7
C. Pengeringan Semprot Spray Drying
Metode pengeringan yang banyak digunakan dalam pembuatan produk berbentuk bubuk adalah pengeringan semprot. Proses pengeringan semprot
adalah proses yang akan mengubah bahan fluida menjadi produk kering dalam satu operasi Filkova dan Mujumdar, 1995. Alat-alat pengering semprot yang
digunakan pada proses ini mengeringkan larutan, campuran atau produk cair lain menjadi tepung dengan kadar air yang mendekati kesetimbangan dengan
kondisi udara pada tempat produk keluar Wirakartakusumah et al, 1989. Menurut Singh dan Heldman 2001, keuntungan dari penggunaan alat
pengering semprot adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam ruang pengering residence time singkat dan produk akhir siap dikemas
ketika selesai proses dengan kadar air produk sekitar 5. Residence time pada alat alat pengering semprot antara 5-100 detik dan partikel yang dihasilkan
mempunyai ukuran 10 – 500 m Cánovas dan Mercado, 1996.
Prinsip dari proses pengeringan semprot adalah sebagai berikut: atomisasi atau penyemprotan bahan melalui alat penyemprot sehingga dapat
membentuk hasil semprotan yang halus, kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, evaporasi air dari bahan, dan pemisahan partikel
kering dengan aliran udara yang membawanya Cánovas dan Mercado, 1996. Fungsi utama atomisasi pada pengeringan semprot adalah untuk
menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan terjadi lebih cepat.
Untuk mengeringkan whey dengan kadar air awal 50 dan kadar air kering 4 suhu inletnya adalah 150 – 180
o
C sedangkan suhu outletnya 70 – 80
o
C Filkova dan Mujumdar, 1995.
D. Formulasi
Formulasi merupakan inti dari pengembangan produk baru. Formulasi merupakan bentuk penerjemahan ilmiah dari resep masakan yang dibuat
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konversi resep suatu masakan menjadi formulasi yang dapat dikaji secara ilmiah, diperlukan lima langkah yaitu Graf
dan Saguy, 1991:
8 1. Tahap penerjemahan ilmiah merupakan tahap untuk mengkaji takaran
dalam resep sehingga dapat diubah dalam satuan-satuan ilmiah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar formula dapat diseragamkan pada setiap
pembuatan produk. Dengan menggunakan cara ini, diharapkan produk yang dihasilkan akan memilki karakterstik yang serupa pada setiap
produksi. 2. Tahapan kedua mencakup tetang ingridien yang dibutuhkan dalam
formulasi. Ada beberapa aspek yang perlu di pertimbangkan dalam pemilihan ingridien dalam proses formulasi antara lain kualitas, variasi,
harga, perubahan sifat psikokimia selama pengolahan, umur simpan, keamanan dan ketersediaan
3. Tahapan ketiga ialah pertimbangan daya simpan produk. Tahapan ini merupakan tantangan terbesar bagi peneliti untuk mempertimbangkan
ingridien yang tepat dalam memproduksi produk dengan daya simpan yang panjang. Interaksi antara ingridien dapat menentukan daya simpan
produk yang dihasilkan. 4. Tahapan selanjutnya ialah hubungan antara formulasi dengan proses
pembuatan. Pada produksi dalam skala yang lebih besar diperlukan beberapa
penyesuain terhadap
formula yang
didapat melalui
pengembangan dalam skala yang lebih kecil. Oleh karena itu, formula yang ada perlu disesuaikan dengan penambahan bahan-bahan pembantu di
luar formula yang ada. 5. Tahapan terakhir ialah pertimbangan formulasi dengan regulasi. Formula
yang dikerjakan harus memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku di suatu negara. Hal ini akan memepengaruhi perizinan dan klaim-klaim
tertentu pada produk yang dihasilkan.
E. Effervescent