17
mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Jika kondisi tersebut terus berlanjut penyakit yang terjadi adalah xeroftalmia, dimana kornea
menjadi lunak dan pecah. Fungsi kekebalan tubuh menurun pada orang yang kekurangan vitamin A, sehingga mudah terserang infeksi. Selain itu, kulit juga menjadi kering dan kasar,
folikel rambut menjadi kasar, mengeras dan mengalami keratinisasi. Kekurangan vitamin A juga menghambat pertumbuhan sel-sel, termasuk sel tulang Almatsier, 2006.
Di sisi lain, kelebihan vitamin A juga bisa mengakibatkan gangguan kesehatan. Kelebihan vitamin A bisa terjadi bila memakan vitamin A sebagai suplemen dalam takaran
tinggi secara berlebih, misalnya takaran 16,000 RE untuk jangka waktu lama atau 40,000- 55,000 REhari. Gejala yang ditimbulkan pada orang dewasa antara lain kepala pusing, mual,
rambut rontok, kulit mengering, anoreksia, dan sakit pada tulang. Gejala pada wanita adalah terganggunya siklus menstruasi sehingga berhenti. Pada bayi, terjadi pembesaran kepala,
hidrosefalus, dan mudah tersinggung Almatsier, 2006.
E. REMAJA
Masa remaja merupakan saat terjadinya perubahan-perubahan cepat dalam proses pertumbuhan fisik, kognitif dan psikososial. Pada masa ini terjadi kematangan seksual dan
tercapainya bentuk dewasa karena pematangan fungsi endokrin. Pada saat proses pematangan fisik, juga terjadi perubahan komposisi tubuh. Periode adolesensia ditandai dengan pertumbuhan
yang cepat growth spurt baik tinggi maupun berat badannya. Pada periode growth spurt, kebutuhan zat gizi tinggi karena berhubungan dengan besarnya tubuh. Growth spurt pada anak
perempuan antara umur 10 dan 12 tahun, sedangkan pada anak laki-laki antara umur 12 sampai 14 tahun Almatsier, 2006.
Permulaan growth spurt pada anak tidak selalu pada umur yang sama melainkan tergantung individualnya. Pertumbuhan yang cepat biasanya diiringi oleh pertumbuhan aktivitas fisik
sehingga kebutuhan zat gizi akan naik pula. Kenaikan ini diperlukan selain untuk pemeliharaan fungsi fisiologis juga untuk menunjang pertumbuhan yang optimal Muhilal et al., 1998.
Gizi kaum remaja yang dicerminkan oleh pola makannya akan sangat menentukan dalam mencapai pertumbuhan fisik optimal sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Beberapa
mineral yang penting untuk diperhatikan adalah kalsium, zat besi, dan seng Khomsan, 2004. Zat gizi dibutuhkan oleh remaja selain untuk pertumbuhan fisiknya juga untuk perkembangannya atau
kemampuan intelegensi antara lain energi, protein, vitamin B6, vitamin C, seng, zat besi, dan kalsium Wirakusumah, 1993.
Survei yang dilakukan Hurlock 1997 menunjukkan bahwa remaja menyukai makanan jajanan snack. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi adalah kue-kue yang rasanya manis,
biskuit, wafer, pastry, dan permen. Sebaliknya sayur serta buah yang banyak mengandung vitamin C tidak populer untuk dikonsumsi. Hal ini mengakibatkan diet mereka rendah akan zat
besi, vitamin C, dan lain-lain. Disamping itu hasil survei juga menunjukkan bahwa remaja menyukai minum-minuman ringan soft drink, teh, dan kopi yang frekuensinya lebih sering
dibandingkan dengan minum susu.
Kekurangan asupan harian beberapa zat gizi mikro pada remaja Indonesia perlu diatasi dengan memperkaya zat gizi pada makanan yang dikonsumsi. Hal ini penting karena remaja
Indonesia mengalami gangguan tumbuh kembang dan penurunan tingkat kecerdasan Untoro, 2004. Formulasi pada proses fortifikasi zat besi, kalsium, seng, vitamin A, dan vitamin C
dilakukan pada wafer krim karena remaja menyukai produk yang mudah dibawa dan dapat dikonsumsi kapan saja
18
Laporan United State Department of Agriculture USDA menyebutkan pascakrisis ekonomi di Indonesia, industri makanan olahan mendapat kenyataan adanya perubahan profil konsumen
Maryoto, 2003. Mereka adalah masyarakat yang menginginkan kepuasan yang lebih, kritis, dan berpendidikan. Konsumen ini mulai mengenal produk-produk fortifikasi, seperti susu, biskuit, es
krim yang ditambahkan vitamin dan mineral. Mereka memiliki pengetahuan yang baru berkat media yang diakui berperan penting dalam mengedukasi konsumen. Akibatnya saat ini banyak
dilakukan riset-riset yang mengarah pada inovasi produk dengan segmentasi dan target konsumen yang sangat tajam seperti segmentasi berdasar umur dan juga targetted product Maryoto, 2003.
Salah satu segmentasi yang banyak diburu produsen saat ini adalah konsumen remaja.
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja dan pola tersebut akan
mempengaruhi pola konsumsinya di masa mendatang. Selain itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka mengikuti trend, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006, remaja
Indonesia usia 10-19 tahun berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19.61 dari jumlah penduduk Dhamayanti, 2009. Jumlah ini merupakan sasaran dari pemasaran berbagai barang dan jasa,
tidak terkecuali industri makanan olahan seperti wafer Maryoto, 2003.
Meski hanya makanan camilan, market size wafer secara total diperkirakan senilai Rp 3 triliun untuk tahun 2009 dengan proporsi wafer cream masih mendominasi 55, dan wafer stick
sebesar 45 Mubarak, 2010. Menurut Murdono 2003, wafer yang digolongkan sebagai biskuit dalam kategori pangan, dikonsumsi di Indonesia sebanyak 695 gram per kapita per tahun,
namun sumber tidak menyebutkan jangka waktunya.
F. KEMASAN