4.4.2. Regulasi Sektor Pertambangan dan Penggalian
Pemberlakuan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 6 tahun 1994 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian golongan C, menurut beberapa pihak perlu
dikaji ulang. Hal ini disebabkan sulitnya persyaratan mengurus perijinan dan juga biaya retribusi yang menurut masyarakat masih terlalu tinggi. Selain itu dalam
Perda tersebut, kewenangan daerah hanya dibatasi pada pertambangan dibawah luasan 10 hektar. Sedangkan luasan diatas 10 hektar, kewenangan penerbitan surat
ijinnya masih menjadi wewenang provinsi. Hal itu dianggap membatasi daerah kabupaten dalam pengelolan sektor pertambangan.
Tabel 29. Jenis dan Jumlah Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Banjarnegara
No Jenis Bahan Galian
Jumlah Cadangan Deposit M
3
Jumlah Cadangan
Perkiraan Berat Ton
A Bahan Galian Industri
1 Asbes
3.085.250 0,7
54.870.025 2
Batu Gamping 12.372.000
3 1.777.762.000
3 Feldspar
55.943.846 13,5
145.454.000 4
Pasir Kwarsa 260.000
0,1 689.000
5 Lempung
199.249.450 48,2
194.095.459 6
Trass 139.945.000
33,8 36.231.500
7 Oker
1.250.000 0,3
554.038.331 8
Batu TulisSlate 150.000
0,1 384.000
9 Zeolit
1.112.500 0,3
2.892.500 B
Bahan Galian Bangunan 1
Andesit 42.797.506
12,1 768.003.831
2 Diorit
289.195.000 81,4
773.861.000 3
Marmer 18.688.000
5,3 48.588.800
4 Pasir dan Batu
5.100.300 1,5
12.386.780 Sumber: Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, 2001.
Kabupaten Banjarnegara memiliki berbagai kekayaan alam galian golongan C, tetapi masih berupa cadangan dan belum dieksploitasi. Cadangan
depositbahan galian C yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara ditunjukkan pada Tabel 29. Pemanfaatan bahan galian tersebut masih didominasi warga desa
setempat dengan hasil yang kurang optimal. Dengan keterbatasan peralatan, hasil yang diperoleh pun tidak banyak. Dalam hal kualitas juga tidak sebaik jika
diproses dengan teknologi canggih. Selain itu, hasil tambang hanya dijual dalam bentuk crudegalian yang hanya memberikan nilai tambah rendah.
Sebagai contoh, kisah nyata para penambang batu lempeng di Bukit Sitedeng, Desa Sarwodadi, Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara. Beberapa warga
berusaha mengolah batu lempeng di bukit berketinggian 1.500 m dpl hanya dengan berbekal palu dan tatah. Kedua piranti itu digunakan untuk memotong
batu agar ketebalannya hanya 1,5-2 cm. Fakta ini menyiratkan bahwa investasi di bidang pertambangan sangat diperlukan Kabupaten Banjarnegara agar dayasaing
dapat diciptakan. Selain itu, dengan pembangunan pusat-pusat pengolahan hasil tambang, potensi tambang yang dimiliki Kabupaten Banjarnegara akan
berdampak riil terhadap kesejahteraan masyarakat yaitu tertampungnya ribuan tenaga kerja lokal.
4.4.3. Regulasi Sektor Industri Pengolahan