Anestesi Pengujian Ekstrak Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi pada Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

Hal lain yang juga penting diperhatikan adalah temperatur normal sesuai dengan lingkungan. Hal ini untuk menghindari gejala stres yang tidak diinginkan sehubungan dengan sifat poikilotermal ikan. Hipoksia menyebabkan respon stres pada ikan yang dapat memperlambat waktu pemulihan setelah proses anestesi. Hipoksia juga dapat terjadi ketika ada bagian insang yang tidak menyentuh atau terisi air, hal tersebut menyebabkan filamen insang lemah dan menjadi kering. Faktor-faktor yang perlu diamati dalam proses anestesi antara lain, parameter kualitas air yang meliputi pH, salinitas, alkalinitas. Idealnya air yang digunakan untuk proses anestesi merupakan air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan dalam akuarium. Hal ini berguna untuk mereduksi stres selama induksi zat pada biota. Selain itu faktor seperti temperatur, bobot, dan kondisi ikan juga akan mempengaruhi respon ikan saat proses anestesi Sneddon 2012.

2.5 Anestesi

Bahan anestesi mengganggu secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseimbangan kationik tertentu di dalam otak selama masa anestesinya. Terganggunya keseimbangan ionik dalam otak menyebabkan ikan tersebut mati rasa karena syaraf kurang berfungsi. Gangguan keseimbangan ionik dalam otak ikan menyebabkan insang tidak dapat berfungsi secara normal dan proses osmoregulasi oksigen yang terlarut dalam air ke dalam sel darah dan insang terganggu sehingga kadar oksigen terlarut juga sangat rendah Willford 1970. Anestesi berguna untuk mereduksi aktivitas dan memperkecil stres pada ikan Iversen et al. 2003 diacu dalam Farstad et al. 2008. Bahan anestesi yang ditambahkan dalam air dengan dosis rendah dapat digunakan untuk memingsankan ikan untuk tujuan transportasi. Anestesi dapat mengurangi laju metabolisme dan memperkecil kebutuhan oksigen, mengurangi aktivitas, mengoptimalkan penanganan dan mengurangi respon stress Cookie et al. 2004 diacu dalam Farstad et al 2008. Pemilihan bahan anestesi secara umum didasarkan pada beberapa ketentuan, yaitu: aman bagi pemakai; ketersediaan yang cukup; biaya yang efektif; mudah digunakan; dan bersifat alami Ho dan Heath 2000 diacu dalam Farstad et al. 2008. Marking dan Mayer 1985 diacu dalam Farstad et al. 2008 menyebutkan beberapa daftar karakteristik untuk anestesi ideal. Secara singkat, karakteristik bahan anestesi setidaknya mempunyai prinsip mengurangi kapasitas stres dengan cara memblokade pusat hypothalamus-pituitary-internal HPI dan membuat ikan tidak merespon stres Farstad et al. 2008. Faktor yang menentukan efikasi zat anestesi terhadap hewan uji hewan perairan terdiri dari dua faktor, yaitu biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi umur hewan uji, jenis kelamin, kondisi fisiologis, bobot, tahap pertumbuhan, dan kondisi reproduksi. Faktor abiotik meliputi kualitas air, yaitu laju konsumsi oksigen, fluktuasi suhu serta pH media anestesi Sneddon 2012. Ikan adalah organisme poikilotermal sehingga suhu air yang ambien diperlukan untuk menjaga keseimbangan kondisi tubuhnya dengan lingkungan. Suhu akan mempengaruhi waktu induksi sesuai dengan sifat bahan anestesi dan hewan uji yang digunakan. Sneddon 2012 mengidentifikasi beberapa penelitian tentang suhu tinggi yang dapat mereduksi waktu induksi dan waktu pemulihan. Sebagai contoh penggunaan isoeugenol pada ikan salmon atlantik, penggunaan benzocaine pada striped bass Morone saxatilis, 2-phenoxyethanol dan isoeugenol pada ikan cod atlantik dan isoeugenol pada rainbow trout, sedangkan menurut Coyle et al. 2005 diacu dalam Saydmohammed dan Pal 2009, penggunaan bahan anestesi dengan perpaduan minyak cengkeh dan AQUI-S yang diujikan pada M. rosenbergii dapat berjalan efisien pada suhu rendah. Kategori pingsan yang ideal untuk transportasi ikan adalah pada kondisi pingsan deep sedation, yaitu mengurangi respon terhadap rangsangan luar dan mengurangi laju metabolisme namun tetap menggunakan prinsip homeostasis McFarland 1959 diacu dalam Farstad et al. 2008. Anestesi mencegah hiperaktifitas ikan. Konsumsi oksigen optimal terjadi dalam pengepakan, pada rentang waktu antara 30-60 menit dan menurun seiring dengan perubahan lingkungan. Beberapa bahan anestesi yang telah digunakan antara lain MS-222, asam karbonat, benzocaine, dan phenoxyethanol. Bagaimanapun juga, penggunaan zat kimia untuk keperluan anestesi tidak direkomendasikan Sneddon 2012. Ikan dapat menyerap bahan anestesi melalui jaringan otot, saluran pencernaan dengan injeksi atau melalui insang. Anestesi melalui insang adalah cara yang ideal terutama untuk jenis ikan elasmobranchi dan sebagian besar kelompok teleostei karena konsentrasi bahan anestesi yang digunakan dapat dikontrol dan stres dapat diminimalkan. Pada tingkat pemingsanan deep sedation maka cara induksi melalui jaringan otot adalah lebih baik. Kualitas air yang digunakan untuk anestesi diusahakan mendekati kualitas air yang digunakan untuk pemeliharaan. Tahap perubahan aktifitas lobster yang mendapat perlakuan anestesi dengan suhu dingin adalah sebagai berikut Tabel 1 : Tabel 1 Kriteria perubahan aktivitas lobster selama proses penurunan suhu. Waktu menit Suhu o C Perubahan Aktivitas Kriteria 0-3 26-24 Lobster bergerak aktif, tubuh tegak, kaki jalan dan kaki renang bergerak normal, respon sangat baik. Aktivitas normal. 3-6 24-20 Lobster mulai berkurang aktivitasnya, ekor melipat ke dalam, kaki jalan dan kaki renang bergerak perlahan, respon terhadap rangsang masih baik. Tenang. 6-10 19-16 Lobster gelisah, namun sesaat kemudian lobster kembali tenang, kaki renang melemah gerakannya, respon mulai berkurang. Panik. 10-18 15-13 Lobster mulai hilang keseimbangan, ekor menekuk ke dalam, kaki renang dan kaki jalan lemah gerakannya, respon semakin lemah. Awal disorientasi. 18-30 12-10 Gerakan melemah, posisi tubuh miringterbalik, kehilangan keseimbangan, respon terhadap rangsangan lemah. Disorientasi. 30-45 9-7 Lobster limbung, hilang keseimbangan, posisi tubuh miringterbalik, lobster cenderung diam, dan respon sangat lemah hampir tidak ada. Pingsan. Sumber : Wibowo et al. 2005 dalam Suryaningrum 2007. Lobster pingsan ditandai dengan aktivitas hanya pada kaki renang dan kaki jalan yang masih bergerak perlahan namun dengan posisi tubuhnya yang terbalik. Fase setelah pingsan adalah fase kritis bagi lobster karena lobster akan mengalami kematian bila didiamkan terlalu lama dalam media anestesi. Hal ini senada dengan Lewbart 2012 bahwa indikator keberhasilan efikasi zat anestesi pada crustacea berdasarkan respon fisiologsinya ditandai dengan keadaan tubuhnya yang tenang, respon minimal terhadap stimulan misalnya gerakan dan sentuhan, dan gerakan antena yang minimal.

2.6 Toksisitas