Partisipasi Mayarakat dalam Pembentukan DPL

Pengetahuan ini yang rendah ini mengakibatkan dikeluarkannya kebijakan oleh Dinas Perhubungan Laut yang memberikan ijin parkirnya kapal tanker dan kapal kargo di Kawasan Konservasi Laut yang telah di tetapkan oleh Walikota Batam. Masyarakat nelayan Kelurahan P. Abang sebenarnya mempunyai kearifan tradisional dalam memanfaatkan sumberdaya khususnya ikan, namun karena tidak terorganisir dengan baik, dewasa ini hal tersebut dapt dikatakan sudah mulai memudar. Mereka tidak melakukan kegiatan yang dapat merusak lingkungan khusunya terumbu karang. Sebagai penganut Agama Islam yang taat, orang melayu sangat menghargai lingkungan hidupnya yang merupakan tempat mereka mencari nafkah. Sebagai tanda bersyukur setiap hari Jumat selalu dilakukan doa selamatan atau doa “tolak bala”. Beberapa aturan dalam pemanfaatan sumbedaya tidak terlepas dari ajaran Islam dimana tidak boleh serakah, merusak maupun yang dapat membahayakan atau merugikan orang lain. Selain itu, aturan terhadap jumlah tangkapan yang boleh diambil tidak ada, namun menurut kebanyakan nelayan, jika mereka dapat rezeki lumayan, biasanya tidak pergi melaut walaupun saat tersebut sedang musim ikan. Tentunya hal ini merupakan suatu kebiasaan yang cukup penting artinya bagi pengelolaan dan konservasi sumberdaya. Bentuk kearifan tradisional yang lain adalah mengangkerkan suatu tempat. Tempat tersebut pantang untuk dikunjungi dan dianggap angker, yaitu sekitar pulau “hantu”. Daerah tersebut merupakan daerah karang yang secara geografis berada di sebelah Timur Pulau Abang Kecil.

5.5.4. Partisipasi Mayarakat dalam Pembentukan DPL

Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat DPL-BM merupakan kawasan pesisisir dan laut yang dapat meliputi terumbu karang, hutan mangrove, lamun dan habitat lainnya secara sendiri atau bersama-sama yang dipilih dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari kegiatan perikanan dan pengambilan biota laut, dan pengelolaannya yang dilakukan secara bersama antara pemerintah, masyarakat dan pihak lain, dalam merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pengelolaannya Tulungen et at, 2003. Dalam pandangan masyarakat desa, partisipasi masyarakat sangat penting dalam menunjang keberhasilan program pengelolaan DPL. Dari hasil survei di masyarakat yang memiliki DPL Pulau Sekate, menunjukkan bahwa 98 masyarakat menilai partisipasi sangat penting dengan bebagai alasan. Misalnya, dengan proses partisipasi, masyarakat akan lebih merasakan manfaat dari program yang dilaksanakan. Selain itu, masyarakat juga akan membantu dalam implementasi program dan terlibat aktif dalam pemeliharaan selama dan sesudah program dilaksanakan. DPL berbasis masyarakat yang dimaksudkan adalah co- management pengelolaan kolaboratif, yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah setempat. Pengelolaan berbasis masyarakat bertujuan untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan suatu pengelolaan DPL. Pengelolaan DPL berbasis masyarakat berawal dari pemahaman bahwa masyarakat mempunyai kemampuan sendiri untuk memperbiki kualitas kehidupannya, sehingga dukungan yang diperlukan adalah menyadarkan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun demikian, pada kenyataannya pengelolaan yang murni berbasis masyarakat kurang berhasil, oleh karena itu dukungan dan persetujuan dari pemerintah dalam hal memberikan pengarahan, bantuan teknis dan bantuan aspek hukum suatu kawasan konservasi sangat diperlukan. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dan pemerintah secara bersama-sama sejak awal kegiatan dari mulai perencanaan, pengelolaan sampai evaluasi suatu DPL sangatlah penting. Selain dukungan dari pemerintah, maka dukungan dan kerja sama dengan lembaga pendidikan, penelitian serta LSM juga dibutuhkan untuk menentukan lokasi DPL dan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar DPL. Berdasarkan perkembangan isu yang terjadi di Kelurahan Pulau Abang beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pembentukan DPL Pulau Sekate, yaitu : Sosialisasi pembentukan DPL, Penentuan lokasi DPL, Pembuatan tanda batas DPL, Pembuatan Perdes, RPTK, Menjadi anggota Pokmas serta Ikut serta dalam studi banding. Partisipasi oleh kelompok pemerintah kelurahan terlihat lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lain yaitu sebesar 11 yang mengatakan pernah terlibat dalam pembentukan DPL, hal ini di sebabkan terjadinya mutasi penga wai pemerintahan kelurahan dengan cepat, sehingga dari responden pengawai baru yang didapat informasinya sebagian besar mereka mengatakan tidak terlibat walaupun pengawai sebelumnya pernah terlibat sebelum pengawai yang baru di tetapkan. Gambar 32. Persentase Partisipasi pembentukan DPL Pulau Sekate Badan perwakilan desa atau disebut LPM merupakan partisipasi yang paling besar bandingkan responden lainnya yaitu sebesar 71 responden mengatakan terlibat dalam pembentukan DPL, hal ini dikarena seluruh anggota LPM merupakan kelompok pengelola yang merupakan bagian tim inti yang di bentuk untuk bekerja sama dengan para fasilitator dan motivator dalam pembentukan awal DPL. Dimana Tim inti mempunyai kapasitas yang tinggi sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik, tim ini terdiri dari penggerak- penggerak masyarakat penggiat atau activists yang peduli terhadap kepentingan masyarakat umum dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Tim Inti ini juga berkerjasama dengan kelompok-kelompok masyarakat Bidang Konservasi. Persentase partisipasi yang tinggi ini terlihat dalam semua kegiatan proses pembentukan DPL Tabel 44. Keterlibatan LSM Yayasan Samudra berdasarkan responden yang ada terlihat partisipasinya yang cukup besar yaitu 62, tingginya partisipasi ini dikarenakan mereka merupakan LSM pendamping program COREMAP II di Kota Batam, sehingga partisipasi dari awal inisiasi sampai pengelolaan DPL tidak terlepas dari peran serta LSM tersebut. Langkah awal yang sangat penting untuk dilakukan dalam setiap program yang melibatkan partisipasi masyarakat adalah melakukan sosialisasi pembentukan DPL dan penyiapan masyarakat. Masyarakat harus mengerti benar pendekatan dan tujuan Program COREMAP secara keseluruhan dan arti penting DPL dalam konteks Program COREMAP tersebut. Untuk itu, perlu diadakan pertemuan- pertemuan awal untuk menyamakan persepsi dan pemahaman mengenai program yang akan diselenggarakan, tujuan yang akan dicapainya, serta manfaat yang akan dinikmati oleh masyarakat dan kelompok kepentinga n lainnya. Kelompok Nelayan terlihat memiliki partisipasi yang rendah yaitu sebesar 35 yang mengatakan pernah mengikuti sosialisasi pembentukan DPL, rendahnya partisipasi ini disebabkan dalam setiap pertemuan nelayan tidak bisa hadir mengikuti setiap pertemuan yang dilakukan dikarenakan bersamaan dengan aktivitas menangkap ikan. Sejalan dengan rendahnya peran serta dalam kegiatan sosialisasi DPL, tetapi untuk sikap memahami dan setuju dengan adanya DPL mendapat perhatian besar dari masyarakat. Tabel 37. Persentase partisipasi masyarakat dalam pembentukan DPL Pulau Sekate No Partisipasi Pembentukan DPL Pemerintah Kelurahan Badan Perwakilan Desa Kelompok Pengelola dan Nelayan LSM, Tokoh Masyarakat dan Swasta Lembaga institusi Pemerintah Kota 1 sosialisasi pembentukan DPL 33 100 35 83 18 2 Penentuan lokasi DPL - 67 24 67 18 3 Pembuatan tanda batas DPL - 50 12 33 21 4 Pembuatan Perdes 22 83 27 75 18 5 Pembuatan RPTK 22 67 40 92 21 6 Menjadi Anggota Pokmas - 100 74 83 - 7 Studi Banding - 33 2 - 11 Sumber : Data primer diolah 2009 Salah satu perwujudan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang dalam konteks kegiatan pembentukan DPL adalah penyusunan suatu rencana pengelolaan terpadu bagi terumbu karang yang berbasis masyarakat yang dilengkapi dengan pelaksanaan sistem pemantauan dan pengawasan oleh masyarakat Siswasmas. Partisipasi responden kelompok nelayan sebesar 40 dalam keterlibatannya dalam penyusunan RPTK, rendahnya partisipasi masyarakat ini disebabkan karena tingkat pengetahuan yang rendah mengenai pentingnya pembuatan RPTK. Keterlibatan para pihak di atas stakeholders tidak lain untuk memastikan tercapainya sasaran kegiatan dan keberlanjutan pengelolaan terumbu karang. RPTK yang dibuat merupakan salah satu tahap kegia tan pengelolaan ekosistem terumbu karang terpadu yang disusun bersama-sama LPSTK, dan masyarakat dan dipandu oleh Motivator Desa dan Fasilitator Masyarakat. Berdasarkan visi dan sasaran yang dikembangkan masyarakat berdasarkan isu dan masalah spesifik yang ada di suatu lokasi, dirumuskan suatu program kerja pengelolaan terumbu karang terpadu yang terarah. Program kerja yang dihasilkan tersebut merupakan suatu kesepakatan antar berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program DPL. Perdes tentang DPL-BM mutlak diperlukan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan suatu kawasan DPL. Keberhasilan pengelolaan suatu kawasan DPL sangat tergantung pada aturan-aturan yang dibuat dan ditetapkan berdasarkan kesepakan masyarakat. Perdes tentang DPL merupakan sebuah peraturan perundang- undangan formal yang memiliki kekuatan hukum terkuat di tingkat desa. Perdes ini harus mengikat masyarakat di dalam dan luar desa, sehingga masyarakat, pemerintah desa, dan kelompok pengelola DPL mempunyai kekuatan atau dasar hukum unt uk melarang atau menindak pelaku pelanggaran. Sebagai unit pemerintahan yang otonom, pemerintah desakelurahaan mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan tentang pengelolaan terumbu karang pada skala desa, kewenanagan pemerintah desa meliputi : Penerbitan peraturan desa mengenai pengelolaan terumbu karang, pengusulan status gugusan terumbu karang tertentu sebagai kawasan konservasi flora, fauna atau habitat, pengelolaan terumbu karang tertentu berdasarkan hak dan asal-usul desa, pelaksana tugas pembantua n dari pemerintah, pemerintah propinsi dan atau pemerintah kotakabupaten dalam rangka pengelolaan terumbu karang, COREMAP II, 2007. Berdasarkan kewenangan tersebut sudah seharusnya peran serta pemerintah kelurahan dapat lebih besar dalam mengelola kawasan konservasi di wilayahnya, persentase partisipasi pemerintah kelurahan dalam penelitian ini terlihat hanya sebesar 22 yang menyatakan pernah mengikuti proses pembuatan perdes di wilayahnya. Beberapa kendala yang di hadapai oleh pejabat pemerintahan kelurahan yang menjabat disuatu tempat tidak lama atau sering terjadinya mutasi mengakibatkan peran aktif tidak dapat dilakukan secara maksimal, dan latar belakang pendidikan dan pengetahuan mengenai pengelolaan wilayah pesisir mengakibatkan keterbatasan untuk dapat mendorong keterlibatan dalam pembentukan perdes, tapi semangat untuk mendukung pembuatan Perdes mengenai terumbu karang di wilayahnya semua unsur keluruhan mengatakan setuju dan siap terlibat jika diminta oleh pemerintah kota. Selanjutnya Crawford 2000 menyatakan bahwa akan lebih mudah dan cepat untuk mencapai keberhasilan pembuatan DPL dalam masyarakat yang memiliki pemimpin lokal yang kuat dan mendukung sejak awal proses perencanaan. Saat dukungan yang kuat dari masyarakat diperoleh dan DPL secara resmi didirikan, perubahan dalam kepemimpinan lokal yang kemungkinan akan mendukung atau tidaknya DPL, tidak penting dan akan kurang berpengaruh terhadap keberhasilan DPL. Hal yang perlu mendapatkan perhatian sebelum penetapan sebaiknya Draft Rancangan Perdes hendaknya dikonsultasikan dengan berbagai pemangku kepentingan terkait publik termaksud pihak pemerintah kelurahan yang dapat dilakukan dalam pertemuan-pertemuan konsultasi publik untuk memperoleh komentar dan masukan dari masyarakat. Masukan- masukan dari masyarakat kemudian dimanfaatkan untuk menyempurnakan draft Rancangan Perdes sehingga Perdes yang disahkan nantinya benar-benar merupakan Perdes yang telah disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Menurut Tulungen 2003, Proses kons ultasi publik menghendaki arus informasi dua arah. Pembuat Perdes menyampaikan kepada publik mengenai Ranperdes yang sedang disusun, termasuk alasan-alasan, justifikasi, dan dampak potensialnya terhadap para pihak. Di lain pihak, masyarakat memiliki tanggung- jawab untuk berpatisipasi dan memberi umpan balik kepada pembuat Perdes. Oleh karena itu, kedua belah pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan komitmen waktu dan sumberdayadana dalam konsultasi publik. Konsultasi publik hendaknya dilakukan dalam bentuk yang berbedabeda, dan diselenggarakan beberapa kali. Tentu diperlukan waktu untuk menyajian materi mengenai Ranperdes berikut permasalahan-permasalahan terkait. Selain itu, diperlukan diskusi kelompok untuk membahas bagian-bagian khusus secara lebih rinci untuk memperoleh masukan- masukan nyata dari para peserta konsultasi publik. Konsultasi publik hendaknya dilakukan dengan berbagai cara seperti musyawarah bersama kelompok pengguna, musyawarah dusun, musyawarah desa, dan dialog informal dengan para pemangku kepentingan. Rendahnya peran serta nelayan dalam kegiatan studi banding terlihat bahwa hanya sebesar 2 nelayan yang menjadi peserta, peserta terbesar diikuti oleh dari kelompok LPM sebanyak 4 orang yang merupakan bagian dari pengelola DPL. Kegiatan studi banding pernah di lakukan pada tahun 2007 oleh program COREMAP ke Taman Nasional Bunaken, dengan adanya keterbatasan anggaran sehingga tidak banyak peserta yang dapat mengikuti. Kegiatan studi banding merupakan hal perlu dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat desa untuk belajar langsung dari masyarakat desa lain yang telah terlebih dahulu memiliki pengalaman dalam mengelola sumberdaya alam laut berbasis masyarakat, khususnya dalam membuat dan mengelola DPL secara operasional. Peran serta masyarakat untuk terlibat dalam pembentukan kelompok masyarakat cukup tinggi, untuk LPSTK Kelurahan Pulau Abang memilki 36 kelompok yang anggotanya berjumlah 6-10 orang, tingginya antusias masyarakat ini dikarenakan mereka merasa dengan terlibat sebagai anggota Pokmas akan mendapat bantuan modal dari pemerintah. Pokmas adalah kelompok kecil yang dibentuk di tingkat desa. Proses pembentukan kelompok masyarakat difasilitasi oleh fasilitator lapangan. Dalam satu desa dapat dibentuk beberapa kelompok masyarakat menurut kesamaan minat. Penguatan Pokmas adalah suatu proses meningkatkan kemampuan dan peran suatu kelompok masyarakat ke arah bidang kegiatan tertentu konservasi, produksi, peningkatan peran dan kemampuan perempuan, agar dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pengelolaan terumbu karang. Pembentukan Pokmas adalah suatu proses membentuk kelompok atau organisasi masyarakat yang akan mempunyai peran dan fungsi bidang tertentu konservasi, produksi, peningkatan peran dan kemampuan perempuan.

5.5.5. Partisipasi Mayarakat dalam Pengelolaan DPL