Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

substitusi hanya akan merubah slope budget constraint sehingga hanya jumlah makanan saja yang lebih banyak dikonsumsi. Sebaliknya, pada bantuan pangan yang menimbulkan efek pendapatan akan menggeser budget constraint tanpa merubah slope, sehingga tidak hanya jumlah makanan yang dikonsumsi yang lebih banyak namun juga barang-barang lainnya akan dikonsumsi lebih banyak.

2.2 Penelitian Terdahulu

Saliem et al. 2001 meneliti ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan regional. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ketahanan pangan di wilayah perkotaan ternyata lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Ironisnya rumah tangga rawan pangan paling banyak terdapat pada rumah tangga dengan mata pencarian di sektor pertanian sebagai penghasil bahan pangan. Selain lapangan usaha dan status tempat tinggal di pedesaan atau perkotaan, tingkat pendapatan dan jumlah anggota rumah tangga juga berpengaruh secara nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Hardono dan Kariyasa 2006 mengkaji tentang ketahanan pangan dan pembangunan masyarakat dalam kerangka desentralisasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setelah desentralisasi, ketersediaan pangan menunjukkan kinerja yang lebih baik yang terlihat dari indikasi Import Dependency Ratio IDR pangan yang lebih kecil, namun ternyata masih terdapat permasalahanan kerawanan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan rawan pangan bukan karena masalah ketersediaan tetapi terkait dengan masalah distribusi, aksesbilitas dan daya beli masyarakat. Ilham 2006 melakukan analisis tentang efektifitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan dan dampaknya pada stabilitas ekonomi makro. Ukuran ketahanan pangan yang digunakan adalah tingkat ketersediaan dan konsumsi energi dan protein. Model hubungan antara pangsa pengeluaran dengan konsumsi energi dan konsumsi protein setiap penduduk dibangun dalam penelitian ini. Hasil studi Ilham 2006 menunjukkan adanya hubungan antara pangsa pengeluaran dan konsumsi. Fungsi yang diperoleh berupa hyperbola dengan elastisitas negatif. Tanda elastisitas yang negatif menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel yaitu pangsa pengeluaran pangan berlawanan arah dengan konsumsi energi dan konsumsi protein setiap penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pengeluaran pangan layak dijadikan indikator ketahanan pangan karena mempunyai hubungan yang erat dengan indikator ketahanan pangan. Penelitian Ilham 2006 juga menunjukkan bahwa pada jangka pendek maupun jangka panjang kebijakan harga pangan dan PDB ternyata berpengaruh terhadap ketersediaan energi di tingkat nasional. Namun di sisi lain, ketersediaan pangan di tingkat nasional tidak menjamin ketahanan pangan rumah tangga. Tiawon et al. 2008 menganalisis kajian pola konsumsi pangan di Kalimantan Tengah dalam upaya peningkatan ketahanan pangan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketersediaan pangan utama pada umumnya lebih besar dibandingkan konsumsi pangan, berimplikasi adanya campur tangan pemerintah dalam hal menjaga stabilitas pengadaan pangan. Ditinjau dari keterjangkauan pangan menunjukkan rumah tangga pedesaan strata pendapatan rendah dan sedang pada umumnya memiliki keterjangkauan lebih rendah dibanding perkotaan, berimplikasi adanya kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan dalam mengakses pangan sekaligus menunjukkan bahwa di pedesaan stabilitas harga dan pengadaan pangan relatif kurang dibanding kan perkotaan. Hasil perhitungan nilai elastisitas harga, menunjukkan bahwa pada umumnya nilai elastisitas harga semua pangan utama pada strata pendapatan rendah di pedesaan lebih besar dibandingkan di perkotaan, berimplikasi bahwa pangan utama di daerah pedesaan pada strata tersebut lebih peka terhadap perubahan harga. Bogale dan Shimelis 2009 meneliti tentang determinan kerawanan pangan di pedesaan Dire Dawa di selatan Ethiopia. Melalui model binary logit diperoleh hasil bahwa jumlah anggota rumah tangga, pendapatan per tahun, jumlah pinjaman yang diterima, akses irigasi, umur kepala rumah tangga, ukuran pertanian, dan jumlah ternak yang dimiliki mempunyai efek yang nyata terhadap kerawanan pangan. Rindayati 2009 meneliti dampak desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketahanan pangan di wilayah Provinsi Jawa Barat. Hasil analisis yang diperoleh adalah pada masa desentralisasi fiskal terdapat penurunan kinerja ketahanan pangan. Hal ini terlihat dari adanya penurunan rata-rata konsumsi energi dan protein serta terjadi peningkatan jumlah penduduk rawan pangan dan angka penderita gizi buruk meskipun secara makro regional produksi gabah meningkat yang menunjukkan kondisi ketersediaan pangan yang surplus. Hasil analisis ini sejalan dengan temuan Hardono dan Kariyasa 2006 yang menunjukkan bahwa ketersediaan tidak menjamin ketahanan pangan jika tidak diikuti dengan distribusi, aksesibilitas dan daya beli masyarakat yang cukup bak. Demeke dan Zeller 2010 meneliti tentang pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap ketahanan pangan di pedesaan di Ethiopia dengan menggunakan data panel rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan indeks ketahanan pangan rumah tangga dan pengkategorian rumah tangga berdasarkan tiga kategori yaitu : tahan pangan, rentan pangan dan rawan pangan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, gender kepala rumah tangga laki- lakiperempuan, umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja dalam rumah tangga, tabungan, pinjaman, income dari pertanian dan jumlah ternak yang dimiliki. Abebaw et al. 2010 meneliti tentang Food Security Program FSP terhadap calorie intake rumah tangga di Ethiopia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa FSP secara nyata berpengaruh positif terhadap peningkatan calorie intake rumah tangga di Ethiopia. Namun penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh FSP yang berbeda terhadap rumah tangga tergantung dari jumlah anggota rumah tangga, kepemilikan lahan dan gender kepala rumah tangga. Penelitian ini mengacu kepada penelitian Bogale dan Shimelis 2009, Demeke dan Zeller 2010 dalam menentukan ketahanan pangan regional dan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur. Adapun perbedaannya adalah terletak pada metode yang digunakan dalam analisis. Bogale dan Shimelis 2009 menggunakan binary logit, Demeke dan Zeller 2010 menggunakan data panel dengan instrument variable serta multinomial logit. Penelitian ini menggunakan regresi data panel untuk menganalisis determinan ketahanan pangan regional dan regresi logistik ordinal untuk menganalisis determinan ketahanan pangan rumah tangga.

2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis