Perdagangan dan Koperasi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tarakan

45 produksi perikanan darat dari tambak air payau sebanyak 742 ton dan kolam air tawar sebanyak 17,5 ton. Sedangkan penyediaan bibit tambak dalam bentuk benur diproduksi secara lokal adalah sebanyak 17 juta ekor, dan impor dari luar Kota Tarakan sebanyak 1.193,1 juta ekor, dan nener sebanyak 7,978 juta ekor seluruhnya di datangkan dari luar daerah.

4.4. Industri

Perusahaan industri terdiri dari perusahaan industri skala besar, sedang dan kecil, ditinjau dari jumlah perusahaan di Kota Tarakan terdapat 323 perusahaan industri masing-masing: 288 industri kecil, 22 perusahaan industri skala menengah dan 13 perusahaan industri skala besar Terdapat 2 industri kayu lapis dan dan 11 industri perikanan, yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 9.022 orang pada tahun 2007. Jumlah tenaga kerja yang terserap terbanyak adalah pada industri besar yaitu sebanyak 7.683 orang, kemudian industri kecil mampu menyerap sebanyak 1.229 orang tenaga kerja, sedangkan industri menengah hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 110 orang. Investasi di bidang industri pada tahun 2007 adalah sebesar Rp. 280.007.842 dan US 37.400.989, yaitu masing-masing investasi industri kecil Rp. 14.388.899, investasi industri menengah sebesar Rp. 37.519.512 dan industri besar Rp. 228.099.431 dan US 37.400.989.

4.5. Perdagangan dan Koperasi

Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor andalan Kota Tarakan, memberikan konstribusi terbesar pada NTB Kota Tarakan sejak tahun 2000 – 2007 rata-rata diatas 40 setiap tahunnya. Pada tahun 2007 konstribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 40,83 merupakan konstribusi terendah selama 8 tahun terakhir, dan tertinggi adalah pada tahun 2000 sebesar 44,67, namun secara nominal merupakan konstribusi paling tinggi yaitu sebesar Rp. 900.524,- juta dibanding dengan tahun 2000 yang hanya sebesar Rp. 559.296,- juta. Investasi sektor perdagangan pada tahun 2007 sebesar Rp. 293.123,- juta. Dari investasi total sebesar itu 6,86 merupakan investasi dibidang perdagangan 46 kecil, sebanyak 6,44 investasi dibidang perdagangan menengah dan sisanya 86,71 merupakan investasi perdagangan besar. Jumlah koperasi pada tahun 2007 sebanyak 193 koperasi, terbanyak adalah Koperasi Serba Usaha KSU dengan jumlah 101 koperasi, menyusul Koperasi Karyawan Kopkar sebanyak 26 koperasi dan Koperasi Pegawai Negeri KPN 23 dan Koperasi Nelayan dan Tani sebanyak 19 koperasi, sisanya adalah koperasi jasa, koperasi TNI, koperasi pasar dan koperasi syari’ah.

4.6. Keuangan dan Perbankan

Penunjang kegiatan perekonomian suatu wilayah adalah tersedianya lembaga perbankan yang memadai. Keberadaan bank pada suatu wilayah ditentukan oleh keberadaan dunia usaha dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Kota Tarakan sebagai pintu gerbang wilayah utara Kalimantan Timur merupakan wilayah strategis dan daerah transit bagi kabupaten lain disekitarnya juga ke Negara Bagian Sabah Malaysia Timur. Jumlah bank di Kota Tarakan pada tahun 2007 tercatat sebanyak 6 bank dengan 14 unit kantor bank yaitu: Bank Pembangunan DaerahBank Kaltim 4 unit, BNI 1 unit, BRI 4 Unit dan Bank Mandiri 3 unit, serta 2 unit bank swasta yaitu bank Danamon dan Bank Bumi Putera. Pada tahun 2008 dan 2009 berdiri 5 bank masing-masing 1 unit kantor yaitu: Bank Mega, Bank BCA dan Bank BTN serta Bank Mandiri Syari’ah dan BNI Unit Pasar Beringin. Sehingga total seluruh di Kota Tarakan terdapat 10 bank dengan 19 kantor unit pelayanan. Realisasi Pendapatan Pemerintah Kota Tarakan pada tahun 2007 sebesar Rp. 1,373,715,920,173,- dan realisasi belanja sebesar Rp. 701,610,436,212,- sehingga terdapat surplus anggaran sebesar Rp. 672,105,483,961,- Besarnya surplus anggaran ini diakibatkan oleh tidak terselenggaranya berbagai proyek karena terjadi perubahan yang cukup besar dalam anggaran biaya tambahan, yang merupakan sisa lebih tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2002 terjadi defisit anggaran Rp. 107,712,692,284,-. Kondisi ini menggambarkan kurang efektif dan effisiennya penggunaan anggaran, karena meskipun terjadi peningkatan jumlah penerimaan namun tidak dapat terserap seluruhnya, kecuali pada tahun 2004 seluruh anggaran mampu terserap dengan baik. 47 Jika pola penggunaan anggaran dengan surplus yang meningkat ini berlanjut terus maka pembangunan akan bergerak dengan lambat, bahkan target pembangunan sulit dicapai sesuai dengan rencana pembangunan yang telah ditetapkan. Surplus anggaran yang cukup signifikan adalah sejak tahun 2005- 2007 dengan persentase rata-rata diatas 50 yang tertinggi adalah pada tahun 2006 sebesar 57,16, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sejak tahun 2005 target pembangunan yang direncanakan tidak dapat dicapai, hal ini mengindikasikan kinerja keuangan dan pembangunan pemerintah Kota Tarakan sangat rendah. Tabel 12 Realisasi Penerimaan dan Belanja Pemerintah Kota Tarakan Tahun 2000 – 2007 Dalam Rupiah Tahun Penerimaan Belanja SurplusDefisit 2000 49.753.884.000 49.140.580.000 613.304,000 1,23 2001 299.867.763.105 230.283.707.020 69.584056,085 0,77 2002 208.261.533.844 315.974.226.128 107.712.692.284 -51,72 2003 397.662.369.194 384.571.863.473 13.090.505.721 3,29 2004 350.000.000.000 350.000.000.000 - 2005 765.963.028.111 376.471.396.423 389.491.631.688 50,85 2006 1.115.178.297.651 477.786.653.153 637.391.644.498 57,16 2007 1.373.715.920.173 701.610.436.212 672.105.483.961 48,93 Sumber : Bappeda Kota Tarakan, 2008 60

5.1.4.5. Angka Pengganda Nilai Tambah Total NTB Multiplier

Pada dasarnya setiap kegiatan ekonomi bertujuan untuk menciptakan nilai tambah seoptimal mungkin dengan penggunaan input yang efisien, karena nilai tambah total NTB terdiri dari beberapa komponen yaitu : upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung yang mana semua komponen nilai tambah bersinerji secara langsung. Perubahan yang terjadi pada satu komponen akan berpengaruh langsung terhadap komponen lainnya, sehingga NTB selalu dijadikan sebagai indikator kinerja ekonomi suatu negara atau daerah sebagai ukuran keberhasilan pembangunan. Dari hasil analisis Tabel input output updating Kota Tarakan tahun 2007, diperoleh sepuluh sektor dengan angka pengganda NTB terbesar yang disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Sepuluh Sektor dengan Pengganda Nilai Tambah Total Terbesar No. Sektor Kode Seektor NTB Multiplier 1 Kehutanan 4 12,831 2 Industri Makanan dan Minuman 8 8,861 3 Industri Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 4,613 4 Jasa Hiburan dan Rekreasi 27 2,648 5 Air minum 12 2,560 6 Angkutan laut 18 2,468 7 BangunanKonstruksi 13 2,449 8 Hotel 16 2,355 9 Restoran 15 2,054 10 Bank 22 1,956 Sumber Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007. Data diolah Sektor Kehutanan mempunyai angka pengganda NTB tertinggi sebesar 12,82, yang memberikan makna bahwa setiap terjadi perubahan pada Sektor Kehutanan sebesar satu juta rupiah akan meningkatkan nilai NTB sebesar 12,82 juta rupiah, demikian pula halnya Sektor Industri Makanan dan Minuman memberikan dampak perubahan pada NTB sebesar 8,86 juta rupiah selanjutnya Sektor Industri Kayu dan Hasil Hutan lain memberikan dampak perubahan pada NTB sebesar 4,61 juta. 61

5.1.5. Kriteria Sektor Unggulan

Beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan sektor unggulan berdasarkan hasil analisis Tabel input output updating Kota Tarakan tahun 2007 adalah sebagai berikut : 1. Derajat kepekaan backward linkages yang merupakan keterkaitan sektor dalam menggerakkan output sektor-sektor lain, variabel yang digunakan adalah keterkaitan ke belakang. 2. Daya penyebaran forward lingkages keterkaitan ke depan yang merupakan keterkaitan sektor sebagai penyedia input bagi sektor lain. 3. Memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian Kota Tarakan dan mampu meningkat daya beli masyarakat, variabel yang digunakan adalah, angka pengganda total output dan angka pengganda pendapatan, angka pengganda NTB, angka pengganda surplus usaha dan angka pengganda pajak tak langsung netto. 4. Keberlanjutan sustainable, sektor-sektor yang dipilih adalah sektor-sektor yang menggunakan sumberdaya terbarukan renewable. 5. Rata-rata pertumbuhan sektoral Kota Tarakan tahun 2003-2007 menurut lapangan usaha. Pemilihan kriteria sektor unggulan ini secara langsung juga mempertimbangkan laju pertumbuhan ekonomi dari masing-masing lapangan usaha, sebagai sumbangan masing-masing sektor terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan, dan secara kualitatif juga mempertimbangkan aspek sosial, kelembagaan dan keberlanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu paradigma yang tidak dapat dipisahkan dalam penentuan sektor unggulan sebagai jaminan ketersediaan sumberdaya, yang secara ekonomi merupakan jaminan kelayakan dan secara sosial dapat diterima berdasarkan kearifan lokal, karena diketahui permasalahan lingkungan memiliki dampak ganda dan multi dimensi, dan yang lebih penting lagi berkaitan dengan kondisi masa yang akan datang, sehingga perlu pengelolaan secara arif dan bijaksana. 62 Selanjutnya dilakukan standarisasi terhadap angka keterkaitan sektor dan angka pengganda sektor unggulan yaitu berdasarkan kriteria keterkaitan ke belakang dan ke depan, pengganda total output, pengganda surplus usaha, pengganda pendapatan dan pengganda NTB serta pengganda pajak tak langsung netto. Untuk menentukan sektor unggulan dilakukan penjumlahan nilaiskor dari masing-masing sektor yang telah distandarisasi, sektor yang memiliki skor yang tinggi dipilih sebagai sektor unggulan Kota Tarakan. Tabel 23 Sektor Unggulan Berdasarkan Analisis Input Output di Kota Tarakan No. Sektor Kode Sektor Total Nilai Skor 1 Industri Makanan dan Minuman 8 155 2 Industri Kayu dan Hasil Hutan Lain 9 84 3 BangunanKonstruksi 13 51 4 Air minum 12 45 5 Pemerintahan dan pertahanan 25 33 6 Industri Lainnya 10 26 7 Bank 22 22 8 Perikanan 5 15 9 Peternakan dan Hasil-hasilnya 3 12 10 Angkutan laut 18 11 Sumber Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007. Data diolah Hasil dari olahan data yang telah distandarisasi, dengan pertimbangan rata-rata laju pertumbuhan sektor, dan aspek keberlanjutan, maka sektor-sektor yang dapat diidentifikasi sebagai sektor unggulan di Kota Tarakan adalah : Sektor Industri Makanan dan Minuman, Sektor Industri Kayu dan Hasil Hutan Lain, Sektor BangunanKonstruksi, Sektor Air Minum, Sektor Pemerintahan dan Pertahanan, Sektor Industri Lainnya, Sektor Bank, Sektor Perikanan, Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya, dan Sektor Angkutan Laut. Meskipun Sektor Kehutanan memperoleh skor yang tinggi namun tidak digolongkan sebagai sektor unggulan dengan pertimbangan azas lingkungan dan keberlanjutan sebagaimana terlihat pada lampiran 11. Dengan demikian diharapkan pembangunan perekonomian diarahkan pada sektor-sektor unggulan tersebut, karena terbukti memberikan multiplier effect 63 serta keterkaitan yang cukup berarti terhadap sektor-sektor lainnya di Kota Tarakan, namun dalam jangka panjang secara perlahan tetap memperhatikan sektor-sektor yang bukan unggulan untuk meningkatkan kinerja perekonomian dan pembangunan Kota Tarakan secara keseluruhan. Adapun sektor-sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan yang cukup tinggi, namun tidak teridentifikasi sebagai sektor unggulan yaitu: 1 Sektor Jasa Hiburan dan Rekreasi, 2 Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan, 3 Jasa Sosial Kemasyarakatan, 4 Sektor Listrik, 6 Sektor Restoran dan 7 Sektor Angkutaan Udara. Berdasarkan hasil analisis data bahwa sektor unggulan di Kota Tarakan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: Sektor Industri, Sektor BangunanKonstruksi dan Sektor Jasa. Sementara sektor perdagangan sebagai penyumbang NTB dan Total Output terbesar di Kota Tarakan namun tidak teridentifikasi sebagai sektor unggulan berdasarkan analisis input output hanya teridentifikasi pada hasil analisis keterkaitan langsung ke depan DFL dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan DIFL berada pada peringkat lima dari sepuluh sektor, hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan kurang memiliki keterkaitan dengan sektor lain, dan tidak mampu mendorong sektor lainnya sebagaimana ditunjukkan dari derajat kepekaan dan daya penyebaran bahwa sektor perdagangan terdapat pada kuadran III, memiliki daya penyebaran backward linkages lemah. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Rustiadi et.al 2008 bahwa: Beberapa sektor yang memiliki peranan stategis karena keterkaitannya yang luas dan berpotensi menumbuhkan dampak ganda bagi berbagai indikator pembangunan namun pada kenyataannya tidak memberikan dampak luas berdasarkan income multiplier, total output multiplier, imployment mutiplier dll, sebagaimana keterkaitan antar sektor ekonomi NTT dimana sektor pertanian sebagai penggerak utama prime mover perekonomian NTT justru memiliki keterkaitan yang kecil, meskipun dari struktur NTB konstribusinya sangat dominan Tim Moneter KBI Kupang, 2008. 64

5.2. Potensi Wilayah Kota Tarakan dan Pengembangannya

5.2.1. Analisis Diversitas Entropi

Indeks diversitas aktivitas sektor ekonomi Kota Tarakan di hitung dengan menggunakan indeks entropi, sehingga dapat diketahui perkembangan wilayah. Semakin besar nilai indeks entropi, maka semakin tinggi aktivitas ekonomi dan aktivitas wilayah, dan semakin berkembang wilayah tersebut, sedangkan jika nilai indeks entropi kecil semakin lambat perkembangan wilayah tersebut. Gambar 6 Pola Spasial Indeks Diversitas Tiga Sektor Pekerjaan Utama Indeks entropi wilayah berdasarkan tiga sektor pekerjaan utama yaitu: Sektor pertanian, sektor manufaktur dan sektor jasa di Kota Tarakan pada tahun 2009. Wilayah yang memiliki indeks entropi paling tinggi adalah Kelurahan Karang Anyar yaitu sebesar 0,380, Karang Anyar Pantai sebesar 0,312 dan Kelurahan Selumit Pantai sebesar 0,312, dan yang memiliki indeks entropi sedang yaitu Kelurahan Sebengkok sebesar 0,267, Kelurahan Pamusian sebesar 0,258 dan Kelurahan Lingkas Ujung sebesar 0,202, Sedangkan yang terendah 65 adalah Kelurahan Kampung Empat sebesar 0,099, kemudian Kelurahan Juata Kerikil sebesar 0,096, dan Kelurahan Pantai Amal sebesar 0,095 serta Kelurahan Mamburungan Timur dengan indeks entropi sebesar 0,068. Tabel 24 Indeks Entropi dan Klasifikasi Wilayah di Kota Tarakan No. Kelurahan 2007 Klasifikasi 2009 Klasifikasi 1 Kampung Satu Skip 0,170 Rendah 0,170 Rendah 2 Pamusian 0,255 Sedang 0,258 Sedang 3 Sebengkok 0,268 Tinggi 0,267 Sedang 4 Selumit 0,156 Rendah 0,148 Rendah 5 Selumit Pantai 0,308 Tinggi 0,312 Tinggi 6 Karang anyar 0,376 Tinggi 0,380 Tinggi 7 Karang Rejo 0,175 Rendah 0,176 Rendah 8 Karang Anyar Pantai 0,311 Tinggi 0,312 Tinggi 9 Karang Balik 0,175 Rendah 0,176 Rendah 10 Karang Harapan 0,147 Rendah 0,148 Rendah 11 Lingkas Ujung 0,197 Sedang 0,202 Sedang 12 Gunung Lingkas 0,161 Rendah 0,164 Rendah 13 Kampung Empat 0,100 Rendah 0,099 Rendah 14 Kampung Enam 0,157 Rendah 0,129 Rendah 15 Mamburungan 0,188 Rendah 0,189 Sedang 16 Pantai Amal 0,094 Rendah 0,095 Rendah 17 Maburungan Timur 0,069 Rendah 0,068 Rendah 18 Juata Laut 0,197 Sedang 0,195 Sedang 19 Juata Permai 0,168 Rendah 0,166 Rendah 20 Juata Kerikil 0,097 Rendah 0,096 Rendah Sumber Data Olahan Perkembangan wilayah berdasarkan indeks entropi menggambarkan suatu kondisi wilayah secara keseluruhan, untuk menggambarkan perkembangan wilayah digunakan kelas 1 sampai dengan 3 dengan kriteria : Rendah dimana indek entropi rataan, kategoti sedang indeks entropi ≥ rataan, kategori tinggi indeks entropi = rataan + standar deviasi. Tabel 24 menunjukkan perbandingan indeks entropi tahun 2007 dan 2009, bahwa terjadi peningkatan perkembangan wilayah berdasarkan aktivitas 3 sektor pekerjaan utama Sektor Pertanian, Sektor Manufacture dan Sektor Jasa diidentifikasi bahwa Kelurahan Sebengkok terjadi penurunan aktivitas tahun 2007 memiliki aktivitas tinggi dan tahun 2009 menjadi rendah, sedangkan 66 Kelurahan Mamburungan mengalami perkembangan aktivitas wilayah pada tahun 2007 kategori rendah menjadi sedang, hal ini disebabkan bahwa di wilayah ini masih terdapat lahan-lahan yang siap bangun sehingga memungkinkan dibangunnya fasilitas publik baru dan terjadinya pemekaran wilayah menjadi 2 Kelurahan pada tahun 2004. Untuk kelurahan yang memiliki kelas perkembangan wilayah tinggi terjadi peningkatan indeks entropi namun tidak terlalu signifikan antar 0,001 – 0,004 seperti Kelurahan Karang Anyar, Selumit Pantai dan Kelurahan Karang Anyar Pantai, hal ini menunjukkan wilayah ini merupakan pusat aktivitas karena terdapat di pusat kota, yang otomatis merupakan pusat perdagangan dan terdapat pasar serta pelabuhan perikanan dan Bandara Juata Tarakan yang sedang dalam pengembangan sehingga mendorong aktivitas wilayah di sekitarnya, disisi lain di Kelurahan Selumit Pantai merupakan wilayah pengembangan eks kebakaran pasar beringin, dan sebagai pusat aktivitas Kecamatan Tarakan Tengah. Sedangkan Kelurahan Mamburungan Timur dengan indeks entropi paling rendah yaitu sebesar 0,068 merupakan daerah baru hasil pemekaran Kelurahan Mamburungan tanggal 8 Juni 2004, disamping itu daerah ini terdapat tambang minyak, hutan mangrove dan sebagian besar adalah perkebunan buah dan industri batu bata, sehingga sangat memungkinkan daerah ini lambat berkembang, demikian pula halnya Kampung Empat sebagai wilayah pertambangan dan hutan mangrove, dengan aktivitas penduduk dominan nelayan.

5.2.2. Analisis Skalogram

Tingkat perkembangan yang berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lain akan berdampak pada struktur dan fasilitas yang tersedia dalam suatu wilayah sebagai pusat pelayanan. Wilayah yang berada di pusat kota dengan kepadatan penduduk dan kompleksitas yang tinggi dan beragam, membutuhkan berbagai sarana dan prasarana sebagai fasilitas pelayanan sosial ekonomi bagi masyarakat, hal ini akan berbeda dengan wilayah belakangnya atau daerah- daerah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah. 67 Analisis skalogram merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan hirarki wilayah terhadap jenis dan jumlah fasilitas yang tersedia. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini, meliputi data jumlah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan jenis fasilitas sosial ekonomi lainnya sebanyak 39 jenis fasilitas umum, sosial dan ekonomi. Urutan tingkat hirarki adalah berdasarkan nilai indek dari masing-masing kelurahan, urutan terbesar merupakan tingkat hirarki yang tinggi, demikian seterusnya hingga urutan hirarki terkecil. Dengan ketentuan hirarki yaitu : Hirarki I = rataan + standar deviasi, Hirarki II ≥ rataan dan Hirarki III Rataan. Hirarki I menunjukkan kelurahan yang memiliki fasilitas dan infrastruktur lengkap dan sangat mudah diakses oleh masyarakat dikatakan sebagai kelurahan dengan tingkat perkembangan paling tinggi. Hirarki II dan III sebagai kelurahan yang memiliki tingkat perkembangan sedang dan rendah. Tabel 25 Hirarki Perkembangan Wilayah Kelurahan di Kota Tarakan No Nama Kelurahan Indeks Pembangunan Jml Jenis Fasilitas Hirarki Wilayah 1 Karang Balik 70,2182 28 Hirarki I 2 Karang Rejo 62,5519 24 Hirarki I 3 Karang Anyar 51,8238 27 Hirarki I 4 Pamusian 50,8325 30 Hirarki II 5 Mamburungan 44,1797 22 Hirarki II 6 Mamburungan Timur 43,4905 17 Hirarki II 7 Selumit 43,2155 21 Hirarki II 8 Pantai Amal 42,9068 20 Hirarki II 9 Kampung Satu Skip 40,4712 24 Hirarki II 10 Kampung Empat 39,6390 23 Hirarki II 11 Gunung Lingkas 35,5526 22 Hirarki III 12 Karang Anyar Pantai 34,2142 24 Hirarki III 13 Sebengkok 33,6845 27 Hirarki III 14 Karang Harapan 30,3472 18 Hirarki III 15 Juata Permai 29,8631 20 Hirarki III 16 Juta Krikil 29,4870 15 Hirarki III 17 Lingkas Ujung 27,9387 19 Hirarki III 18 Juata Laut 27,2498 20 Hirarki III 19 Kampung Enam 26,0600 19 Hirarki III 20 Selumit Pantai 25,5794 21 Hirarki III Sumber Data Olahan 68 Analisis skalogram pada dasarnya adalah untuk menentukan struktur pusat pelayanan menurut hirarki wilayah. Penentuan hirarki berdasarkan tingkat perkembangan dan kapasitas pelayanan yang tersedia pada suatu wilayah, tingkat hirarki wilayah ini sangat penting dalam menentukan apakah suatu wilayah sebagai pusat atau wilayah belakang hinterland. Berdasarkan hasil pengelompokan hirarki bahwa terdapat 3 kelompok hirarki wilayah yaitu hirarki I , Hirarki II dan hirarki III, tersebar di 20 Kelurahan. Wilayah dengan hirarki I mengindikasikan bahwa kelurahan yang memiliki fasilitas publik tergolong lengkap dan berada pada pusat kota atau berada di pusat kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah relatif cepat, memiliki sarana dan prasarana yang lebih baik dan lengkap serta sebagai pusat pelayanan yaitu sebanyak 3 Kelurahan masing-masing : Kelurahan Karang Balik, Kelurahan Karang Rejo, Kelurahan Karang Anyar. Wilayah yang dengan hirarki II terdiri dari: Kelurahan Pamusian, Kelurahan Mamburungan, Kelurahan Mamburungan Timur, Kelurahan Selumit, Kelurahan Pantai Amal, Kelurahan Kampung Satu Skip, dan Kelurahan Kampung Empat. Demikian pula halnya 10 Kelurahan lainnya dengan hirarki III yaitu Kelurahan Gunung Lingkas, Kelurahan Karang Anyar Pantai, Kelurahan Sebengkok, Kelurahan Karang Harapan, Kelurahan Juata Permai, Kelurahan Juata Kerikil, Kelurahan Lingkas Ujung, Kelurahan Juata Laut, Kelurahan Kampung Enam dan Kelurahan Selumit Pantai. Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa Kelurahan Karang Balik memiliki indeks pembangunan paling tinggi sebesar 70,47 dan memiliki 28 jenis fasilitas, kemudian Karang Rejo dengan indeks pembangunan 61,65 memiliki 24 fasilitas dan Karang Anyar dengan indeks pembangunan 51,83 memiliki 27 fasilitas, ketiga kelurahan di Kecamatan Tarakan Barat Kota Tarakan ini terletak di pusat kota, dan merupakan wilayah yang paling awal terbangun sehingga seluruh fasilitas sosial dan ekonomi terpusat di wilayah ini. Selain itu di dibagian tengah Kota Tarakan ini terdapat banyak industri kecil dan menengah sehingga infrastruktur wilayah lebih baik dibanding dengan daerah lainnya. Selanjutnya di wilayah Timur Kota Tarakan terdapat empat Kelurahan dengan hirarki II yaitu: Kelurahan Mamburungan, Mamburungan Timur, 69 Kelurahan Pantai Amal dan Kampung Empat. Hal ini disebabkan karena tiga kelurahan yang ada selain Kelurahan Pantai Amal adalah suatu wilayah yang simetris, hanya memiliki satu poros jalan sehingga akses masyarakat terhadap fasilitas sangat mudah dan dekat, disamping itu merupakan wilayah pengembangan bagian timur Kota Tarakan, juga sebagai kawasan industri dan pertanian. Sedangkan Pantai Amal merupakan daerah tujuan wisata juga sebagai daerah pengembangan sektor perikanan, sehingga sangat memungkinkan fasilitas di daerah ini terbilang cukup. Untuk wilayah Kecamatan Tarakan Tengah terdapat 3 kelurahan yang memiliki hirarki II yaitu: Kelurahan Pamusian, Kelurahan Selumit dan Kelurahan Kampung Satu Skip, hal ini menunjukkan bahwa wilayah ini sebagai pusat pelayanan bagi Kecamatan Tarakan Tengah bahkan sebagai pusat pelayanan masyarakat Kota Tarakan diantaranya adalah pelayanan kesehatan terdapat 2 rumah sakit satu diantaranya adalah Rumah Sakit Umum Daerah, dan sebagai pusat pendidikan, pusat pemerintahan berbagai instansi pemerintah terletak di Kelurahan Pamusian dan Kampung Satu Skip terdapat berbagai fasilitas publik, sedangkan Kelurahan Selumit sebagian besar adalah wilayah pertokoan berada pada jalan protokol Kota Tarakan. Seluruh kelurahan yang terdapat di Kecamatan Tarakan Utara dikategorikan kedalam hirarki III, yaitu Kelurahan Juata Permai dengan indeks pembangunan 29,86, Juata Kerikil 29,49 dan Juata Laut dengan indeks pembangunan 27,25. Sedangkan Kelurahan Karang Harapan Kecamatan Tarakan Barat, secara geografis berada diujung utara Kota Tarakan jauh dari pusat kota dan pusat pemerintahan, beberapa daerahnya ditetapkan sebagai kawasan terlarang, seperti hutan lindung dan kawasan militer. Jika ditinjau dari kondisi sosial masyarakat bahwa di kelurahan ini didominasi oleh masyarakat pertanian dan perikanan, sehingga tergolong daerah yang lambat berkembang. Bahwa sektor primer dan pertanian subsistem dengan lahan-lahan terbatas, rendahnya teknologi mengakibatkan daerah ini tergolong pada hirarki III dicirikan sebagai wilayah pedesaan. Dari sudut akses masyarakat terhadap layanan sosial dan ekonomi tergolong sulit, minimnya ketersediaan sarana transportasi yang bisa diakses setiap saat oleh masyarakat, karena jalur ke 70 wilayah utara ini merupakan trayek khusus. Disamping itu sebagaimana lazimnya ketidak seimbangan pembangunan akan menghasilkan hubungan antar wilayah yang membentuk interaksi yang saling memperlemah satu sama lain, penguasaan lahan-lahan oleh penduduk perkotaan akan memperlambat proses pembangunan di kelurahan ini, banyaknya lahan-lahan tidur, karena dasar penguasaan lahan didorong oleh motif spekulasi dan investasi. Beberapa kelurahan yang berada di Wilayah Timur Kota Tarakan yang dikategorikan hirarki III yaitu Kelurahan Kampung Enam, dan Gunung Lingkas dan Lingkas Ujung merupakan wilayah konsentrasi pertambangan minyak dan gas Pertamina. Kelurahan Kampung Enam merupakan wilayah produksi hampir seluruh wilayah terdapat sumur-sumur minyak dan gas dengan pompa angguk telaga dan lapangan penumpukan material dan asset-asset pertamina termasuk komplek perumahan. Disamping itu terdapat kawasan lindung sebagai daerah penyangga, karena tandusnya wilayah pertambangan, sehingga daerah ini akan sulit berkembang. Kelurahan Gunung Lingkas dan Lingkas Ujung merupakan wilayah penampungan dan distribusi minyak Pertamina baik minyak masak maupun minyak mentah, terdapat pelabuhan minyak untuk pelayanan nasional dan regional, dan depo Pertamina untuk distribusi BBM dan Oli untuk wilayah lokal dan regional Wilayah Utara Kaltim. Kelurahan Selumit Pantai dan Karang Anyar Pantai merupakan wilayah padat penduduk dan kumuh karena pemukiman berada diatas pantai dengan model rumah panggung dan akses jalan berupa jembatan yang hanya dapat dilalui oleh orang dan kendaraan roda dua, wilayah ini masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sedangkan Kelurahan Sebengkok merupakan daerah yang paling padat di Kota Tarakan dengan 78 jiwa per ha, kemudian Kelurahan Juata Laut dengan kepadatan 68 jiwa per ha, dan Kelurahan Selumit sebagai daerah terpadat ketiga yaitu 55 jiwa per ha. Pada umumnya kelurahan yang teridentifikasi hirarki III adalah daerah pantai, daerah pertambangan dan daerah terlarang lainnya yang ditetapkan sebagai kawasan lindung serta kawasan militer, sehingga lahan tersedia untuk pembangunan fasilitas menjadi terbatas. 71 Kemiskinan dan keterbelakangan kawasan perdesaan bukanlah semata- mata disebabkan terisolasinya kawasan desa ke kota, melainkan juga akibat dari bentuk dan sistem keterkaitan kota dengan desa yang cenderung mengarah pada hubungan disploitatif. Banyak keberhasilan kota kecil dan sedang dalam pembangunan karena melakukan ekploitasi wilayah pedesaan disekitarnya Satterthwaite dan Tacoli, 2003. Desa-desa yang memiliki kedekatan dan keterkaitan yang tinggi dengan perkotaan akan meningkatkan potensi pemanfaatan dan pengeksploitasian sumberdaya perdesaan oleh masyarakat perkotaan. Ditinjau dari kelas hirarki kelurahan bahwa terdapat sebanyak tiga kelurahan hirarki I dengan indeks pembangunan 51,82 hingga 70,22 dan sebanyak 7 kelurahan Hirarki II dengan indeks pembangunan 39,64 hingga 50,83 serta sebanyak 10 kelurahan hirarki III dengan indeks pembangunan 25,58 hingga 35,55. Hal ini menggambarkan ketimpangan pembangunan di Kota Tarakan dengan jurang indeks pembangunan yang cukup tajam terendah 25,58 di Kelurahan Selumit Pantai dan tertinggi 70,22 di Kelurahan Karang Balik. Gambar 7 Peta Hirarki Perkembangan Kelurahan di Kota Tarakan 72 Secara fungsional struktur wilayah Kota Tarakan tidak menunjukkan adanya hubungan yang saling melengkapi karena segala fasilitas publik terkonsentrasi di pusat kota sehingga terjadi kesenjangan struktur perkotaan. Sebagaimana Anwar 2005 jika pembagian wilayah didasarkan pada hubungan fungsional maka orde I dan II adalah wilayah perkotaan sedang orde III dan IV sebagai wilayah perdesaan atau berdasarkan konsep wilayah nodal merupakan hirarki dari orde I yaitu wilayah yang maju sampai orde IV yaitu wilayah yang tidak berkembang. Jika hirarki wilayah ditinjau berdasarkan kecamatan, maka terjadi perubahan hirarki dibandingkan dengan hirarki kelurahan , hal ini menunjukkan hubungan keterkaitan yang saling melengkapi dan atau sebaliknya saling melemahkan antar kelurahan dalam suatu kecamatan, dan adanya ketimpangan sebagaimana terlihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 26 Hirarki Perkembangan Kecamatan di Kota Tarakan No Nama Kecamatan Indek Pembangunan Jml Jenis Fasilitas Hirarki Wilayah 1 Tarakan Timur 35,182 24 Hirarki II 2 Tarakan Barat 36,555 33 Hirarki I 3 Tarakan Utara 30,003 25 Hirarki III 4 Tarakan Tengah 31,737 19 Hirarki III Sumber Data Olahan Kecamatan Tarakan Barat dikategorikan sebagai wilayah dengan hirarki I memiliki jumlah jenis fasilitas sebanyak 33 dengan indeks pembangunan 36,56 diidentifikasi sebagai wilayah perkotaan dengan fasilitas lengkap dan berada di pusat Kota Tarakan tergolong daerah yang paling berkembang, Kecamatan Tarakan Timur memiliki hirarki II memiliki jumlah jenis fasilitas sebanyak 24 diidentifikasi sebagai wilayah yang sedang berkembang indeks pembangunan 35,18, selanjutnya Kecamatan Tarakan Utara dan Kecamatan Tarakan Tengah merupakan wilayah hirarki III dengan indeks pembangunan masing-masing 73 sebesar 30,00 dan 31,74, memiliki jumlah jenis fasilitas masing-masing 25 jenis fasilitas dan 19 jenis fasilitas sebagai akses publik. Secara geografis Kecamatan Tarakan Tengah terletak di tengah Kota Tarakan, namun karena beberapa kelurahan seperti Kelurahan Sebengkok dan Kelurahan Selumit Pantai memiliki kepadatan penduduk tinggi dan berada di atas pantai, lahan tersedia menjadi terbatas dan sangat mahal sehingga pembangunan fasilitas publik baru menjadi sulit dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Keberadaan daerah kumuh dan padat penduduk ini memperlemah daerah lainnya di Kecamatan Tarakan Tengah, walaupun Kelurahan Selumit, Kelurahan Kampung Satu Skip dan Kelurahan Pamusian memiliki hirarki II. Sedangkan di sisi lain Kecamatan Tarakan Timur, jika berdasarkan hirarki kelurahan terdapat tiga kelurahan yang memiliki hirarki III yaitu Kelurahan Lingkas Ujung, Kelurahan Gunung Lingkas dan Kelurahan Kampung Enam dan empat kelurahan lainnnya memiliki hirarki I, namun hubungan kewilayahan saling memperkuat dengan kelurahan lainnya sehingga wilayah ini dikategorikan sedang berkembang memiliki hirarki II sebagai wilayah perkotaan. Kecamatan Tarakan Utara baik berdasarkan hirarki kecamatan maupun hirarki kelurahan memiliki hirarki III, berdasarkan konsep wilayah nodal bahwa daerah ini tergolong daerah yang kurang berkembang, karena tidak memiliki kesempatan dan ada kecenderungan dieksploitir wilayah lain, kepadatan penduduk jarang hanya 136 jiwa per km2, memiliki infrastruktur yang tidak lengkap dan aksesibilitas rendah. Sedangkan Kecamatan Tarakan Barat tetap teridentifikasi sebagai daerah maju baik berdasarkan hirarki kelurahan maupun hirarki kecamatan, karena daerah ini memiliki fasilitas serba lengkap dan berada di pusat kota, sehingga memiliki struktur perekonomian wilayah yang mantap dan stabil. Berdasarkan hasil analisis hirarki wilayah di tingkat kelurahan di Kota Tarakan dan hirarki wilayah di tingkat kecamatan dapat disimpulkan bahwa kualitas dan kuantitas penduduk, ketersediaan lahan dan fungsi lahan berpengaruh signifikan terhadap pembentukkan struktur wilayah. 74 Gambar 8 Peta Hirarki Perkembangan Kecamatan di Kota Tarakan

5.2.3. Analisis Gini Rasio

Untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk suatu daerah umumnya digunakan Gini Rasio. Angka Gini Rasio bekisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati 0 maka distribusi pendapatan sangat merata, jika mendekati 1 maka distribusi pendapatan tergolong timpang. Berdasarkan data BPS Kaltim 2008 Gini Rasio Kota Tarakan pada tahun 2006 yaitu sebesar 0,28 dan tahun 2007 sebesar 0,25 hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan distribusi pendapatan di Kota Tarakan cukup signifikan dari kondisi merata moderat menjadi kondisi sangat baik. Distribusi pendapatan berdasarkan angka Gini Rasio menggambarkan tingkat kemerataan pendapatan secara global. Sedangkan seberapa besar bagian dari kelompok masyarakat yang memperoleh pendapatan terendah belum terlihat jelas, maka untuk itu perlu dilihat tingkat kemiskinan relatif relative inequality berapa persen kelompok masyarakat memiliki pendapatan tertinggi, pendapatan menengah dan pendapatan rendah sebagaimana dikembangkan oleh Bank Dunia 75 memberikan gambaran lebih jelas mengenai ketidakadilan inequality melalui indikator kemiskinan relatif relative inequality. Kriteria Bank Dunia ini, membagi jumlah penduduk ke dalam tiga kelompok, yakni 20 penduduk berpendapatan tinggi, 40 berpendapatan menengah dan 40 berpendapatan rendah. Kelompok pertama adalah bagian dari penduduk terkaya dan kelompok ketiga adalah bagian dari penduduk termiskin. Kelompok kedua sering dikatakan sebagai masyarakat kelas menengah. Relative inequality diartikan sebagai ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan masyarakat. Adapun kriteria relative inequality adalah: 1 Distribusi pendapatan sangat timpang High inequality, jika 40 persen penduduk berpendapatan terendah menerima kurang dari 12 persen dari bagian total pendapatan. 2 Ketimpangan sedang Moderate inequality, jika 40 persen penduduk berpendapatan terendah menerima antara 12 sampai 17 persen dari bagian total pendapatan. 3 Distribusi pendapatan tidak terlalu timpang Low inequality, jika 40 persen penduduk berpendapatan terendah menerima lebih dari 17 persen dari bagian total pendapatan. Tabel 27 Kemiskinan Relatif dan Gini Rasio Kota Tarakan Tahun 2006-2007 Distribusi Pendapatan Pendapatan Total Persen Tahun 2006 2007 40 Rendah 10,02 13,50 40 Sedang 27,65 35,21 20 Tinggi 62,33 51,29 Gini Rasio 0,28 0,25 Pengeluaran Perkapita Rp 439.546 487.161 Sumber Data BPS Kaltim Diolah Berdasarkan Tabel 27 bahwa distribusi pendapatan menurut versi Bank Dunia dari 40 penduduk berpendapatan terendah dapat menikmati 10,02 dari total pendapatan regional pada tahun 2006 tergolong timpang high inequality dan pada tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 3,48 menjadi sebesar 13.50 sehingga tergolong ketimpangan sedang moderat inequality. 76 Besarnya pendapatan yang diterima 40 penduduk berpendapatan sedang meningkat tajam dari sebesar 20,68 pada tahun 2006 menjadi sebesar 35,21 pada tahun 2007. Hal ini berarti bahwa 40 dari penduduk berpendapatan sedang menikmati 35,21 total pendapatan regional Kota Tarakan. Seiring dengan hal itu terjadi penurunan sebesar 11,04 pada 20 penduduk berpendapatan tinggi dari sebesar 62,33 pada tahun 2006 menjadi sebesar 51,29 dari pendapatan total regional pada tahun 2007. Secara keseluruhan bahwa, sebesar 51,29 total pendapatan regional Kota Tarakan hanya dinikmati oleh 20 penduduk berpendapatan tinggi. Sedangkan 80 penduduk lainnya hanya menikmati sebesar 48,71 dari total pendapatan regional Kota Tarakan. Ketimpangan pendapatan ini dapat dilihat Kurva Lorenz dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Kurva Lorenz Kota Tarakan Tahun 2007 77

5.2.4. Analisis Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia IPM atau Human Development Index merupakan suatu metode perhitungan kesejahteraan penduduk yang dikembangkan oleh United Nations for Development UNDP sejak tahun 1990. IPM merupakan suatu cara baru dan paling komprehensif dalam mengukur kualitas sumberdaya manusia suatu daerah. Variabel pembentuk IPM adalah komposit dari variabel angka harapan hidup, tingkat literasimelek huruf, rata- rata lama sekolah dan konsumsi perkapita yang disesuaikan paritas daya beli. IPM merupakan angka agregat yang dapat diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh suatu wilayah untuk mencapai nilai maksimum 100. Bagi suatu wilayah, angka IPM yang diperoleh menggambarkan kemajuan pembangunan manusia di daerah tersebut. Dalam lima tahun terakhir 2004-2008, IPM Kota Tarakan menunjukkan nilai yang meningkat. Pada tahun 2004 nilai IPM sebesar 73,7 kemudian pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 2,2 menjadi 75,9 dan mengalami kemajuan yang sangat pesat secara nasional dari peringkat 44 pada tahun 2007 menjadi peringkat 38 pada tahun 2008, hal ini menunjukkan kepedulian pemerintah Kota Tarakan dalam pengembangan Sumberdaya Manusia. IPM Kota Tarakan dari tahun 2004 hingga tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Indek Pembangunan Manusia IPM Kota Tarakan Tahun 2004 - 2008 Tahun Angka Harapan Hidup Tahun Angka Melek Huruf Rata- Rata Lama Sekolah Tahun Paritas Daya Beli Rp. 000 IPM IPM Kaltim IPM Nasional Peringkat Kaltim Nasional 2004 70,9 97,5 9,0 617,4 73,7 72,2 68,7 4 45 2005 70,9 97,5 9,1 619,3 73,9 72,9 69,6 4 49 2006 71,0 97,9 9,1 630,8 74,9 73,3 70,1 4 40 2007 71,2 97,9 9,1 634,2 75,3 73,8 70,6 4 44 2008 71,4 97,9 9,3 639,4 75,9 74,5 71,2 4 38 Sumber BPS Kota Tarakan 78 Trend perkembangan IPM Kota Tarakan terus meningkat dari tahun 2004 hingga tahun 2008 hal ini menunjukkan keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia, dengan IPM sebesar 73,7 pada tahun 2004 dan pada tahun 2008 menjadi sebesar 75,9. Hal ini mengindikasikan bahwa IPM Kota Tarakan termasuk dalam klasifikasi menengah sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan oleh UNDP Todaro, 2000. Jika dibandingkan dengan IPM Propinsi dan IPM Nasional, IPM Kota Tarakan dari tahun 2004 hingga 2008 masih lebih tinggi dengan peringkat masing-masing di tingkat propinsi Kalimantan Timur berada pada peringkat 4 setelah Kota Balikpapan, Kota Samarinda dan Kota Bontang dan peringkat 45 di tingkat nasional pada tahun 2004, kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi peringkat 38 nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan yang dilakukan berhasil dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang diukur dari indikator kesehatan, indikator pendidikan dan daya beli masyarakat. Sumber BPS Kota Tarakan Gambar 10 Indeks Pembangunan Manusia Kota Tarakan, Tahun 2004-2008 79

5.2.4.1. Indikator Harapan Hidup

Angka harapan hidup adalah perkiraan lamanya masa yang ditempuh seseorang selama hidup secara rata-rata. Indikator ini sebagai evaluasi bagi kinerja pemerintah dalam bidang kesejahteraan penduduk khususnya di bidang kesehatan, menunjukkan kualitas kesehatan suatu masyarakat, yang mencerminkan lamanya hidup sekaligus sebagai indikasi hidup sehat bagi masyarakat. Usia harapan hidup penduduk Kota Tarakan pada tahun 2004 sebesar 70,9 dan hanya meningkat sebesar 0,5 tahun pada tahun 2008 menjadi 71,4. Perubahan ini tidak terlalu signifikan, dari angka tersebut mencerminkan bahwa penduduk Kota Tarakan dapat bertahan hidup hingga usia 70 sampai 71 tahun. Hal ini dapat dikatakan bahwa setiap bayi yang lahir diharapkan dapat bertahan hidup hingga mencapai usia rata-rata 71 tahun. Jika dibandingkan dengan angka propinsi Kalimantan Timur pada tahun 2008 sebesar 70,8 tahun dan angka harapan hidup Indonesia yaitu sebesar 69,0 tahun, maka angka harapan hidup penduduk Kota Tarakan masih berada di atas angka propinsi dan angka harapan hidup nasional. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan kesejahteraan khususnya di bidang kesehatan terus meningkat dengan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara gratis serta peningkatan pelayanan Puskesmas 24 jam, sebagai sebuah harapan dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Tarakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. 80 Sumber BPS Kota Tarakan Gambar 11 Angka Harapan Hidup Kota Tarakan, Tahun 2004-2008

5.2.4.2. Indikator Pendidikan

Indikator pendidikan merepresentasikan dimensi pengetahuan dan kecerdasan penduduk. Dalam IPM ditunjukkan melalui angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk. Angka ideal melek huruf menurut UNDP adalah 100 persen dan rata-rata lama sekolah adalah 15 tahun atau setara tamat pendidikan Diploma 3. Tingkat pendidikan tercermin pada tingkat melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya, terhadap jumlah penduduk 15 tahun ke atas, sedangkan rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas diseluruh jenjang pendidikan yang pernah dijalani. Peningkatan angka melek huruf Kota Tarakan dapat dikatakan statis pada tahun 2004-2005 konstan sebesar 97,5 persen, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2006 sebesar 0,4 persen menjadi 97,9 persen dan hingga tahun 2008 tidak mengalami perubahan. Angka melek huruf ini memberikan gambaran bahwa terdapat sebanyak 98 orang dari setiap 100 penduduk Kota Tarakan yang berusia 15 tahun ke atas dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf 81 lainnya, atau dengan kata lain hanya 2 orang dari setiap 100 penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Angka ini lebih baik sebesar 2,5 persen dibandingkan dengan propinsi pada tahun 2004 dan sebesar 1,5 persen pada tahun 2008. Sedangkan jika dibandingkan dengan angka melek huruf nasional pada tahun 2004 angka melek huruf di Kota Tarakan lebih tinggi sebesar 7,1 persen dan pada tahun 2008 lebih tinggi sebesar 5,7 persen. Tingkat perubahan perbaikan angka melek huruf ditingkat propinsi dan nasional lebih cepat dibandingkan dengan perubahan angka melek huruf Kota Tarakan, hal ini dimungkinkan karena tingginya arus urbanisasi. Pada tahun 2000 pertumbuhan penduduk hanya sebesar 0,62 persen meningkat tajam pada tahun 2003 sebesar 12,09 persen, kemudian menurun pada tahun 2006 menjadi sebesar 5,60 persen. Namun pada tahun 2007 pertumbuhan pendudukan menurun tajam menjadi sebesar 1,08. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lambatnya perubahan angka melek huruf ini karena penduduk yang masuk ke Kota Tarakan didominasi oleh penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Sumber BPS Kota Tarakan Gambar 12 Angka Melek Huruf Kota Tarakan Tahun 2004-2008 82 Indikator pendidikan lain yang menentukan IPM yaitu rata-rata lama sekolah, mencerminkan lamanya waktu yang ditempuh penduduk pada jenjang pendidikan yang ditamatkan yang menggambarkan tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk. Rata-rata lama sekolah penduduk Kota Tarakan pada tahun 2004 sebesar 9,0 tahun, dengan perubahan relatif statis yang bergerak hanya 0,1 tahun pada tahun 2005-2007 dan mengalami sedikit perubahan menjadi 9,3 tahun pada tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata penduduk Kota Tarakan menamatkan pendidikan tertingginya hanya 9 tahun atau setara dengan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP. Perubahan rata-rata lama sekolah yang relatif kecil sejak tahun 2004-2008 mencerminkan bahwa bagi pemerintah Kota Tarakan sangat sulit untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, namun demikian kondisi Kota Tarakan lebih baik jika dibandingkan dengan angka rata-rata lama sekolah di tingkat propinsi dan nasional. Sumber BPS Kota Tarakan Gambar 13 Angka Rata-Rata Lama Sekolah Kota Tarakan Tahun 2004-2008 83

5.2.4.3. Indikator Daya Beli

Pengukuran indikator daya beli sebagai besarnya konsumsi perkapita yang disesuaikan dengan paritas daya beli purchasing power parity merupakan standar hidup layak decent living. Paritas daya beli penduduk Kota Tarakan selama periode tahun 2004-2008 cenderung meningkat, selama kurun waktu tersebut peningkatan cukup besar terjadi pada tahun 2005-2006 yaitu sebesar Rp. 11.500 dari sebesar Rp. 619.300 pada tahun 2005 menjadi Rp.630.800 ribu pada tahun 2006. Pada tahun 2008 paritas daya beli Kota Tarakan menjadi Rp. 639.400 ribu meningkat sebesar Rp. 5.200 dibanding tahun 2007. Sumber BPS Kota Tarakan Gambar 14 Paritas Daya Beli Kota Tarakan 2004-2008 Jika dibandingkan dengan paritas daya beli propinsi Kalimantan Timur terjadi pergeseran nilai, yang mana pada tahun 2004 paritas daya beli Kota Tarakan berada di bawah propinsi Kalimantan Timur, namun masih berada di atas paritas daya beli Indonesia, sedangkan pada tahun 2005 berada dibawah propinsi Kalimantan Timur dan Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2006-2008 paritas daya beli Kota Tarakan bergeser berada di atas paritas daya beli propinsi 84 Kalimantan Timur dan Indonesia dengan perbedaan sebesar Rp. 4.900 dan Rp. 11.100 pada tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Kota Tarakan berimplikasi pada perbaikan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Secara keseluruhan Indeks Pembangunan Manusia yang dicapai Kota Tarakan selama kurun waktu tahun 2004-2008, menunjukkan trend yang meningkat namun lambat, yang hanya tetap pada peringkat 4 di propinsi Kalimantan Timur dari 14 kabupatenkota atau pada posisi paling akhir dari 4 kota yang terdapat di propinsi Kalimantan Timur yaitu ; Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kota Bontang dan Kota Tarakan, namun secara nasional menunjukkan perubahan yang sangat berarti dari peringkat ke 45 pada tahun 2004 menjadi peringkat 38 pada tahun 2008. Berdasarkan angka indikator harapan hidup masih harus dicapai sebesar 14,6 tahun dari angka ideal sesuai versi UNDP yaitu 85 tahun, dan indikator rata-rata lama sekolah yang masih sangat rendah hanya mencapai SLTP berada dibawah versi UNDP yaitu rata-rata lama sekolah 15 tahun atau setara dengan pendidikan Diploma 3, demikian pula halnya dengan IPM pada tahun 2008 hanya mencapai angka 75,9 masih jauh dari titik ideal IPM=100, sehingga bagi pemerintah perlu terus meningkatkan penyediaan anggaran yang memadai, proporsional dan berkelanjutan dalam bidang pembangunan manusia, yang berkaitan dengan pendidikan yaitu pendidikan gratis hingga 12 tahun sampai tingkat Sekolah Menengah Atas, pelayanan kesehatan secara gratis, membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat seluas-luasnya untuk mencapai tingkat kesejahteraan ideal.

5.3. Pertumbuhan Ekonomi Kota Tarakan

Pertumbuhan dapat diartikan perubahan suatu kondisi dalam jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui tabungan dan penduduk, sebagai suatu keadaan dimana hari ini lebih baik dari hari sebelumnya. Pertumbuhan dapat pula diartikan terjadinya perubahan ekonomi, sosial atau perubahan lain yang mengarah pada pertumbuhan yang dapat diukur 85 dan obyektif yang menggambarkan perluasan tenaga kerja, modal, volume perdagangan dan konsumsi Jhingan, 2007 Analisis laju pertumbuhan ekonomi menggunakan data NTB Kota Tarakan atas dasar harga konstan tahun 2000 yang menggambarkan perkembangan perekomian sejak tahun 2001-2007. Pertumbuhan rill sektor ekonomi Kota Tarakan seperti pada gambar 6 bergerak secara tidak stabil pada masing-masing sektor, bahkan pada beberapa sektor terjadi pertumbuhan menurun seperti pada Sektor Jasa-jasa dimana sejak tahun 2002-2007 menunjukkan penurunan sebesar 34,68 dari sebelumnya sebesar 45,22 menjadi hanya sebesar 10,54, demikian pula halnya pada Sektor Bangunan terjadi penurunan sebesar 22,53 dari sebesar 29,51 pada tahun 2002 dan pada tahun 2007 hanya sebesar 6,98. Gambar 15 Pertumbuhan Rill Sektor Ekonomi Pertumbuhan yang cukup mantap dan stabil sejak tahun 2001-2007 hanya terjadi pada Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Sedangkan pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian, sejak tahun 2003-2007 cenderung konstan dan stabil walaupun terjadi perubahan namun tidak terlalu signifikan, hal ini terjadi karena penggalian pasir, batu-batuan dan lain-lain bergerak sinerji dengan sektor pembangunan, baik bangunan pemerintah, swasta 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 86 maupun perorangan. Sektor Pertanian juga bergerak stabil namun cenderung menurun hingga tahun 2006 menjadi sebesar 1,88, kemudian meningkat menjadi sebesar 2,33 pada tahun 2007. Merujuk pada makna pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai perubahan suatu kondisi dalam jangka panjang secara perlahan dan mantap, maka pertumbuhan sektor rill di Kota Tarakan belum memenuhi kategori dimaksud terkecuali Sektor Keuangan, Persewaaan dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Pengangkutan Komunikasi, bahkan dapat dikatakan bahwa perekonomian Kota Tarakan tidak direncanakan dan dikelola dengan baik. Pertumbuhan sektor yang sangat tinggi pada kurun waktu tahun 2001-2003 disebabkan oleh faktor eksternal yaitu karena telah efektifnya pelaksanaan otonomi daerah tersedianya dana yang sangat besar melalui DAU dan DBH dimana peningkatan jumlah APBD Kota Tarakan meningkat tajam yang berpengaruh pula pada peningkatan belanja pemerintah bidang pembangunan, hal ini akan mengakibat pertumbuhan pada Sektor Jasa-jasa khususnya jasa pemerintahan umum yang berimbas pada Sektor Bangunan dan Sektor Pengangkutan Komunikasi, disisi lain bahwa di dorong oleh ekspor Sektor Pertanian sub sektor perikanan karena tingginya nilai tukar rupiah terhadap dollar, secara simultan mendorong seluruh sub sektor-sub sektor pertanian dan sektor ikutan lainnya. Tabel 29 Laju Pertumbuhan NTB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2001-2007 Persen No Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Pertanian 29,60 -3,72 17,67 3,91 2,17 1,88 2,23 2 Pertambangan Penggalian 12,45 -10,01 -4,36 -15,68 9,91 13,71 -2,82 3 Industri Pengolahan 3,67 4,64 6,95 10,51 6,34 5,33 6,73 4 Listrik, gas Air bersih 4,24 12,99 11,89 28,83 28,30 16,58 16,85 5 Bangunan 15,01 79,51 26,64 16,55 7,17 6,09 6,98 6 Perdag., Hotel Restoran 8,69 4,31 11,81 6,32 5,94 5,54 6,14 7 Pengangkutan Komunikasi 7,72 20,56 15,47 13,60 5,59 15,88 13,46 8 Keuangan Persewaan Jasa Perusahaan 5,29 10,08 3,26 5,36 14,78 9,49 8,46 9 Jasa-jasa 39,88 45,22 29,26 18,99 19,95 12,46 10,54 Tingkat Pertumbuhan Total 10,87 6,91 11,49 7,18 7,63 7,51 6,92 Sumber : BPS Kota Tarakan, 2009 87 Laju pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan sejak tahun 2004 terus menurun dari semula pada tahun tahun 2003 sempat mencapai puncak pertumbuhan tertinggi sebesar 11,49, namun berangsur-angsur turun hingga mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 6,92 pada tahun 2007. Terdapat lima sektor NTB yang mengalami pertumbuhan sejak tahun 2006 yaitu : Sektor Pertanian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, Sektor Bangunan dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Gambar 16 Laju Pertumbuhan NTB Kota Tarakan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2001-2007 Persen Besaran NTB suatu daerah menggambarkan kemampuan atau potensi ekonomi dan kinerja ekonomi suatu daerah, baik dalam hal pengelolaan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan dan sumberdaya manusia. NTB Kota Tarakan sejak tahun 2000-2007 sangat dipengaruhi oleh harga komoditi dan jumlah produksi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Pada tahun 2007 konstribusi sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 41,05 senilai Rp. 900.533,- juta. Kemudian Sektor Industri sebesar 11,37 dengan nilai NTB sebesar Rp. 249.484,- juta dan Sektor Pengangkutan Komunikasi sebesar 11,20, senilai Rp. 245.712,- juta dan Sektor Pertanian - 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 88 sebesar 10,03 senilai Rp. 220.079,- juta. Keempat sektor ini memberikan konstribusi sebesar 73,66 dengan total nilai NTB sebesar Rp. 1.615.809,- juta. Diantara sembilan sektor pada NTB konstribusi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih adalah paling rendah yaitu hanya sebesar 2,29. Gambar 17 Distribusi NTB Kota Tarakan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2000-2007 Juta Rupiah Besaran nilai NTB Kota Tarakan selama 8 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari sebesar Rp. 1.252.045,- juta pada tahun 2000 meningkat menjadi sebesar 2.193.658,- juta pada tahun 2007 atas dasar harga konstan tahun 2000. Namun jika dilihat dari sisi pertumbuhan pada tahun 2006 tercatat 7,51 terjadi perlambatan pertumbuhan menjadi 6,92 pada tahun 2007.

5.4. Struktur Alokasi Anggaran