19
Penggunaan ini sangat sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti panggang Brown, 1992.
Jenis kemasan yang digunakan pada penentuan umur simpan produk wafer krim adalah kemasan dua layer dan kemasan tiga layer. Kemasan dua layer yang dimaksud adalah CPP Cast
Polypropilene yang disemprot aluminium sehingga terlapisi lalu dilaminasi dengan OPP
Oriented polypropilene untuk kebutuhan pelabelan. Pada kemasan pertama ini, film plastik yang dimetalisasi adalah CPP. Penggunaan CPP sebagai bahan kemasan terbatas karena daya tahan
sobek CPP rendah. CPP tidak disarankan untuk mengemas produk yang berat dan tajam kecuali dilapisi oleh bahan yang lebih kuat dan lebih tahan sobek Robertson, 1993.
Plastik OPP Oriented polypropilene merupakan polypropilene yang telah mengalami proses peregangan secara silang dan digunakan untuk kebutuhan pelabelan. Menurut Syarief et al.
1989, untuk memperbaiki sifat-sifat polipropilen, dalam proses pembuatannya digunakan modifikasi penarikan satu arah menjadi OPP atau jika penarikan dua arah menjadi BOPP
Biaxially Oriented Polypropilene. Sifat polipropilen yaitu lebih jernih dari LDPE dan HDPE, lebih kaku, lebih kasar dari LDPE, daya kedap air sempurna, dan densitas lebih rendah. OPP
bersifat tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak, serta rapuh terhadap suhu rendah.
Jenis kemasan kedua yaitu kemasan tiga layer. Kemasan ini merupakan kemasan CPP Cast Polypropilene
yang dimetalisasi kemudian dilaminasi dengan PET polietilen tereftalat dan pada bagian terluar OPP untuk kebutuhan pelabelan. PET banyak digunakan dalam laminasi
terutama untuk bagian luar karena dapat meningkatkan daya tahan kemasan terhadap kikisan dan sobekan sehingga banyak digunakan sebagai kemasan pangan yang memerlukan perlindungan
Syarief et al., 1989. Salah satu sifat yang paling penting dari polietilen adalah permeabilitasnya yang rendah terhadap uap air. PET juga bersifat thermoplastik sehingga mudah dibuat kantung
dengan derajat kerapatan yang baik.
G. UMUR SIMPAN
Menurut Institute of Food Technology seperti yang dikutip oleh Arpah 2001, umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk
berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan mutu industri pangan
yang bermutu baik saja yang didistribusikan ke konsumen Hariyadi, 2006.
Menurut Ellis 1994, penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh
konsumen. Syarief dan Halid 1993 menyatakan bahwa penurunan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor tersebut. Oleh karena itu, dalam menentukan daya simpan
suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Jenis parameter atau atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis produknya. Untuk satu produk, yang diuji tidak
semua parameter, melainkan salah satu saja yaitu yang paling cepat mempengaruhi penerimaan konsumen.
Menurut Floros 1993, umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu
dengan Extended Storage Studies ESS metode konvensional dan Accelerated Storage Studies ASS metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara konvensional memerlukan waktu yang
lama karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode akselerasi diterapkan pada produk
20
pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif RH, suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungannya Floros, 1993. Pada metode ini kondisi
penyimpanan diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan Arpah dan Syarief, 2000. Keuntungan metode ini
adalah memerlukan waktu yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.
Penentuan umur simpan untuk wafer krim dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti uji kadar air kritis, uji ketengikan, uji arhenius, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini diukur
perubahan kandungan vitamin C pada wafer krim menggunakan metode arhenius. Berubahnya kandungan vitamin C pada wafer menandakan perubahan zat gizi yang paling sensitif. Hal ini
disebabkan vitamin C mudah terdegradasi oleh oksigen, adanya pengkelat seperti besi dan tembaga, pH dan suhu. Penentuan umur simpan pada penelitian ini menggunakan perubahan
vitamin C sebagai rejection point karena fokus penelitian ini mencakup fortifikasi zat gizi termasuk perubahannya. Rejection point adalah batas di mana produk sudah dikategorikan ditolak
karena terjadi perubahan mutu pada kriteria yang telah ditentukan. Contohnya, rejection point vitamin C 10 artinya produk sudah ditolak mutunya jika kadar vitamin C yang tersisa pada
produk tinggal 10.
H. UJI ORGANOLEPTIK