18
Laporan United State Department of Agriculture USDA menyebutkan pascakrisis ekonomi di Indonesia, industri makanan olahan mendapat kenyataan adanya perubahan profil konsumen
Maryoto, 2003. Mereka adalah masyarakat yang menginginkan kepuasan yang lebih, kritis, dan berpendidikan. Konsumen ini mulai mengenal produk-produk fortifikasi, seperti susu, biskuit, es
krim yang ditambahkan vitamin dan mineral. Mereka memiliki pengetahuan yang baru berkat media yang diakui berperan penting dalam mengedukasi konsumen. Akibatnya saat ini banyak
dilakukan riset-riset yang mengarah pada inovasi produk dengan segmentasi dan target konsumen yang sangat tajam seperti segmentasi berdasar umur dan juga targetted product Maryoto, 2003.
Salah satu segmentasi yang banyak diburu produsen saat ini adalah konsumen remaja.
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja dan pola tersebut akan
mempengaruhi pola konsumsinya di masa mendatang. Selain itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka mengikuti trend, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006, remaja
Indonesia usia 10-19 tahun berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19.61 dari jumlah penduduk Dhamayanti, 2009. Jumlah ini merupakan sasaran dari pemasaran berbagai barang dan jasa,
tidak terkecuali industri makanan olahan seperti wafer Maryoto, 2003.
Meski hanya makanan camilan, market size wafer secara total diperkirakan senilai Rp 3 triliun untuk tahun 2009 dengan proporsi wafer cream masih mendominasi 55, dan wafer stick
sebesar 45 Mubarak, 2010. Menurut Murdono 2003, wafer yang digolongkan sebagai biskuit dalam kategori pangan, dikonsumsi di Indonesia sebanyak 695 gram per kapita per tahun,
namun sumber tidak menyebutkan jangka waktunya.
F. KEMASAN
Kemasan disebut juga bungkus atau wadah memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan. Menurut Syarief dan Irawati 1988, kemasan berfungsi sebagai: 1 wadah untuk
menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi; 2 memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi
luar dan kerusakan; dan 3 menambah daya tarik produk.
Kemasan plastik banyak digunakan oleh industri pangan karena harganya yang relatif murah, lebih ringan daripada kemasan metal atau gelas, serta memerlukan energi yang lebih kecil dalam
pembuatan, konversi, dan pendistribusiannya Hernandez dan Giazin, 1998. Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-
lapisan dengan bahan lain misalnya kertas atau aluminium foil.
Kombinasi antara berbagai macam kemasan plastik berbeda atau plastik dengan kemasan non plastik kertas, aluminium foil, dan selulosa dimana ketebalan setiap lapisan utamanya lebih dari
6 mikron dan diproses dengan cara laminasi ekstrusi atau laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi Robertson, 1993. Minimal ada dua jenis kemasan yang dikombinasikan
dalam kemasan laminasi dimana salah satunya harus bersifat thermoplastic.
Kemasan laminasi yang dibuat dari kombinasi antara berbagai plastik dengan aluminium disebut metallized plastic. Walaupun lapisan pelogaman ini sangatlah tipis sekitar 300-1000 Å
0.03-0.1µm tetapi dapat meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap, dan menahan gas Matsumoto, 1999. Kemasan ini memiliki ketahanan terhadap uap air dan gas yang
lebih baik dari plastik tunggal, tidak meneruskan cahaya, dan menghambat masuknya oksigen.
19
Penggunaan ini sangat sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang Brown, 1992.
Jenis kemasan yang digunakan pada penentuan umur simpan produk wafer krim adalah kemasan dua layer dan kemasan tiga layer. Kemasan dua layer yang dimaksud adalah CPP Cast
Polypropilene yang disemprot aluminium sehingga terlapisi lalu dilaminasi dengan OPP
Oriented polypropilene untuk kebutuhan pelabelan. Pada kemasan pertama ini, film plastik yang dimetalisasi adalah CPP. Penggunaan CPP sebagai bahan kemasan terbatas karena daya tahan
sobek CPP rendah. CPP tidak disarankan untuk mengemas produk yang berat dan tajam kecuali dilapisi oleh bahan yang lebih kuat dan lebih tahan sobek Robertson, 1993.
Plastik OPP Oriented polypropilene merupakan polypropilene yang telah mengalami proses peregangan secara silang dan digunakan untuk kebutuhan pelabelan. Menurut Syarief et al.
1989, untuk memperbaiki sifat-sifat polipropilen, dalam proses pembuatannya digunakan modifikasi penarikan satu arah menjadi OPP atau jika penarikan dua arah menjadi BOPP
Biaxially Oriented Polypropilene. Sifat polipropilen yaitu lebih jernih dari LDPE dan HDPE, lebih kaku, lebih kasar dari LDPE, daya kedap air sempurna, dan densitas lebih rendah. OPP
bersifat tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak, serta rapuh terhadap suhu rendah.
Jenis kemasan kedua yaitu kemasan tiga layer. Kemasan ini merupakan kemasan CPP Cast Polypropilene
yang dimetalisasi kemudian dilaminasi dengan PET polietilen tereftalat dan pada bagian terluar OPP untuk kebutuhan pelabelan. PET banyak digunakan dalam laminasi
terutama untuk bagian luar karena dapat meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan dan sobekan sehingga banyak digunakan sebagai kemasan pangan yang memerlukan perlindungan
Syarief et al., 1989. Salah satu sifat yang paling penting dari polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. PET juga bersifat thermoplastik sehingga mudah dibuat kantung
dengan derajat kerapatan yang baik.
G. UMUR SIMPAN