Ketahanan Pangan Regional dan Rumah Tangga

Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan pasar dalam pemasaran makanan yaitu : kurang optimalnya infrastuktur, kegiatan pengelolaan pasca panen yang kurang sempurna dan kurangnya penggunaan kekuatan pasar. 3. Kegagalan pasar dalam mengelola makanan Kegagalan pasar dalam mengelola makanan disebabkan antara lain oleh terbatasnya akses teknologi dan pelatihan dalam mengelola makanan. 4. Kegagalan pasar dalam mengkonsumsi makanan Kegagalan pasar dalam mengkonsumsi makanan akan menyebabkan status nutrisi yang kurang

2.1.3 Ketahanan Pangan Regional dan Rumah Tangga

Era desentralisasi sudah dimulai sejak tahun 1999 dengan adanya Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang Undang No. 32 tahun 2004. Adanya perubahan kebijakan dari sentralistik menjadi desentralistik ini menjadi harapan baru untuk mengubah kondisi sosial ekonomi dan politik masyarakat ke arah yang lebih baik. Pelaksanaan desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja ketahanan pangan di daerah baik dalam tingkat wilayah maupun rumah tangga sesuai dengan amanat Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Hal ini menjadi penting karena dengan ketahanan pangan yang kuat maka pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas akan dapat tercapai sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan pembangunan nasional Studi Ilham 2006 memperlihatkan bahwa PDRB per kapita merupakan suatu indikator kesejahteraan wilayah misalnya kabupatenkota. Semakin tinggi PDRB per kapita suatu wilayah mengindikasikan semakin meningkat kesejahteraan penduduknya. Namun menurut Soehardjo et al. 1986, PDRB hendaknya jangan digunakan sebagai satu-satunya ukuran pembangunan suatu wilayah, karena ia tidak selalu menunjukkan kualitas hidup rakyat yang bertempat tinggal di situ. Status gizi merupakan suatu komponen kualitas hidup sehingga merupakan indeks pembangunan sosial yang penting. Ilham 2006 dalam analisisnya menunjukkan bahwa semakin tinggi PDRB per kapita maka pangsa pengeluaran pangan cenderung makin menurun. Namun, jika dicermati kondisi tiap propinsi, studi Ilham 2006 menemukan adanya hubungan yang sedikit anomali antara pangsa pengeluaran pangan dengan PDRB per kapita. Ada beberapa provinsi yang PDRB per kapitanya relatif rendah, memiliki pangsa pengeluaran yang juga relatif rendah. Sebaliknya ada provinsi yang memiliki PDRB per kapita yang lebih tinggi, tetapi pangsa pengeluaran pangan penduduknya masih relatif tinggi. Anomali tersebut membuktikan bahwa bukan hanya PDRB per kapita yang menentukan ketahanan pangan atau tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah. Ketersediaan pangan, pengetahuan gizi dan pola konsumsi juga menentukan ketahanan pangan di suatu daerah. Tingginya PDRB per kapita belum menjamin bahwa penduduk di daerah itu memiliki pendapatan riil yang tinggi. Hal ini sangat mungkin terjadi karena PDRB yang tinggi di suatu daerah dinikmati oleh penduduk di luar daerah tersebut. Namun demikian, dari hasil analisis sebelumnya pangsa pengeluaran pangan untuk Indonesia masih relevan untuk digunakan sebagai indikator ketahanan pangan atau tingkat kesejahteraan penduduk baik di tingkat rumah tangga maupun di tingkat provinsi. Hishamunda dan Ridler 2006 mengungkapkan bahwa diantara banyaknya faktor-faktor regional, ketahanan pangan memiliki dua komponen utama yaitu akses dan ketersediaan. Penelitian ini menganalisis peranan sektor pertanian swasta dalam peningkatan ketahanan pangan. Apabila dilihat dari sisi akses terhadap pangan, perkembangan pertanian akan menyebabkan penciptaan lapangan kerja. Hal ini mendorong rakyat miskin dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Perkembangan sektor pertanian juga menyebabkan ketersediaan pangan meningkat yang akan digunakan baik untuk kepentingan dalam negeri sendiri maupun ekspor. Ketahanan pangan regional tidak menjamin adanya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga atau individu Simatupang dan Fleming, 2000; Saliem et al., 2001. Studi Saliem et al. 2001 menunjukkan bahwa meskipun daerah dalam hal ini provinsi telah mencapai ketahahanan pangan di tingkat regional, namun masih ditemukan adanya rumah tangga yang terindikasi rawan pangan. Sebaliknya, ketahanan pangan yang baik di tingkat rumah tangga atau individu akan menjamin ketahanan pangan tingkat regional atau nasional. Simatupang dan Fleming 2000 menguraikan bahwa analisis ketahanan pangan memiliki tiga tingkatan sistem yang hierarki yaitu : nasionalregional, rumah tangga dan individu dimana ketahanan pangan nasional dan regional merupakan syarat keharusan necessary condition bagi ketahanan pangan masyarakat, rumah tangga dan individu. Sedangkan ketahanan pangan individu merupakan syarat kecukupan sufficiency condition bagi ketahanan pangan nasional. Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat banyak elemen dan indikator dalam penentuan ketahanan pangan. Dimulai dari level nasional yang memperkuat ketersediaan pangan food availability, stabilitas stability dan akses untuk pangan access to food. Adanya ketiga faktor tersebut akan dapat mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga sehingga dapat memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang pada gilirannya akan menigkatkan penyerapan makanan yang terlihat dari kondisi kesehatan masyarakat. Indikator outcome ketahanan pangan yang direkomendasikan FAO mencakup umur harapan hidup, prevalensi anak kurang gizi, gizi buruk,dan angka kematian bayi. Sumber : FAO, 2010 Gambar 4 Kaitan antara elemen dalam sistem ketahanan pangan. Menurut Soehardjo et al. 1986, ketahanan pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator, antara lain: 1 tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan, 2 penurunan produksi pangan, 3 tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga, 4 proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, 5 fluktuasi harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, 6 perubahan kehidupan sosial, seperti migrasi, menjualmenggadaikan asset, 7 keadaan konsumsi pangan berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan, dan 8 status gizi. Determinan yang paling menentukan ketahanan pangan di tingkat nasional, regional dan lokal dapat dilihat dari faktor produksi, permintaan, persediaan dan perdagangan pangan. Sementara determinan ketahanan pangan rumah tangga adalah akses terhadap pangan,ketersediaan pangan dan resiko yang terkait dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut Saliem et al. 2005 ; Dewan Ketahanan Pangan, 2005. Banyak indikator yang digunakan para ahli untuk mendeteksi apakah suatu rumah tangga sudah memiliki ketahanan pangan sesuai dengan yang diharapkan. Seperti telah diuraikan sebelumnya, salah satu indikator ketahanan pangan di tingkat rumah tangga yang dikemukakan Soehardjo et al. 1986 adalah pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total. Hal yang sama dikemukakan Azwar 2004 bahwa tingkat ketahanan pangan rumah tangga dapat diindikasikan dari proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan pangan. Makin tinggi pangsa pengeluaran pangan maka ketahanan pangan semakin menurun. Penggunaan pangsa pengeluaran dalam menetukan ketahanan pangan rumah tangga juga digunakan oleh Jonsson et al. dalam Maxwell et al. 2000 dengan menggunakan klasifikasi silang antara jumlah ketercukupan kalori dan pangsa pengeluaran makanan. Kedua indikator ini dinilai sederhana namun mampu merepresentasikan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Sebuah generalisasi penting yang mengkaitkan antara pangsa pengeluaran pangan dan pendapatan adalah bahwa bagian pendapatan yang digunakan untuk belanja makanan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ekonom yaitu Engle 1821-1896 pada abad kesembilan belas yang dikenal dengan hukum Engle Nicholson, 1995; 2002. Kondisi tersebut disebabkan makanan merupakan bahan kebutuhan pokok yang meningkat lebih lambat dibandingkan pendapatan. Hukum Engle merupakan penemuan empiris yang begitu konsisten sehingga para ekonom menyarankan agar proporsi pendapatan untuk makanan digunakan sebagai indikator kemiskinan. Menurut Deaton dan Muellbauer 1980a, pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan. Hubungan antara pengeluaran total dengan kebutuhan pokok misalnya makanan terlihat dalam Kurva Engle pada Gambar 5. Kurva Engle yang diturunkan dari kurva kepuasan yang sama dari individu menunjukkan bahwa pada kebutuhan pokok, pangsa pengeluaran untuk barang tersebut akan menurun sementara pendapatan meningkat. Jumlah X Pengeluaran total Sumber : Nicholson, 1995 Gambar 5 Kurva Engle untuk kebutuhan pokok.

2.1.4 Kemiskinan dan Ketahanan Pangan