , dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir. 21 Guru berperan sebagai komunikator, peserta didik sebagai komunikan, dan materi yang akan dikomunikasikan berisi pesan-pesan berupa ilmu pengetahuan.Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran dapat terjadi komunikasi banyak arah.

Pembelajaran merupakan penentu keberhasilan pendidikan. Pembelajaran tidak hanya bertujuan menguasai materi pelajaran, akan tetapi perubahan tingkah laku yang lebih luas. Pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuannya bukan diperoleh dari transfer

19 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. VIII, hal. 90

20

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet ke-1, hal 15


(35)

orang lain seutuhnya, tetapi dibentuk oleh dirinya sendiri sehingga mampu mengembangkan kemampuannya.

Pembelajaran memiliki dua karakteristik yaitu:

1. Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir.

2. Dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, sehingga dapat membangun siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.22

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru memilih atau mengembangkan model-model pembelajaran yang sesuai. Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah kegiatan.23 Joyce mengemukakan bahwa “Models of teaching is plan or pattern that we can use to design face to face teaching in classrooms or tutorial settings and to shape instructional materials…, Each models guides us as we design instruction to help students achieve various obyektives.”24

Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan dalam merencanakan pembelajaran di kelas dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran guna membantu siswa mencapai berbagai tujuan.

Arends menyatakan bahwa “The terms teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system.” 25 Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

22 Syaiful sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung:Alfabeta, 2007), h. 63 23 Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet.1, h. 46 24

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. I. h.52

25


(36)

Dari definisi-definisi yang dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan yang digunakan dalam menyusun aktivitas belajar mengajar, mengatur materi pembelajaran, dan membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Secara sederhana, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

. Upaya pemilihan atau pengembangan model pembelajaan berorientasi pada peningkatan keterlibatan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran sehingga tujuan-tujuan pun dapat tecapai. Slavin menyatakan pembelajaran kooperatif mengandung pengertian bahwa siswa belajar bersama, saling berbagi ide, dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar baik secara individu maupun kelompok.26

Pendapat lain dikemukakan oleh Johnson & Johnson, “cooperative learning

adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.” 27 Melalui pembelajaran kooperatif siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.28

Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda dimana setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam bentuk kegiatan kelompok ini, maka siswa dengan siswa lain maupun dengan guru dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, ide ataupun gagasan-gagasan.

26 Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2008), h. 4

27 Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2009), Cet. II, h.17 28 Isjoni, Cooperative Learning …, h.20


(37)

Slavin, Abrani, dan Chambers berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa teori/perspektif, yaitu sebagai berikut:

1) Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.

2) Perspektif sosial, artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.

3) Perspektif perkembangan kognitif, artinya bahwa dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.

4) Perspektif elaborasi kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya. 29

Sebagai seorang pendidik dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia akan memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi pelajaran tertentu. Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran kooperatif tersebut.

Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

2) Siswa dalam kelompok sehidup semati.

3) Siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama. 4) Membagi tugas dan tanggung jawab sama.

5) Akan dievaluasi untuk semua.

6) Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama. 7) Diminta mempertangungjawabkan individual materi yang ditangani. 30

29 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Kencana, 2007), Cet. II, h.242

30 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. I, h.270


(38)

b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu sebagai berikut:

1) Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

2) Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Pengajar yang efektif dalam pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan sinergi yang menguntungkan semua anggota.

4) Komunikasi antaranggota

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan komunikasi. Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, diantaranya mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam setting kelompok.


(39)

5) Evaluasi proses kelompok

Pendidik perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. 31

Dengan memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut, peneliti berpendapat bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang tergabung dalam kelompok harus betul-betul dapat menjalin kekompakan dan komunikasi. Setiap siswa berkesempatan mengemukakan ide. Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi juga dituntut tanggung jawab individu.

c. Urgensi Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan nuansa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran dalam bidang studi. Keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan demokratis, serta masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

2) Guru menyampaikan pokok-pokok materi kepada siswa dengan cara demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. 4) Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.

5) Evaluasi atau memberikan umpan balik. 6) Pengakuan tim (memberikan penghargaan). 32

31 Anita Lie, Coopereative Learning..., h. 31 32 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ..., h. 246


(40)

Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:33

1) Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. 2) Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

mengelola aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan menjaga hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.

3) Formulating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan strategi-strategi penalaran tingkat tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.

4) Fermenting (pengembangan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

Keunggulan penggunaan model pembelajaran kooperatif bagi peserta didik maupun pendidik adalah sebagai berikut:34

1) Peserta didik dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

2) Melalui pembelajaran kooperatif, dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Dapat membantu siswa untuk peduli pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

33 Johnson and Johnson, Colaborative Learning, (Bandung:Nusa Media, 2010), Cet. I, h.113 34 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ..., h.248


(41)

5) Pembelajaran kooperatif merupakan model yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus keterampilan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri dan hubungan interpersonal positif dengan yang lain.

6) Interaksi selama pembelajaran berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Berikut ini disajikan beberapa perbedaan metode pembelajaran sebagai implementasi dari model pembelajaran kooperatif berdasarkan pada tujuan yang dicapai.

Tabel 2.1

Metode Pembelajaran Kooperatif

Metode Tujuan

1. STAD (Student teams Achievement Divisions) 2. Jigsaw

3. Group Investigation

4. Student Facilitator and Explaining (SFE)

Mengembangkan pengetahuan akademis faktual

Meningkatkan pengetahuan konseptual faktual dan akademis

Mengembangkan pengetahuan

konseptual akademis dan keterampilan menyelidiki

Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi;

Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri serta umpan balik;

Memberdayakan setiap siswa untuk lebih memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar dan atas apa yang mereka sampaikan

d. Metode Student Facilitator and Explaining (SFE)

Salah satu upaya pencapaian keberhasilan proses pembelajaan telah dibahas pada bagian sebelumnya, yaitu melalui pemilihan model pembelajaran salah satunya model pembelajaran kooperatif. Pada model pembelajaran, perencanaan yang telah disusun sejak awal harus diimplementasikan berupa suatu metode agar tujuan yang telah disusun tercapai optimal. Uno


(42)

mendefinisikan metode pembelajaran sebagai “cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya yang merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.”35 Sedangkan menurut Sanjaya, “metode adalah a way in achieving something.”36 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang dipilih guru berupa tahapan-tahapan kegiatan belajar khususnya kegiatan penyajian materi dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Implementasi model pembelajaran kooperatif salah satunya dapat menggunakan metode Student Facilitator and Explaining (SFE). Metode

Student Facilitator and Explaining (SFE) merupakan metode pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta didik lainnya. Metode pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri. 37 Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya mengenai unsur-unsur pembelajaran kooperatif, metode Student Facilitator and Explaining (SFE)

menampilkan unsur yang terdapat pada pembelajaran tersebut terutama keterampilan sosialatau komunikasi antar anggota.

Kegiatan yang terjadi pada metode ini memberikan kebebasan siswa baik untuk mengemukakan ide/gagasan mereka maupun menanggapi pendapat siswa lainnya. sehingga menuntut adanya komunikasi antarsiswa agar proses pembelajaran menjadi optimal. Selain itu, tanggung jawab terhadap ide atau pendapat yang mereka sampaikan sangat diperlukan.

Dalam pelaksanaannya, metode Student Facilitator and Explaining

mempunyai kelebihan yaitu:

1. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan

pemahamannya sendiri serta umpan balik

2. Dapat menuntun siswa untuk mengeluarkan ide-ide yang ada di pikirannya sehingga lebih dapat memahami materi.

35 Hamzah B Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), Cet. 4, hal. 2 36 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ..., h.125


(43)

3. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

4. Memberdayakan setiap siswa untuk lebih memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar dan atas apa yang mereka sampaikan.

5. Kegiatan belajar membuat siswa terlihat aktif.

Terdapat pula beberapa kekurangan pada metode ini, diantaranya: 1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil. 2. Pengelolaan kelas yang masih sulit.

e. Langkah-langkah Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) mempunyai tahapan atau langkah-langkahseperti berikut:38

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai/kompetensi dasar, 2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan garis-garis besar materi

pembelajaran,

3) Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya melalui bagan/peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran,

4) Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa, 5) Guru menerangkan materi yang disajikan saat itu, 6) Penutup,

7) Evaluasi.

Suherman menjelaskan langkah-langkah metode Student Facilitator and Explaining (SFE) adalah sebagai berikut 39

1) Sajian materi,

2) Siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, 3) Kesimpulan dan evaluasi,

4) Refleksi.

38 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran ..., h.283

39 Erman Suherman, ”Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa”, http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=60&Itemid=7, 11 Juni 2010, 15:42 WIB


(44)

Peran siswa sebagai fasilitator dan penjelas dalam metode ini yaitu merencanakan bagaimana cara mereka mengajari materi yang sedang dipelajari kepada satu sama lain dan menyampaikannya secara lisan melalui bagan kepada anggota kelompok lainnya. Selain itu, menggambarkan bagaimana cara menyelesaikan tugas yang diberikan (tanpa memberikan jawabannya), memberikan umpan balik yang spesifik mengenai pekerjaan siswa lain, dan menyelesaikan tugas dengan meminta siswa lain untuk mendemonstrasikan cara menyelesaikan tugas tersebut.40

Sedangkan peran guru yaitu sebagai manager, guru memonitor disiplin kelas dan hubungan interpersonal, dan memonitor ketepatan penggunaan waktu dalam menyelesaikan tugas. 41 Selain itu sebagai mediator, guru

memandu menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan.42 Dengan kata lain, guru memberikan pengarahan kepada kelompok dengan menyatakan tujuan dari tugas atau materi yang diberikan, mendorong dan memastikan siswa untuk berpartisipasi. Membuat siswa mendapatkan giliran adalah salah satu cara untuk memformalkan partisipasi seluruh anggota kelompok. Selain itu, memberikan kesempatan untuk menyampaikan umpan balik positif kepada semua anggota.

3. Metode Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang umumnya diterapkan guru sehari-hari. Menurut Ruseffendi, metode ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa (konvensional) dipakai pada pengajaran matematika.43 Sanjaya berpendapat bahwa pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara

40 Johnson and Johnson, Colaborative Learning …, h.117

41 I Wayan Santyasa, Model-model Pembelajaran Inovatif, Makalah:disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007, h. 6

42 Isjoni, Cooperative Learning …, h. 63


(45)

verbal dari dari seorang guru kepada siswa. 44 Sedangkan Makmun mengemukakan bahwa ”guru menyajikan bahan dalam bentuk yang lebih dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teatur dan tertib.”45 Definisi-definisi tersebut menjelaskan bahwa dalam proses belajar siswa hanya mengikuti pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat dengan menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan, serta dapat mengungkapkan kembali apa yang telah diperolehnya ketika diberi pertanyaan oleh guru.

Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered). Dikatakan demikian, sebab guru memegang peran yang dominan dan dalam metode ini siswa tidak dituntut mencari dan menemukan sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru. Siswa hanya diharapkan memahami materi dengan benar dengan cara mengungkapkan kembali materi yang telah dijelaskan.

Secara garis besar prosedur pembelajaran ekspositori sebagai berikut: 1) Persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya

secara sistematik dan rapi.

2) Pertautan (apperception) bahan terdahulu, yaitu guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa ke materi yang telah diajarkan.

3) Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru menyajikan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa membaca bahan yang telah dipersiapkan.

4) Evaluasi (resitation) yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari. 46

Metode pembelajaran ekspositori mempunyai kelebihan yaitu: 1) Dapat digunakan pada jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar

44 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ..., h.177 45 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna …, h. 79 46 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna …, h. 79


(46)

2) Efektif ketika materi pelajaran yang akan disampaikan cukup luas dan waktu yang tersedia terbatas.

3) Guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran sehingga dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan.47

Dalam pelaksanaannya, metode ekspositori memiliki kelemahan, diantaranya:

1) Metode ekspositori hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

2) Metode ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu. 3) Sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan

sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis dikarenakan metode ini lebuh banyak diberikan melalui ceramah.

4) Gaya komunikasi dalam pembelajaran ini lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication) sehingga dapat mengakibatkan pemahaman yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. 48

Terdapat beberapa perbedaan esensial antara Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) dengan metode pembelajaran konvensional, berikut ini disajikan dalam tabel yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2

Perbandingan Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) dengan metode pembelajaran konvensional

Metode Student Facilitator and

Explaining (SFE) Metode pembelajaran konvensional

Pembelajaran berpusat pada siswa Pembelajaran berpusat pada guru

Aktivitas belajar siswa secara kelompok Aktivitas belajar siswa lebih banyak belajar sendiri

Siswa mencari dan mengolah informasi

yang diperoleh dan selanjutnya

dikemukakan ke siswa lain

Guru mengajar dan menyebarkan

informasi kepada siswa dan siswa hanya menerima

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga terhadap hubungan interpersonal dan keterampilan sosial berupa kemampuan berkomunikasi

Penekanan hanya pada penyelesaian tugas

47 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ..., h. 188 48 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ..., h. 189


(47)

B. HASIL PENELITIAN RELEVAN

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti, yaitu:

a. Musriah (2009) Peningkatan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Metode Student Facilitator and Explaining ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII di SMP Negeri 2 Grobogan ).

Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil tes tertulis yang dilakukan sebelum dan sesudah penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada prestasi belajar siswa. Sebelum tindakan kelas prestasi belajar siswa hanya 30.95%, sesudah tindakan prestasi belajar siswa naik menjadi 95.24%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan metode student facilitator and explaining dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan keaktifan siswa sehingga berdampak pada peningkatan prestasi belajar.

b. Heni Dwi Kusmiyati (2010) Pengaruh Metode Reciprocal Teaching, Student Facilitator and Explaining dan Konvensional Terhadap Prestasi Belajar Matematika (Penelitian Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMP Al-Islam 1 Surakarta). Skripsi tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta . Hasil penelitian, pada taraf signifikansi α = 5%, menunjukkan bahwa metode pembelajaran student facilitator and explaining mempengaruhi prestasi belajar matematika, dalam arti prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan metode student facilitator and explaining lebih baik daripada yang diajar dengan metode konvensional.

C. KERANGKA BERPIKIR

Matematika sebagai alat bagi ilmu yang lain sudah cukup dikenal dan sudah tidak diragukan lagi. Matematika bukan hanya sekedar alat bagi ilmu, tetapi lebih dari itu matematika adalah bahasa. Dalam hal ini yang dipakai oleh bahasa matematika ialah dengan menggunakan simbol-simbol.


(48)

Matematika merupakan bahasa, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat untuk menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa.

Matematika memiliki objek kajian yang abstrak dimana siswa dalam pembelajarannya tidak dihadapkan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Pada saat menghadapi permasalahan matematika berupa soal, tidak banyak siswa yang mampu menyelesaikannya. Hal ini dikarenakan siswa hanya menerima pelajaran yang diberikan namun tidak mengetahui penggunaan pengetahuan yang telah didapatnya. Siswa kesulitan menentukan langkah awal apa yang mesti dilakukan dari informasi yang terdapat dalam soal. Informasi yang telah diperoleh dari soal tersebut pun tidak dimodelkan dalam bentuk matematika berupa notasi, gambar, grafik, dan aljabar. Sehingga siswa merasa sulit jika diminta guru menjelaskan kembali secara matematis berupa bahasa atau simbol matematika.

Oleh karena itu, dalam mengungkapkan ide atau gagasan matematika diperlukan keterampilan dan kemampuan untuk mengkomunikasikannya serta penggunaan pembelajaran yang tidak satu arah (one way communication). Seseorang yang menguasai matematika secara benar diharapkan mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan matematika yang dipahaminya kepada orang lain secara sistematis, matematis, logis, dan tepat.

Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan mempermanenkan ide dan proses komunikasi serta dapat mempublikasikan ide. Kemampuan komunikasi matematika merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan dalam belajar matematika dan sangat diperlukan dalam menghadapi masalah dalam kehidupan siswa serta perlu mendapat perhatian untuk lebih dikembangkan. Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari informasi yang diperoleh.


(49)

Upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi tentunya tidak terlepas dari adanya kerja sama antara siswa dan guru. Untuk terciptanya situasi pembelajaran yang lebih memberikan suasana yang kondusif dan dapat mengoptimalkan kemampuan komunikasi matematik, sebaiknya siswa diorganisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk saling bertatap muka berinteraksi, dan berdiskusi. Interaksi tersebut menimbulkan komunikasi dua arah yang menguntungkan satu sama lain. Hal tersebut dapat diupayakan melalui metode student facilitator and explaining.

Metode student facilitator and explaining merupakan suatu metode dimana siswa mempresentasikan ide atau pendapat pada siswa lainnya. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode student facilitator and explaining yaitu guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, guru menyajikan materi, memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya baik melalui bagan atau peta konsep maupun yang lainnya, guru menyimpulkan ide atau pendapat dari siswa, guru menjelaskan semua materi yang disajikan pada saat itu dan penutup.

Berdasarkan uraian diatas maka terlihat terdapat keterkaitan model pembelajaran metode Student Facilitator and Explaining (SFE) dengan kemampuan komunikasi matematika siswa. Dengan demikian, diduga bahwa penggunaan metode Student Facilitator and Explaining (SFE) dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi matematika siswa.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan metode Student Facilitator and Explaining (SFE) lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan dengan metode konvensional.


(1)

3. Menentukan nilai ttabel

Selanjutnya mencari ttabel , dengan db = n1 + n2 – 2 = 38 + 38 – 2 = 74

dan taraf signifikan 0,05, didapat nilai ttabel = 1,67.

Dari hasil perhitungan di atas didapat thitung = 2,12 dan ttabel = 1,67,

karena thitung  ttabel (2,12  1,67), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya,

Rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa kelas eksperimen (yang diajarkan dengan metode Student Facilitator and Explaining) lebih tinggi daripada kelas kontrol yang menggunakan metode konvensional.


(2)

Lampiran 24

Uji Referensi

Nama : Tika Mufrika NIM : 106017000553

Jur/Fak : Pendidikan Matematika/Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Judul Skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Metode Student Facilitator and Explaining (SFE) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa

No Judul Buku dan Nama Pengarang Paraf

Pembimbing I Pembimbing II 1

2

3

4

5

6

Andriani, Melly, ”Komunikasi

Matematika”, 2009,

http://mellyirzal.blogspot.com/2

008/12/komunikasi-matematika.html, 9 juni 2010, 13:03 WIB.

Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:Bumi Aksara, 2008, hal. 72, 109, 213

Aryan, Bambang, ”Membangun Keterampilan Komunikasi Matematika”dari

http://kimfmipa.unnes.ac.id/hom e/61-membangun-keterampilan-komunikasi-matematika.html, 9 Juni 2010, 14.04

Isjoni, Cooperative Learning, Bandung: Alfabeta, 2009, hal. 17, 63 Johnson and Johnson, Colaborative

Learning, Bandung:Nusa Media, 2010, hal. 113, 117


(3)

Ilmu-7

8

9

10

11

12

13

ilmu Sosial, Jakarta : PT. Rosemata Sampurna, 2010, hal. 84, 111, 119

Kadir dan Nana Sumarna, Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa

dalam Pembelajaran

Matematika, dalam MIPMIPA, Vol. 8, No. 1, Tahun 2009, hal. 64

Lie, Anita, Cooperative Learning, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002, hal. 31

NCTM, Principles Standards for School Mathematics, Reston, VA : Authur, 2000, hal. 17

Qohar, Abdul, “Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching”, Laporan Akhir Pascasarjana UPI, 2009, hal. 36-37

Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 270, 283

Ruseffendi, E.T, Pengajaran Matematika Modern, Bandung: Tarsito, 1980, h. 172

Sagala, Syaiful, Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Problematika Belajar Dan Mengajar, Bandung:Alfabeta, 2007, hal. 63, 79


(4)

14

15

16

17

18

19

20

Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:Kencana, 2007, hal. 125, 177, 189, 242, 246, 248

Santyasa, I Wayan, Model-model Pembelajaran Inovatif, Makalah:disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007, hal. 6

Sapa’at, Asep, “Pendekatan Keterampilan Metakognitif Untuk Mengembangkan Kompetensi Matematika Siswa”, dalam Mimbar Pendidikan, No.2, Tahun XXV 2006, hal. 6-7 Satriawati, Gusni, Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan Pemahaman Dan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP, dalam ALGORITMA, Vol. 1, No. 1, Tahun 2006, hal. 109-111

Slavin, Robert E., Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Nusa Media, 2008, hal. 4

Subana, M, dan Sudrajat, Dasar-dasar

Penelitian Ilmiah,

Bandung:Pusaka Setia, 2001, hal. 100, 127, 133, 161

Suhenda, Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, hal. 7.7, 7.22


(5)

21

22

23

24

25

26

27

28

29

Suherman, Erman, ”Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi

Kompetensi Siswa”,

http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=c om_content&task=view&id=60 &Itemid=7, 11 Juni 2010, 15:42 WIB

Suherman, Erman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung:UPI, 2003, hal. 8, 17

Suprijono, Agus, Cooperative Learning, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal. 46, 71

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, Sidoarjo:Masmedia Buana Pustaka, 2009, hal. 126 Syaban,Mumun,

“Menumbuhkembangkan Daya

Matematis Siswa”,

http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=c om_content&task=view&id=62 &itemid=7, 9 juni 2010, 13:34 WIB.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, hal. 90

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 15 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu,

Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, hal. 52, 54

Uno, Hamzah B, Model Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2009,


(6)

30

31

32

33

34

hal.2

Vardiansyah, Dani, Filsafat Ilmu Komunikasi suatu pengantar, PT. INDEKS, 2005, hal. 25 Vardiansyah , Dani, Pengantar Ilmu

Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hal. 3

Wardani, IGAK, Dasar-dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar, Jakarta: Universitas Terbuka, 2001, h.4 Sri Anitah W, et.al, Strategi

Pembelajaran Matematika, Jakarta:Universitas Terbuka, 2008, h. 7.5

TIMSS, “Average mathematics scores of fourth- and eighth-grade

students”, 2007,

http://nces.ed.gov/timss/table07_ 1.asp, 4 Juni 2010, 19:14

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kadir, M. Pd Firdausi, M. Pd NIP. 19670812 199402 1 001 NIP. 19690629 200501 1 003


Dokumen yang terkait

Model Pembelajaran Kooperatif Student Facilitator and Explaining (SFE) dengan Peta Konsep dalam Peningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. (Kuasi Eksperimen di SMP Jayakarta)

0 2 225

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SFE (STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING) DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS LISAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS X MIA 2 SMA MTA SURAKARTA.

0 0 20

Eksperimentasi Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFE) terhadap Hasil Belajar ditinjau dari Kecerdasan Linguistik

0 0 8

Penerapan model pembelajaran student facilitator and explaining dan student team achievement divisions terhadap kemampuan komunikasi sains dan berpikir kritis siswa - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 172

Pengaruh penggunaan metode student facilitator and explaining dalam pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMK di Kota Tasikmalaya

0 0 8

PENGARUH PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN PERCAYA DIRI SISWA

0 0 18

UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS VIII B MTs MUHAMMADIYAH PURWOKERTO MELALUI PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE)

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreativitas - UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS VIII B MTs MUHAMMADIYAH PURWOKERTO MELALUI PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) - repository perpustakaan

0 0 17

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFAE) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 2 SOMAGEDE

0 0 17

PENGARUH METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) TERHADAP RASA PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN JIPANG KECAMATAN KARANGLEWAS - repository perpustakaan

0 0 17