Kemiskinan dan Ketahanan Pangan

2002. Kondisi tersebut disebabkan makanan merupakan bahan kebutuhan pokok yang meningkat lebih lambat dibandingkan pendapatan. Hukum Engle merupakan penemuan empiris yang begitu konsisten sehingga para ekonom menyarankan agar proporsi pendapatan untuk makanan digunakan sebagai indikator kemiskinan. Menurut Deaton dan Muellbauer 1980a, pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan. Hubungan antara pengeluaran total dengan kebutuhan pokok misalnya makanan terlihat dalam Kurva Engle pada Gambar 5. Kurva Engle yang diturunkan dari kurva kepuasan yang sama dari individu menunjukkan bahwa pada kebutuhan pokok, pangsa pengeluaran untuk barang tersebut akan menurun sementara pendapatan meningkat. Jumlah X Pengeluaran total Sumber : Nicholson, 1995 Gambar 5 Kurva Engle untuk kebutuhan pokok.

2.1.4 Kemiskinan dan Ketahanan Pangan

Pengertian kemiskinan dapat dilihat dari berbagai segi. Sen 1981 mendefinisikan kemiskinan melalui pendekatan kapabilitas capability approach. Konsep kemampuan menunjukkan adanya kebebasan seseorang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Seseorang disebut miskin jika dia tidak memiliki kapabilitas dan peluangnya terbatas untuk meningkatkan kesejahteraannya. Todaro 2000 menguraikan kemiskinan dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan pokok minimum yang memungkinkan untuk hidup layak. Bila pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum maka X 1 X 2 X 3 I 1 I 2 I 3 orang tersebut dapat dikatakan miskin. Jadi tingkat pendapatan minimum merupakan batas antara keadaan miskin dan tidak miskin. BPS menentukan penduduk miskin berdasarkan pengeluaran atas kebutuhan pokok, yang terdiri dari bahan makanan maupun non makanan yang dianggap ‘dasar’ dan diperlukan selama jangka waktu tertentu agar dapat hidup secara layak. Dengan cara ini, maka kemiskinan diukur sebagai tingkat konsumsi per kapita di bawah suatu standar tertentu yang disebut sebagai garis kemiskinan. Mereka yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis kemiskinan dihitung dengan cara menjumlahkan 1 biaya untuk memperoleh makanan dengan kandungan 2.100 kkalori per kapita per hari, dan 2 biaya untuk memperoleh bahan non makanan yang dianggap dasar, seperti pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi dan pendidikan. Kemiskinan memiliki kaitan yang erat dengan pemenuhan kebutuhan pangan Sudiman, 2008. Kemiskinan dapat mengakibatkan kelaparan yang selanjutnya berdampak pada gizi kurang, bahkan kematian. Sebaliknya penderita gizi kurang produktifitasnya rendah, kehilangan kesempatan bersekolah, kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi, berisiko kelaparan dan selanjutnya miskin. Kemiskinan dinilai dan diyakini berperan sangat penting, mendasar, dan timbal balik di antara berbagai faktor penyebab masalah gizi kurang. Masalah gizi kurang akan menghambat pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya mempercepat pemiskinan. Eratnya hubungan antara kemiskinan dan gizi kurang, mengakibatkan banyak orang sering mengartikan bahwa penanggulangan masalah gizi kurang baru dapat dilaksanakan bila keadaan ekonomi sudah baik. Memang diperlukan tingkat pendapatan tertentu untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang. Sebaliknya tidak jarang ditemukan gizi kurang pada masyarakat yang tingkat ekonominya sudah baik atau mapan. Bukti empirik menunjukkan dengan mencegah dan menanggulangi masalah gizi kurang tidak harus menunggu penanggulangan masalah kemiskinan selesai. Mengingat pentingnya pemenuhan kebutuhan minimum bagi rakyat miskin sebagai salah satu langkah peningkatan ketahanan pangan, maka sejak tahun 2002 pemerintah melakukan kebijakan Beras Untuk Keluarga Miskin RASKIN. Kebijakan RASKIN ini dianggap sebagai subsidi pangan terarah atau Garis anggaran sebelum ada bantuan pangan A Y Y income transfer kepada keluarga miskin dalam bentuk beras. Alasan dilaksakannya program ini adalah masih banyaknya masyarakat miskin yang masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan minimumnya yaitu makanan pokok. Orientasi RASKIN adalah lebih kepada bantuan kesejahteraan sosial bagi keluarga miskin. Meski demikian dengan dilaksanakannya program tersebut bukan berarti masalah ketahanan pangan telah selesai. Stiglitz 1999 menyatakan bahwa bantuan pangan food aid dapat dilihat dari dua efek yaitu efek pendapatan dan efek substitusi. Kedua efek ini akan terjadi berdasarkan program bantuan pangan yang dipilih oleh pemerintah. Jika pemerintah melaksanakan program bantuan pangan dengan pemberian pangan secara gratis, maka akan terjadi efek pendapatan tanpa adanya efek substitusi seperti dalam Gambar 6. Hal ini identik dengan memberikan pendapatan tambahan kepada masyarakat. Pemberian bantuan pangan gratis kepada masyarakat akan menggeser garis anggaran tanpa adanya perubahan slope. Hal ini disebabkan karena dengan adanya pemberian makanan gratis tidak akan merubah rasio harga, sehingga slope pada garis anggaran tetap. Kondisi ini terlihat dari pergesesan dari titik A berubah ke titik B pada Gambar 6. Sumber : Stiglitz, 2000 Gambar 6 Efek bantuan pangan berupa pemberian makanan gratis. Pada Gambar 6 terlihat dengan adanya pemberian makanan gratis, maka seolah-olah masyarakat mendapatkan tambahan pendapatan yang akan B Kurva Indiferen Garis anggaran setelah ada bantuan pangan Konsumsi pangan Konsumsi Non Pangan X X Y Y menyebabkan kuantitas setiap barang yang dibeli akan meningkat dengan asumsi harhga-harga tidak berubah. Garis anggaran akan bergeser ke kanan sehingga akan meningkatkan utilitas. Ketika pemerintah melaksanakan program subsidi pangan dengan membayar sebagian harga pangan sehingga harga pangan menjadi lebih murah, maka akan mengakibatkan terjadinya perubahan slope. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan rasio harga. Sebagai contoh kebijakan pemberian beras dengan harga murah kepada masyarakat miskin atau RASKIN. Pendapatan yang terbatas membuat masyarakat yang mendapatkan RASKIN dapat mengkonsumsi beras lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat terlihat dari Gambar 7 berikut ini. Sumber : Stiglitz, 2000 Gambar 7 Efek bantuan pangan berupa subsidi. Melalui subsidi terhadap harga bahan pangan, pemerintah akan membayar sebagian harga pangan sehingga akan terjadi efek substitusi. Masyarakat akan mendapatkan harga pangan yang lebih murah, sehingga konsumsi pangannya bisa lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Efek pendapatan dan efek substitusi terjadi pada kondisi ini. Jika dibandingkan antara efek pendapatan dan efek substitusi, maka bantuan pangan yang hanya menimbulkan efek substitusi tidak efisien Stiglitz, 2000. Hal ini disebabkan bantuan pangan yang hanya manghasilkan efek Garis anggaran sebelum subsidi pangan pangan Kurva Indiferen Garis anggaran setelah subsidi pangan Konsumsi pangan Konsumsi non pangan X X substitusi hanya akan merubah slope budget constraint sehingga hanya jumlah makanan saja yang lebih banyak dikonsumsi. Sebaliknya, pada bantuan pangan yang menimbulkan efek pendapatan akan menggeser budget constraint tanpa merubah slope, sehingga tidak hanya jumlah makanan yang dikonsumsi yang lebih banyak namun juga barang-barang lainnya akan dikonsumsi lebih banyak.

2.2 Penelitian Terdahulu