5.2.3 Bioekologi spesies tumbuhan asing invasif
1. Babadotan Ageratum conyzoides
Ageratum  Conyzoides  Gambar  11  tersebar  secara  alami  di  Amerika Tengah,  Amerika  Utara  dan  Amerika  Selatan  Webber  2003.  Spesies  ini
merupakan  herba  semusim  yang  tumbuh  di  atas  tanah-tanah  pertanian, perkebunan  dan  di  tepi  jalan  dan  merupakan  salah  satu  spesies  tumbuhan  asing
invasif  Webber  2003.  A.conyzoides  tersebar  pada  tingkat  yang  cukup mengkhawatirkan  dan  termasuk  spesies  tumbuhan  asing  paling  invasif  di  India,
China,  Thailand,  Indonesia  dan  Australia  Kohli  et  al.  2009.  Biotrop  2011 menyatakan  A.  conyzoides  pertama  kali  diintroduksi  ke  Indonesia  sekitar  tahun
1900-an dan sampai saat ini telah tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Di Cagar Alam Kamojang, spesies ini tidak terlalu dominan dengan INP sebesar 5,25.
Gambar 11  Babadotan Ageratum conyzoides. Spesies  A.  conyzoides  yang  telah  dewasa  mampu  menghasilkan  benih
berukuran  kecil  dengan  jumlah  biji  mencapai  40.000  benih,  dapat  tersebar  oleh angin atau air dan mampu tumbuh dengan baik pada kondisi yang beragam Holm
et  al.  1977  diacu  dalam  Kohli  et  al.  2009.  Benih  A.  conyzoides  diketahui mengandung  zat  alelopati  dan  dapat  menekan  pertumbuhan  spesies  lain.  Invasi
oleh  A.  conyzoides  di  beberapa  wilayah  mampu  menurunkan  jumlah  spesies tumbuhan lainnya, kepadatan dan biomassa sehingga mempengaruhi struktur dan
komposisi  vegetasi  alami  serta  menurunkan  keanekaraman  hayati  Singh  et  al. 2003  diacu  dalam  Kohli  et  al.  2009.  A.  conyzoides  merupakan  spesies  yang
bersifat  intoleran  sehingga  pertumbuhannya  dapat  tertekan  apabila  berada  di bawah naungan.
2. Harees Rubus moluccanus
Rubus moluccanus Gambar 12 termasuk semak belukar merambat, tumbuh mengikat dan mengkompetisi dengan cara menaungi tumbuhan yang dirambatinya
Ang  et  al.  2010.  R  moluccanus  tersebar  secara  luas  di  Asia  Tenggara  dan wilayah  pasifik  pada  hutan  alam,  hutan  tanaman,  area  yang  terganggu  atau  di
lahan  basah  ISSG  2005.  Spesies  ini  tumbuh  alami  di  kawasan  Himalaya meliputi  Malaysia  sampai  Australia,  Pulau  Solomon,  New  Caledonia,
Kepulauan  Fiji  dan  diintroduksi  di  wilayah  Indonesia,  Philipina,  Thailand, Vietnam,  Andaman  dan  Kepulauan  Nicobar  ISSG  2005.  Di  Cagar  Alam
Kamojang,  spesies ini memiliki nilai INP sebesar 3,17 dan tidak mendominasi komunitas tumbuhan yang lainnya. Rendahnya nilai INP R. moluccanus di Cagar
Alam  Kamojang  disebabkan  oleh  dominansi  spesies  lainnya  yang  cukup menguasai komunitas tumbuhan yang lainnya.
Gambar 12  Harees Rubus moluccanus. Ang et al.  2010 menyatakan biji dari dari  R. moluccanus  dapat tersebar
oleh  burung  dan  mamalia  terestrial  sehingga  penyebarannya  cukup  luas.  Spesies ini  menyebar  terbatas  di  daerah  pantai,  daerah  pedalaman  hutan  dan  sebagian
terdapat di tepi hutan dan hutan sekunder  yang relatif terbuka Ang et al. 2010. Meskipun  bersifat  invasif  di  luar  distribusi  alaminya,  R.  moluccanus  dilaporkan
terancam terinvasi oleh introduksi spesies asing lainnya Ang et al. 2010.
3. Harendong bulu Clidemia hirta
Clidemia hirta merupakan spesies yang memiliki sebaran distribusi alami di wilayah  Amerika Utara terutama di  Meksiko dan  Amerika Selatan Gambar 13.
Menurut  Biotrop  2011  C.  hirta  menyebar  secara  luas  ke  seluruh  wilayah Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Sumber: Walt 2003
Gambar 13  Sebaran geografis C. hirta pada habitat alami lingkaran dan daerah introduksinya kotak.
Keberadaan  C.  hirta  di  kawasan  Cagar  Alam  Kamojang  tidak  terlalu mendominasi komunitas tumbuhan yang lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan  INP
C. hirta sebesar 8,78. Spesies ini ditemukan di lokasi-lokasi yang relatif terbuka dengan akses cahaya matahari yang cukup. Wester dan wood 1977 diacu dalam
Walt  2003  menyatakan  C.  hirta  tumbuh  pada  area  yang  terganggu  baik  secara alami maupun akibat gangguan manusia dengan kondisi iklim yang hampir sama
dengan habitat alaminya.
Gambar 14  Harendong bulu Clidemia hirta.
Prinando  2011  menyatakan  bahwa  spesies  ini  memiliki  dominansi  yang cukup  mempengaruhi  komunitas  tumbuhan  bawah  lainnya  di  Kampus  IPB
Darmaga.  Spesies  C.  hirta  merupakan  spesies  pionir  yang  cepat  tumbuh  dan bersifat  intoleran  Webber  2003.  Kemampuan  menghasilkan  biji  yang  banyak
dan  didukung  oleh  persebaran  biji  yang  dapat  dilakukan  oleh  satwa memungkinkan spesies ini dapat menyebar secara luas. Walt 2003 menyatakan
C. hirta dikenal sebagai spesies yang agresif dan mampu merusak pada area hutan yang terbuka di Kepulauan Hawai, Amerika, Fiji, dan Asia Tenggara.
4. Jampang kawat Cynodon dactylon
Cynodon  dactylon  Gambar  15  memiliki  sebaran  distribusi  yang  luas  dan diketahui berasal dari Afrika Halvorson 2003. Spesies ini dapat ditemukan pada
daerah perairan atau lahan basah ISSG 2005. Keberadaan  C. dactylon di Cagar Alam  Kamojang  memiliki  INP  sebesar  6,85.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa
spesies  tumbuhan  asing  invasif  ini  tidak  mendominasi  komunitas  tumbuhan  di Cagar  Alam  Kamojang.  Rendahnya  INP  C.  dactylon  diduga  akibat  spesies  ini
tidak mampu bersaing dengan teklan Ageratina riparia.
Gambar 15  Jampang kawat Cynodon dactylon Halvorson  2003  menyatakan  C.  dactylon  sangat  membutuhkan  intensitas
cahaya yang tinggi untuk perkembangannya dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada  area  yang  ternaungi.  Proses  invasi  C.  dactylon  disebabkan  oleh  sistem
regenerasi  yang  menyebar  dengan  cepat  melalui  rhizoma  dan  stolon  kemudian menyingkirkan  spesies  asli  dan  mencegah  regenerasi  alaminya  Webber  2003.
ISSG  2005  menyatakan  spesies  ini  diduga  dapat  ditemukan  di  wilayah  tropis
dengan curah hujan 600 - 1800 mmtahun. C. dactylon dikenal sebagai tumbuhan yang  banyak  digunakan  untuk  berbagai  tujuan  seperti  pengendali  erosi,  sumber
pakan  ternak,  dan  obat  herbal  ISSG  2005.  Meskipun  C.  dactylon  dapat dimanfaatkan  untuk  beberapa  tujuan,  namun  spesies  ini  termasuk  gulma  penting
dalam lahan-lahan yang dibudidayakan Sastroutomo 1990. 5.
Jukut lempuyang Panicum repens Panicum  repens  Gambar  16  merupakan  gulma  penting  di  wilayah  Asia
Tenggara  Holm  et  al.  1977  diacu  dalam  PIER  2010.  Spesies  ini  diperkirakan berasal  dari  daerah  tropis  Afrika  Afrika  Utara  atau  daerah  Mediterania  ISSG
2005.  Spesies  P.  repens  tersebar  secara  luas  di  daerah  tropis  dan  subtropis  dan diintroduksi ke wilayah Jawa pada tahun 1850 Anonim 2011. Tingkat dominansi
spesies ini di Cagar Alam Kamojang tidak terlalu menguasai komunitas tumbuhan di lingkungannya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai INP P. repens sebesar 4,03.
Rendah  tingkat  dominansi  P.  repens  di  Cagar  Alam  Kamojang  disebabkan dominansi spesies tumbuhan invasif yang lainnya seperti teklan A. riparia atau
kirinyuh A. inulifolium.
Gambar 16  Jukut lampuyang Panicum repens. Holm  et  al.  1977  diacu  dalam  PIER  2010  menyatakan  bahwa  spesies
ini  tercatat  sebagai  gulma  pertanian  di  27  negara.  Spesies  P.  repens  memiliki pertumbuhan  yang  agresif  dalam  kondisi  yang  menguntungkan  untuk  menjadi
invasif.  Smith  et  al.  1993  menyatakan  pertumbuhan  agresif  pada  P.  repens ditunjang oleh sistem rizoma yang luas. Spesies ini mampu menggantikan spesies
tumbuhan asli terutama pada daerah perairan dangkal Smith et al. 1993.
6. Jukut riut Mimosa pudica
Mimosa  pudica  Fabaceae  merupakan  semak  kecil  yang  bersifat  sensitif dengan  ciri  daun  yang  dapat  menutup  dengan  sendirinya  saat  disentuh  dan
membuka  kembali  setelah  beberapa  lama.  M.  pudica  diketahui  berasal  dari Amerika  Selatan  dan  diintroduksi  ke  beberapa  negara  sebagai  tanaman  hias
ornamental  ISSG  2005.  Biotrop  2011  menyatakan  M.  pudica  pertama  kali ditemukan di Kebun Tembakau Deli, Sumatera Utara dan saat ini telah menyebar
ke seluruh Indonesia. Keberadaan M. pudica di Cagar Alam Kamojang tersebar di tepi  jalan  PLTP  Kamojang  dengan  INP  sebesar  2,14.  Hal  ini  diduga  frekuensi
pertemuan dengan  M. pudica di Cagar  Alam Kamojang hanya ditemukan di tepi jalan  Gambar  17b.  Selain  itu,  spesies  ini  bersifat  intoleran  sehingga  tidak
mampu  tumbuh  dibawah  vegetasi  yang  lebih  tinggi  atau  dibawah  kanopi  hutan ISSG 2005.
Gambar 17  a  Jukut  riut  Mimosa  pudica,  b  Lokasi  M.  pudica  sering ditemukan tanda merah.
Spesies M. pudica tumbuh pada tanah yang berdrainase baik dan memiliki konsentrasi  nutrisi  yang  rendah.  Holms  et  al.1977  diacu  dalam  ISSG  2005
menyatakan  bahwa  spesies  ini  mampu  tumbuh  pada  ketinggian  1-1300  mdpl dengan  curah  hujan  sekitar  1000  -  2000  mmtahun.  Di  Philipina,  spesies  ini
berbunga  sepanjang  tahun  dan  diduga  setiap  tanaman  memproduksi  675  biji  per tahunnya  Holms et al. 1977 diacu dalam Anonim 2011. Kemampuan reproduksi
yang  sangat  tinggi  pada  spesies  ini  diduga  menjadi  faktor  yang  menunjang  M.
a b
pudica    menjadi  gulma  lahan  pertanian  di  38  negara  terutama  di  wilayah  Asia Tenggara Holms et al. 1977 diacu dalam Anonim 2011.
Pengendalian  M.  Pudica  di  beberapa  tempat  dilakukan  dengan  cara pembakaran.  ISSG  2005  menyatakan  kebakaran  yang  berulang  merangsang  M.
pudica untuk menyebar luas pada tipe ekosistem savana. Beberapa penelitian telah mencoba
untuk mengendalikan
penyebaran M.
pudica dengan
cara mengintroduksi  musuh  alaminya  seperti  serangga  Lophocampa  catenulata
Yaseen 1971 diacu dalam Anonim 2011. 7.
Kalimusa Mimosa pigra Mimosa  pigra  Gambar  18  merupakan  gulma  invasif  yang  memiliki
distribusi sebaran yang luas.  ISSG 2005 mengklasifikasikan spesies ini sebagai 100  spesies  tumbuhan  paling  invasif.  Spesies  ini  diketahui  berasal  dari  wilayah
tropis  Amerika  yaitu  Meksiko,  Amerika  Tengah  dan  Amerika  Selatan  dan menginvasi  secara  luas  ekosistem  di  Afrika,  Asia  Tenggara  dan  Australia  ISSG
2005,  Beilfuss  2007,  Thomas  2007.  Keberadaan  M.  pigra  di  Cagar  Alam Kamojang  ditunjukkan  dengan  INP  sebesar  4,42.  INP  M.  pigra  yang  kurang
dari  10  menunjukkan  bahwa  spesies  ini  tidak  mendominasi  komunitas tumbuhan di lingkungannya. Sama halnya seperti Mimosa pudica, rendahnya nilai
INP M. pigra diduga akibat spesies ini lebih banyak tersebar di tepi jalan sehingga tidak tercakup ke dalam plot pengamatan.
Gambar 18  Kalimusa Mimosa pigra.
Spesies  M.  pigra  berpotensi  menyebar  luas  melalui  ekosistem  padang rumput  alami  dan  mengubahnya  menjadi  semak  belukar  yang  tidak  produktif
sehingga  memiliki  tingkat  keanekaragaman  yang  rendah  Thomas  2007.  Di beberapa  wilayah  Asia  Tenggara  seperti  Vietnam,  M.  pigra  telah  menginvasi
ekosistem  yang  khas  di  dalam  kawasan  yang  dilindungi  yang  mengancam keanekaragaman hayati di kawasan tersebut Thomas 2007.
Proses  invasi  oleh  M.  pigra  di  luar  distribusi  alaminya  tidak  lepas  dari kemampuan  berkembangbiaknya.  Thomas  2007  menyatakan  M.  pigra  dapat
berkembangbiak  sepanjang  tahun  pada  kondisi  tanah  yang  basah  tetapi  tidak tergenang.  Proses  perkecambahan  dan  pembungaan  berkisar  antara  4  sampai  12
bulan. Lonsdale 1992 diacu dalam Thomas 2007 menyatakan setiap tumbuhan M. pigra rata-rata menghasilkan biji lebih dari 9000 biji per tahunnya.
Pengendalian  terhadap  spesies  tumbuhan  asing  invasif  M.  pigra  telah banyak  dilakukan  dengan  berbagai  upaya  diantaranya  upaya  pembakaran,
penggunaan  herbisida  dan  pemberantasan  secara  manual  Beilfuss  2007.  Selain upaya  tersebut,  upaya  pengendalian  menggunakan  musuh  alami  M.  pigra  juga
dilakukan  dengan  mengintroduksi  serangga  Macaria  pallidata  dan  Leuciris fimbriaria Heard et al. 2010.
8. Kirinyuh Austroeupatorium inulifolium
Austroeupatorium  inulifolium  merupakan  salah  satu  spesies  dari  golongan Eupatorium  yang  telah  menginvasi  dan  bernaturalisasi  di  wilayah  Indonesia  dan
Sri  Lanka McFayden 2003.  Sebaran distribusi alami dari spesies ini terdapat di daerah  tropis  Amerika  Biotrop  2011.  A.  inulifolium  ditemukan  pertama  kali  di
Kebun  Raya  Bogor  kemudian  menyebar  secara  liar  dan  bernaturalisasi  di perkebunan teh Biotrop 2011. Penyebaran spesies ini ditemukan juga di Gunung
Gede  Pangrango,  Jawa  Barat  dan  menyebar  luas  di  seluruh  Pulau  Jawa  dan Sumatera pada ketinggian tempat yang cukup tinggi Biotrop 2011.  ISSG 2005
menyatakan  spesies  ini  tumbuh  dengan  baik  di  daerah  yang  terbuka  savana, daerah yang terganggu, tepian hutan dengan ketinggian 100 sampai dengan 2100
mdpl.
Gambar 19 Komunitas  A.  inulifolium  yang  mendominasi  di  Cagar  Alam
Kamojang. Keberadaan  A.  inulifolium  di  Cagar  Alam  Kamojang  tergolong  tinggi
dengan  INP  sebesar  67,37.  INP  A.  inulifolium  menunjukkan  spesies  tersebut mendominasi  komunitas tumbuhan  yang  lainnya  dan  menginvasi  kawasan  Cagar
Alam  Kamojang  Gambar  19.  Kemampuan  menginvasi  A.  inulifolium  di  Cagar Alam  Kamojang  dipengaruhi  juga  oleh  kondisi  kawasan  yang  terganggu.  Hsu  et
al.  2006  menjelaskan  bahwa  A.  inulifolium  merupakan  spesies  semak  belukar yang  agresif  dan  merupakan  spesies  pionir  yang  tumbuh  cepat  pada  lahan  yang
terdegradasi  terbuka  dari  naungan.  Bunga  A.  inulifolium  yang  ringan  dapat tersebar  dengan  mudah  oleh  angin  sehingga  memiliki  kemampuan  untuk
menginvasi daerah-daerah yang terbuka dalam jangka waktu yang pendek ISSG 2005.
Kerapatan  A.  inulifolium  yang  tinggi  pada  area  hutan  yang  terbuka  dapat menghambat  pertumbuhan  dari  spesies  lokal.  Spesies  ini  dapat  berkompetisi
dengan  spesies  lokal  secara  agresif  dengan  menggunakan  zat  alelopati  sehingga menekan regenerasi dan pertumbuhan spesies lokal Hsu et al. 2006; Bosu et al.
2009.  Upaya  pengendalian  terhadap  A.  inulifolium  sudah  banyak  dilakukan  di beberapa  negara  dengan  memanfaatkan  musuh  alaminya.  Upaya  kontrol  biologi
dilakukan dengan mengintroduksi Pareuchaetes pseudoinsulata dan Cecidochares connexa Muniappan 2011.
9. Nagri Passiflora edulis
Passiflora edulis Gambar 20 merupakan salah satu spesies tumbuhan asing invasif  yang  ditemukan  di  Cagar  Alam  Kamojang.  Spesies  P.  edulis    diketahui
berasal  dari  Amerika  Selatan  ISSG  2005,  Biotrop  2011.  Distribusi  P.  edulis  di Indonesia  tersebar  di  Pulau  Sumatera,  Jawa  dan  Sulawesi  Biotrop  2011.
Heriyanto dan Sawitri 2006 menyatakan spesies ini ditanam pada tahun 1930 di Kebun  Raya  Cibodas  sebagai  tanaman  percobaan.  Di  Cagar  Alam  Kamojang,  P.
edulis  hanya  memiliki  INP  sebesar  3,89  berbeda  dari  famili  Passifloraceae lainnya yaitu konyal P.ligularis yang memiliki INP sebesar 8,09.
Gambar 20  Nagri Passiflora edulis. Spesies  P.  edulis  merupakan  tumbuhan  tahunan  yang  hidup  merambat.
Sastrapradja 1977 diacu dalam Heriyanto dan Sawitri 2006 menyatakan bahwa di  Indonesia,  P.  edulis  banyak  terdapat  di  hutan  pegunungan  sebagai  tumbuhan
liar  pada  ketinggian  minimal  1000  mdpl.  Perbanyakan  tanaman  dapat  dilakukan dengan biji atau stek batang.  Buah dari P. edulis  bersifat edibel dapat dimakan
dan menjadi salah satu sumber pakan satwa di hutan sehingga penyebaran bijinya dapat  dilakukan  oleh  satwa  Heriyanto    Sawitri  2006.  Di  Kawasan  Taman
Nasional  Gunung  Gede  Pangrango,  spesies  ini  berpotensi  menjadi  spesies tumbuhan asing invasif karena berasosiasi kuat dengan spesies-spesies asli seperti
Castanopsis  argentea,  Altingia  excelsa,  Villebrunea  rubescens  dan  Schima Walichii Heriyanto  Sawitri 2006.
10. Saliara Lantana camara
Lantana  camara  merupakan  tumbuhan  semak  belukar  yang  memiliki distribusi  alami  di  daerah  tropis  Amerika  Selatan  dan  Amerika  Utara  Webber
2003.  Spesies  ini  diintroduksi  sebagai  tanaman  hias  kemudian  menyebar  secara cepat  dan  menjadi  tumbuhan  pengganggu  yang  serius  di  daerah  tropis  dan
subtropis  Gambar  21  Kohli  et  al.  2009.  Berdasarkan  data  ISSG  2005 Lantana camara termasuk ke dalam 100 spesies tumbuhan asing paling invasif di
dunia.
Sumber: Day et al.2003
Gambar 21  Distribusi  geografi  alami  hijau  dan  daerah  introduksi  merah Lantana camara.
Penyebaran L. camara di Indonesia pertama kali ditemukan Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi Biotrop 2011. Keberadaan spesies ini di Cagar Alam
Kamojang  memiliki  INP  sebesar  15,37  dan  merupakan  spesies  yang  cukup berpengaruh  terhadap  komunitas  tumbuhan  yang  lainnya.  Di  Cagar  Alam
Kamojang,  terutama  daerah  yang  terbuka,  spesies  ini  ditemukan  tumbuh  dengan spesies  lainnya  seperti  kaso  S.  spontaneum  dan  kirinyuh  A.  inulifolium
sehingga menyebabkan spesies lokal yang lainnya terkompetisi Gambar 22.
Gambar 22  Saliara L. camara yang tumbuh bersama kaso S. spontaneum dan kirinyuh A. inulifolium.
Sebaran  distribusi  L.  camara  yang  luas  dan  beragam  menunjukkan  spesies ini  memiliki  toleransi  terhadap  kondisi  ekologi  yang  tinggi.  Day  et  al.  2003
menyatakan  L.  camara    dapat  tumbuh  dengan  baik  pada  kondisi  yang  terbuka seperti  pada  tanah  yang  tidak  diolah,  daerah  hutan  yang  terbakar  atau  daerah
bekas  penebangan.  Di  beberapa  wilayah,  L.  camara  menginvasi  daerah-daerah yang  terganggu  seperti  kawasan  hutan  yang  terbuka,  lahan  pertanian  dan  ladang
penggembalaan Kohli et al. 2009. Sharma  et  al.  2005  diacu  dalam  Fan  et  al.  2010  menguraikan  faktor
biologi  dan  ekologi  seperti  kandungan  alelopati,  sifat  toleran  terhadap  api  dan interaksi dengan berbagai satwa mendukung  L. camara menjadi invasif di daerah
yang  terganggu.  Kemampuan  L.  camara  memproduksi  biji  pada  kondisi  yang optimal  sangat  tinggi  mencapai  10.000  -  20.000  biji  per  tanaman  dan  dapat
tersebar  secara luas  melalui  satwa atau aktivitas  manusia  Kohli  et  al.  2009.  Di luar  habitat  alaminya,  L.  camara  dapat  menekan  pertumbuhan  spesies  lokal
dengan memproduksi  senyawa alelopati dan senyawa kimia lainnya Kohli  et al. 2009.
11. Sembung rambat Mikania micrantha
Mikania  micrantha  Gambar  23  merupakan  tumbuhan  merambat  yang memiliki pertumbuhan sangat cepat dan termasuk ke dalam 100 spesies tumbuhan
asing paling invasif ISSG 2005. Menurut Webber 2003 M. micrantha tersebar alami di Amerika Utara Meksiko dan Amerika Selatan. Spesies ini pertama kali
diintroduksi ke Indonesia melalui Kebun Raya Bogor pada tahun 1949, kemudian menyebar  luas  di  seluruh  Indonesia  dan  diketahui  telah  menggantikan  Mikania
cordata yang merupakan spesies asli Indonesia Biotrop 2011. Keberadaan  M.  micrantha  di  Cagar  Alam  Kamojang  memiliki  INP  6,83
dan  menunjukkan  spesies  ini  tidak  mendominasi  komunitas  tumbuhan  yang lainnya  di  Cagar  Alam  Kamojang.  M.  micrantha  ditemukan  di  daerah  yang
terbuka dan merambat pada spesies-spesies pohon di sekitarnya. Menurut Webber 2003  spesies  ini  tumbuh  alami  pada  hutan  yang  terbuka  dan  daerah-daerah  di
sekitar mata air.
Gambar 23  Sembung rambat Mikania micrantha. Meskipun  M.  micrantha  tidak  mendominasi  komunitas  tumbuhan  yang
lainnya  di  Cagar  Alam  Kamojang,  namun  spesies  ini  mampu  menghambat petumbuhan  pohon  yang  dirambatinya  dengan  menutupi  seluruh  tajuknya.  Yau-
Lun 2011 menjelaskan ketika M. micrantha menutupi seluruh tajuk pohon maka tidak hanya mempengaruhi proses fotosintesis tumbuhan tetapi juga mengganggu
habitat burung. Regenerasi  M.  micrantha  dilakukan  secara  generatif  dan  secara  vegetatif.
Regenerasi  secara  generatif  dilakukan  dengan  memproduksi  biji  dalam  jumlah banyak  dan  dapat  tersebar  oleh  angin,  air  atau  satwa  sehingga  mampu  tersebar
secara  luas  Webber  2003.  M.  micrantha  merupakan  spesies  yang  bersifat intoleran terhadap naungan sehingga benih dari M. micrantha tidak dapat bertahan
pada  intensitas  cahaya  kurang  dari  2  Yau-Lun  2011.  Pengendalian  terhadap
spesies  tumbuhan  asing  invasif  M.  micrantha  dilakukan  secara  manual pemotongan,  pencabutan  dan  penggalian  atau  dengan  menggunakan  herbisida
yang biasa digunakan untuk mengendalikan  M. micrantha. Selain upaya tersebut, pengendalian  M.  micrantha  di  daerah  yang  terinvasi  dilakukan  dengan
menggunakan serangga musuh alaminya Abraham et al. 2002. 12.
Seuseureuhan Piper aduncum Piper aduncum Gambar 24 merupakan tumbuhan yang memiliki distribusi
alami di daerah tropis Amerika Tengah dan Selatan dari Meksiko sampai Bolivia Jan et al. 2002. Backer et al. 1963 diacu dalam Jan et al. 2002 menyatakan P.
aduncum diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1860. Keberadaan P. aduncum di Cagar  Alam  Kamojang  tidak  begitu  mendominasi  dengan  INP  sebesar  5,91.
Rendahnya  INP  P.  aduncum  dipengaruhi  oleh  jumlah  individu  dan  frekuensi perjumpaan pada plot pengamatan yang rendah.
Gambar 24  Seuseureuhan Piper aduncum. Di beberapa wilayah seperti Papua New Guinea, P. aduncum adalah spesies
tumbuhan  asing  yang  telah  menginvasi  wilayah  tersebut  selama  tiga  dekade terakhir Jan et al. 2002. Berdasarkan Jan et al. 2002 menyatakan P. aduncum
menjadi  spesies  asing  yang  mampu  menekan  spesies  pionir  yang  lainnya  dan memiliki  dominansi  yang  tinggi  terhadap  habitatnya.  Menurut  Hiratsuka  et  al.
2006  diacu  dalam  Tan  et  al.  2008 P. aduncum  memiliki  relung  ekologi  yang sama  dengan  Macaranga  gigantea,  M.  hypoleuca,  Mallotus  panniculatus,
melastoma  malabathricum  dan  Trema  cannabina  di  hutan  Kalimantan  Timur sehingga  berpotensi  menjadi  invasif.  Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  P.
aduncum  sukses  menginvasi  suatu  wilayah  disebabkan  spesies  ini  memiliki distribusi  geografi  alami  yang  luas,  mengkolonisasi  pada  area  yang  terganggu
secara agresif, memiliki biji yang relatif kecil, periode anakan yang pendek cepat dewasa,  produksi  biji  yang  tinggi  setiap  tahun  dan  mudah  tersebar  oleh  angin
atau satwa Jan et al. 2002, Haetmink 2001. 13.
Teklan Ageratina riparia Ageratina  riparia  Gambar  25  merupakan  tumbuhan  yang  berasal  dari
Amerika Tengah dan menjadi spesies tumbuhan asing invasif yang mengancam di beberapa  daerah  tropis  yang  beriklim  hangat  Fröhlich  et  al.  2000.  A.  riparia
diintroduksi  ke  beberapa  daerah  tropis  sebagai  tumbuhan  hias  sebelum  tersebar sangat  luas  dan  menjadi invasif  di  daerah  tersebut  Barreto   Evans  1988  diacu
dalam Zancola et al. 2000. Di  Cagar  Alam  Kamojang,  A.  riparia  merupakan  spesies  dengan  INP
tertinggi kedua setelah A. inulifolium yaitu sebesar 46,15 dan merupakan spesies yang  mendominasi  komunitas  tumbuhan  yang  lainnya.  Keberadaan  A.  riparia
yang  dominan  di  Cagar  Alam  Kamojang  diduga  akibat  pertumbuhan  spesies  ini yang agresif dan cepat tumbuh pada kondisi daerah yang terbuka.  Fröhlich et al.
2000  menyatakan  A.  riparia  merupakan  tumbuhan  yang  bersifat  semi  toleran terhadap  naungan  sehingga  spesies  ini  masih  tetap  mendominasi  kawasan  cagar
alam meskipun ternaungi oleh A. inulifolium dan spesies lainnya.
Gambar 25  Teklan Ageratina riparia
.
Kemampuan  spesies  ini  untuk  menginvasi  suatu  ekosistem  didukung  oleh kemampuan memproduksi biji yang tinggi. Barreto dan Evans 1988 diacu dalam
Zancola  et  al.  2000  menyatakan  bahwa  satu  tanaman  A.  riparia  dapat menghasilkan  7000  sampai  dengan  10.000  biji  per  musim  dan  dapat  tersebar
dengan  luas  oleh  angin,  air  atau  satwa.  Fröhlich  et  al.  2000  menyatakan  A. riparia menginvasi beragam habitat termasuk hutan alam dan dapat menggantikan
spesies  yang  langka  dan  regenerasi  yang  terbatas.  Kontrol  biologi  A.  riparia dilakukan dengan menggunakan jamur putih Entyloma ageratinae dan serangga
Procecidochares  alani  atau  Oidaematophorus  beneficus  yang  hanya  menyerang A. riparia Fröhlich et al. 2000; Barton et al. 2007.
5.3 Pola Penyebaran Spasial Spesies Tumbuhan Asing Invasif