Pembiusan Ikan Pengujian Ekstrak Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi pada Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)

MMDA diketahui mempunyai potensi yang lebih besar dibandingkan TMA sebagai obat pshychotropic. TMA dan MMDA mempunyai efek halusinogen dan antimual Leon 1991. Selain myristicin dan elemicin, senyawa yang diduga bersifat anestetik adalah metil eugenol dan metil isoeugenol. Baik myristicin, elemicin , metil eugenol dan metil isoeugenol bekerja mempengaruhi kerja sistem saraf pusat. Pada dosis tinggi senyawa tersebut bersifat narkotik Agusta 2000.

2.4 Pembiusan Ikan

Menurut Wright dan Hall 1961, mekanisme pembiusan meliputi tiga tahap, yaitu : a. Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam muara pernafasan organisme. b. Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah. c. Sirkulasi darah dan jaringan menyebabkan substansi masuk ke seluruh tubuh. Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel ini sangat beragam, tergantung pada volume aliran darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan. Jika induksi zat anestesi berjalan cepat, satu hal yang sulit untuk dibedakan adalah perubahan kondisi fisiologis hewan uji, karena itu penggunaan dosis yang tepat merupakan bagian penting untuk menghindari over dosis. Untuk keperluan anestesi yang cepat dan tidak memerlukan prosedur yang invasif, disarankan agar anestesi cukup sampai pada tahap pingsan ringan, misalnya pada aplikasi pengukuran bobot, penanganan, dan inspeksi. Sedangkan prosedur yang invasif dan memerlukan waktu pingsan yang relatif lama, misalnya anestesi untuk pembedahan maka pelaksanaan anestesi lebih disarankan dengan penambahan oksigen jika diperlukan Sneddon 2012. Dengan sifat bahan anestetik yang mudah larut dalam air dan lemak, proses difusi zat anestetik dalam darah melalui insang terjadi sangat cepat. Masuknya cairan anestetik ke dalam sistem darah akan disebarkan ke seluruh tubuh termasuk otak dan jaringan lain Wright dan Hall 1961. Bobot pembiusan zat anestetik terhadap ikan ditentukan oleh kadar zat anestetik yang terkandung dalam jaringan otak atau sarafnya Hun 1970 diacu dalam Ferreira et al. 1984. Hal lain yang juga penting diperhatikan adalah temperatur normal sesuai dengan lingkungan. Hal ini untuk menghindari gejala stres yang tidak diinginkan sehubungan dengan sifat poikilotermal ikan. Hipoksia menyebabkan respon stres pada ikan yang dapat memperlambat waktu pemulihan setelah proses anestesi. Hipoksia juga dapat terjadi ketika ada bagian insang yang tidak menyentuh atau terisi air, hal tersebut menyebabkan filamen insang lemah dan menjadi kering. Faktor-faktor yang perlu diamati dalam proses anestesi antara lain, parameter kualitas air yang meliputi pH, salinitas, alkalinitas. Idealnya air yang digunakan untuk proses anestesi merupakan air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan dalam akuarium. Hal ini berguna untuk mereduksi stres selama induksi zat pada biota. Selain itu faktor seperti temperatur, bobot, dan kondisi ikan juga akan mempengaruhi respon ikan saat proses anestesi Sneddon 2012.

2.5 Anestesi