bekerjasama dan berkolaborasi antara dua konvensi dalam isu introduksi spesies asing yang berpotensi invasif.
2.2 Penyebaran Spasial
Komunitas tumbuhan memperlihatkan adanya diferensiasi penyebaran baik secara vertikal maupun horizontal, yakni setiap spesiesnya tersebar dengan tinggi
di atas permukaan tanah yang berbeda dan juga tersebar pada lokasi dan jarak yang berbeda. Penyebaran secara vertikal dari suatu spesies tumbuhan biasanya
dipengaruhi oleh adanya perbedaan intensitas cahaya matahari. Penyebaran tumbuhan secara horizontal dipermukaan tanah memiliki kompleksitas yang
tinggi. Whitaker 1970 diacu dalam Sastroutomo 1990 mengidentifikasi empat macam penyebaran dari setiap spesies tumbuhan secara horizontal dalam
komunitas tumbuhan juga untuk setiap individu dalam populasi yaitu penyebaran secara acak, mengelompok kontagius, teratur kontagius negatif
dan penyebaran secara kombinasi pengelompokan individu ke dalam koloni dan distribusi regular.
Tipe penyebaran pada komunitas tumbuhan di habitat alami biasanya dijumpai secara acak dan tidak pernah dijumpai tipe penyebaran yang sangat
teratur dengan jarak yang relatif sama dari individu ke individu lainnya. Tipe penyebaran mengelompok juga dapat ditemui pada komunitas tumbuhan di habitat
alami yang disebabkan oleh pola penyebaran biji dari tumbuhan induk, gradasi lingkungan mikro atau kekerabatan antar spesies baik yang bersifat positif
maupun negatif Sastroutomo 1990. Setiap spesies tumbuhan pada suatu komunitas akan memiliki pola
penyebaran tersendiri. Pola ini dapat memiliki persamaan dengan spesies lainnya tetapi tidak mungkin seluruhnya sama. Oleh karena itu, komunitas tumbuhan
merupakan gabungan dari beberapa pola penyebaran berbagai spesies tumbuhan dan saling berinteraksi Sastroutomo 1990.
2.3 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis SIG merupakan sistem untuk pengambilan, penyimpanan, pemeriksaan, penggabungan, manipulasi, analisis atau penyajian
data keruangan yang memiliki referensi bumi Chorley 1987 diacu dalam Syamsudin Suryadi 2006. Sistem informasi geografi digunakan untuk
menyederhanakan proses
sehingga mengefisienkan
pekerjaan seperti
mengintegrasikan data dari berbagai sumber atau digunakan untuk meningkatkan kapasitas analisis data seperti memfasilitasi pembentukan model analisis data dan
menyajikan data dengan output dalam bentuk yang interaktif Syamsudin Suryadi 2006.
Sistem informasi geografi merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain ditingkat
fungsional dan jaringan. Komponen-komponen yang menyusun SIG biasanya terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi geografi dan
manajemen Prahasta 2001. Jaya 2002 menyebutkan pada bidang kehutanan, SIG sangat diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan untuk
memecahkan masalah keruangan spasial mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. Aplikasi SIG di bidang kehutanan
banyak dilakukan untuk memonitoring pergerakan satwa dan membuat model kesesuaian habitat flora dan fauna. Beberapa penelitian di bidang konservasi yang
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis diantaranya: Aplikasi SIG untuk pemetaan kesesuaian habitat kedaung Parkia
timoriana D.C Merr di Taman Nasional Meru Betiri Sebastian 2007. Pemetaaan kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam dan
Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran dengan menggunakan SIG Gamasari 2007.
Pemetaaan kesesuaian habitat Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Leuweung Sancang Garut - Jawa Barat dengan menggunakan SIG
Herdiyanti 2009. Pemetaan kesesuaian habitat Rafflesia zollingeriana Kds. studi kasus di
Resort Sukamade wilayah seksi I Sarongan Taman Nasional Meru Betiri- Jawa Timur Dhistira 2011.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di lapangan
dilaksanakan selama ± satu bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2011. Pengolahan data keanekaragaman dan pola penyebaran spasial dilakukan di
Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan dan Bagian Hutan Kota dan Jasa Lingkungan, Departemen Konservasi Tumbuhan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Lokasi penelitian di kawasan Cagar Alam Kamojang.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari sampel spesies tumbuhan, alkohol 70, peta kawasan Cagar Alam Kamojang dan
perangkat lunak Arc Gis 9.3 dan SPSS 16.0. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Global Positioning System GPS, kamera digital,