9
pencernaan. Lemak meningkatkan waktu transit sehingga memberi waktu lebih banyak untuk absorpsi kalsium Almatsier, 2006.
Gambar 1. Grafik studi rata-rata absorpsi kalsium secara in vivo oleh Purac 2003 Terdapat beberapa penyebab berkurangnya tingkat absorpsi kalsium di dalam tubuh.
Kekurangan vitamin D dalam bentuk aktif menghambat absorpsi kalsium. Asam oksalat dan asam fitat yang memiliki ikatan fosfor, masing-masing membentuk kalsium oksalat dan
kalsium fosfat yang tidak larut sehingga menghambat absorpsi kalsium. Oksalat biasa terdapat dalam tumbuhan seperti bayam dan kakao, sedangkan fitat biasa terdapat dalam
sekam serealia. Serat menurunkan absorpsi kalsium, diduga karena menurunkan waktu transit makanan di saluran cerna sehingga mengurangi kesempatan absorpsi kalsium Almatsier,
2006.
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Saat manusia dewasa,
terutama saat usia 50 tahun, kalsium pada tulang umumnya hilang untuk memenuhi kebutuhan harian kalsium. Akibatnya, tulang menjadi rapuh dan mudah patah yang sering
dinamakan osteoporosis. Selain itu, kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteomalasia. Osteomalasia adalah kondisi riketsia pada orang dewasa yang terjadi karena kekurangan
vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Mineralisasi matriks tulang terganggu, sehingga kandungan kalsium di dalam tulang menurun Almatsier, 2006.
Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Selain itu, kalsium berlebih dapat menyebabkan konstipasi. Kelebihan kalsium bisa terjadi karena
berlebih menggunakan suplemen kalsium. Oleh karena itu, konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg per hari Almatsier, 2006.
2. Zat Besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia, yaitu sebesar 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Senyawa besi di dalam tubuh dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu yang berfungsi untuk keperluan metabolik dan yang berbentuk simpanan. Kelompok pertama adalah hemoglobin Hb, mioglobin, sitokrom, dan beberapa
zat besi lainnya yang berikatan dengan protein. Sedangkan senyawa zat besi dalam bentuk cadangan terdapat sebagai ferritin dan hemosiderin. Almatsier, 2006
Jenis Kalsium
Absorpsi Kalsium
10
Kandungan zat besi pada orang dewasa berkisar antara 2.5-4 gram, dimana 2.0-2.5 gram berada dalam sirkulasi sel darah merah, sebagai komponen hemoglobin Hb. Sedangkan
dalam jumlah kecilnya kira-kira 300 mg erat hubungannya dengan beberapa enzim yang mengandung besi Linder, 1992. Dengan demikian, besi memegang peranan penting pada
beragam reaksi biokimia. Dalam kaitannya dengan Hb, besi berperan dalam pembentukan sel darah merah serta pengangkutan O
2
dan CO
2
. Sedangkan sebagian kecil besi yang terdapat dalam enzim jaringan sekitar 7, bertanggung jawab dalam pengangkutan elektron pada
proses transpor elektron dan fosforilasi oksidatif sitokrom, kompleks Fe-S protein, serta bertanggung jawab dalam proses pengaktifan oksigen
oksidase dan oksigenase Brody, 1994.
Besi memiliki beberapa fungsi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu
berbagai reaksi enzim di dalam tubuh. Besi banyak tersebar luas di dalam makanan. Walaupun demikian, beberapa negara termasuk Indonesia, masih memiliki kasus kekurangan
gizi besi di dalam masyarakatnya. Padahal, kekurangan besi berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kemampuan kognitif, dan sistem kekebalan tubuh Almatsier, 2006. Zat
besi penting untuk produksi antibodi dan sintesis purin sebagai bagian integral asam nukleat dalam RNA dan DNA, reaksi sintesis kolagen, penghilangan lipida dari darah, serta
detoksifikasi zat racun dalam hati Muchtadi, 1993.
Sumber zat besi yang baik adalah bahan pangan hewani seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa
jenis buah. Bahan pangan dikatakan sebagai sumber zat besi yang baik ditentukan oleh jumlah dan ketersediaan biologisnya bioavailability. Umumnya, zat besi pada produk
pangan hewani memiliki ketersediaan biologis lebih tinggi dibanding produk pangan nabati. Kandungan besi beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 4.
Defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat di negara maju maupun berkembang. Defisiensi besi umumnya terjadi pada golongan rentan seperti anak-
anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Kekurangan besi dapat menyebabkan anemia gizi besi, gangguan penyembuhan luka, terganggunya kekebalan
tubuh, menurunnya kemampuan belajar, dan berkurangnya produktivitas kerja. Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi
besi. Perdarahan akibat infeksi parasit cacing, luka, atau penyakit gastrointestinal juga mengakibatkan kehilangan besi pada tubuh manusia secara signifikan.
Kelebihan besi juga tidak baik bagi kesehatan manusia. Umumnya, kelebihan besi diakibatkan pengonsumsian suplemen makanan yang mengandung besi secara berlebih.
Gejala yang diakibatkan adalah mual, muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, mengigau, dan pingsan Almatsier, 2006.
Salah satu cara untuk meningkatkan konsumsi zat besi adalah dengan fortifikasi. Salah satu aspek terpenting dalam fortifikasi zat besi adalah memilih senyawa sumber zat besi yang
paing cocok. Zat besi yang ditambahkan harus cukup dapat diserap dan tidak mengubah rasa, warna, bau, dan penampakan bahan pangan. Fortifikasi zat besi dalam makanan lebih sulit
dilakukan dibandingkan fortifikasi zat gizi lainnya. Hal ini disebabkan karena senyawa zat besi yang paling mudah diabsorpsi adalah yang paling reaktif sehingga sering menghasilkan
efek yang tidak dikehendaki apabila dimasak dengan bahan-bahan lainnya.
11
Tabel 4. Kandungan besi berbagai bahan makanan mg100 gram
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1979
3. Seng