Latar Belakang Pengujian Ekstrak Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi pada Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anestesi merupakan kondisi saat sebagian atau bagian tubuh kehilangan kemampuan untuk merasa insensibility. Anestesi dapat disebabkan oleh senyawa kimia yang disebut obat, suhu dingin, arus listrik atau penyakit Gustafson 1980 diacu dalam Habibie 2006. Anestesi dalam bidang perikanan bertujuan memudahkan penanganan biota baik untuk kepentingan medis, seperti pengobatan luka, memudahkan pemasukan hormon tertentu pada biota, serta memudahkan pengangkutan saat biota hendak ditransportasikan dalam keadaan hidup. Zat anestesi yang diberikan pada biota akan bekerja menekan saraf tertentu sehingga biota menjadi dalam keadaan setengah sadar atau pingsan. Perlunya peraturan tentang penggunaan anestesi diperkuat dengan adanya bahasan mengenai animal welfare yang menjadi kajian dalam diskusi panel sekelompok masyarakat ilmiah di Norwegia Farstad et al. 2008. Kajian tersebut berfokus pada transportasi ikan pada sistem tertutup dan pertimbangannya dari aspek kesehatan serta perlindungan terhadap hak-hak biota perairan sebagai makhluk hidup. Bahan anestesi yang telah dipergunakan dan banyak menjadi kajian terdiri dari bahan anestesi sintetis dan bahan anestesi alami. Beberapa bahan sintetis yang dipergunakan antara lain benzocaine, quinaldine, phenoxyetahnol, dan metomidate Sneddon 2012. Sedangkan bahan-bahan alami yang telah diteliti dan digunakan sebagai bahan anestesi antara lain : ekstrak ubi kayu Habibie 2006, minyak cengkeh ekstrak eugenol dan mentol Saydmohammed dan Pal 2009, juga minyak esensial dari Lippia alba Cunha et al. 2010, dan ekstrak akar tuba Nasution 2012. Penggunaan bahan-bahan anestesi tersebut diaplikasikan terhadap biota perairan seperti ikan mas, catfish, maupun crustacea. Penggunaan bahan alami sebagai bahan anestesi semakin banyak dikembangkan dan diaplikasikan dalam kegiatan penanganan biota perairan. Hal ini berhubungan dengan keamanan pangan sehingga menuntut para industri untuk menjamin bahwa produknya aman dari kandungan zat kimia berbahaya yang berefek kronis pada manusia. Senyawa organik banyak digunakan sebagai bahan anestesi, misalnya senyawa golongan alkaloid dan aromatik. Beberapa senyawa golongan alkaloid antara lain saponin, treonin, dan morfin, sedangkan contoh senyawa aromatik yaitu eugenol, elemycin, myristicin, dan safrole. Sifat-sifat dari senyawa alkaloid seperti analgesik, antibakteri, dan anti kanker banyak digunakan dalam bidang farmasi. Senyawa aromatik juga sering digunakan terutama dalam industri kosmetik dan industri makanan. Pada industri parfum, eugenol dan myristicin dijadikan sebagai aroma khas. Pala merupakan tumbuhan asli Indonesia. Pala mengandung senyawa aromatik yaitu eugenol, myristicin, dan safrole yang bersifat menimbulkan daya halusinasi apabila digunakan dalam konsentrasi tertentu. Sifat ini diharapkan dapat diterapkan untuk memingsankan ikan yang akan ditransportasikan. Bagian dari pala yang sangat potensial untuk kepentingan penelitian pemingsanan ikan adalah biji. Biji pala mengandung minyak atsiri sekitar 2-16 Nurdjanah 2007. Minyak atsiri merupakan senyawa yang umumnya terdapat pada tumbuhan yang dapat menimbulkan bau menyengat yang khas. Minyak atsiri juga diketahui terdapat pada buah jeruk dan cengkeh. Udang-udangan menyumbang sekitar 17 dari total perdagangan dunia di tahun 2007, pada tahun berikutnya pangsanya turun menjadi 15 akibat harga internasional yang turun meskipun penguasaan pangsa dari segi volume terjadi kenaikan. Dalam angka, nilainya juga naik karena total nilai perdagangan internasional telah lama bertengger diatas US 100 milyartahun sejak tahun 2008. Udang yang diperdagangkan di dunia terdiri dari beragam spesies dan merupakan hasil tangkapan serta budidaya. Kini dari segi volume, udang hasil budidaya di daerah tropis telah menguasai pasokan yang ada. Produksi udang dunia umumnya berasal dari negara berkembang dan lebih dari 57 diantaranya diperdagangkan dalam skala internasional. Udang termasuk komoditas yang production driven, karena hingga saat ini berapapun produksinya selalu terserap pasar sehingga udang menjadi komoditas perikanan utama di sejumlah negara. Artinya, udang merupakan sumber utama perolehan devisa. Masih dari kelompok crustacea, lobster juga mempunyai peluang pasar yang baik. Rasanya mirip udang dengan jumlah daging yang lebih tebal sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta kuliner seafood . Lobster seringkali disebut sebagai “kakak” dari udang karena dari segi morfologi terlihat mirip namun dengan ukuran yang lebih besar, meskipun untuk jenis tertentu seperti Homarus spp dipandang sebagai antara udang dan kepiting. Lobster mempunyai harga yang mahal karena pasokan umumnya masih terbatas, sehingga masuk kategori sebagai makanan mewah. Lobster air tawar crayfish harganya juga di atas harga udang meskipun umumnya masih di bawah harga lobster, dan mempunyai segmen pasar tersendiri. Outlet pemasaran lobster umumnya adalah restoran atau perusahaan jasaboga yang melayani konsumen kelas atas FAO 2010 diacu dalam Widiarti 2010. Konsumen lebih menyukai biota dalam keadaan hidup ketika sampai di tempat tujuan. Berbagai metode dilakukan agar biota sampai di tempat tujuan dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Transportasi lobster air tawar capit merah Cherax quadricarinatus di Indonesia saat ini masih dalam tahap pengembangan untuk dapat dijadikan komoditi ekspor. Pada saat pengangkutan lobster, risiko yang dihadapi para produsen dalam transportasi adalah sifatnya yang kanibal sehingga saat lobster sampai di tempat pembeli, bagian tubuhnya tidak lengkap cacat. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya nilai estetika produk ini pada saat disediakan sebagai hidangan. Beberapa bahan alami seperti ekstrak caulerpa, ekstrak biji karet, minyak cengkeh, dan ekstrak akar tuba dinilai potensial apabila digunakan sebagai bahan anestesi dan telah dicobakan pada beberapa biota perairan seperti kerapu, lobster, dan ikan teleostei. Anestesi menggunakan ekstrak biji pala diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk memudahkan pengangkutan dan mengurangi risiko cacat fisik, serta mempertahankan kelangsungan hidup lobster dalam waktu yang relatif lama.

1.2 Tujuan