26
mengatur kegiatan perikanan, melindungi tempat ikan bertelur, dan membesarkan larva, sebagai daerah asuhan juvenil ikan kecil, melindungi suatu wilayah dari
kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan, dan menjamin ketersediaan stok perikanan secara berkelanjutan.
Menurut Tulungen et al. 2002, tujuan penetapan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat adalah 1 meningkatkan dan mempertahankan produksi
perikanan, di sekitar daerah perlindungan; 2 menjaga dan memperbaiki keanekaragaman hayati pesisir dan laut seperti keanekaragaman terumbu karang,
ikan, tumbuhan, dan organisme lainnya; 3 dapat dikembangkan sebagai tempat yang cocok untuk daerah tujuan wisata; 4 meningkatkan pendapatan
kesejahteraan masyarakat setempat; 5 memperkuat masyarakat setempat dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam mereka; 6 mendidik masyarakat dalam hal
perlindungankonservasi sehingga dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat untuk mengambil peran dalam menjaga dan mengeIola
sumberdaya mereka secara lestari; dan 7 sebagai lokasi penelitian dan pendidikan keanekaragaman hayati pesisir dan laut bagi masyarakat, sekolah,
lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
2.8.2. Metode Pengelolaan DPL-BM
Berdasarkan pand uan yang disusun oleh Tulungen et al. 2002, pembentukan dan pengelolaan DPL-BM harus dilakukan bersama antara
masyarakat, pemerintah setempat, dan para pemangku kepentingan lain yang ada di desa. Pemerintah setempat harus bekerja sama dengan masyarakat dalam proses
penentuan lokasi dan aturan DPL-BM, pendidikan masyarakat, serta bantuan teknis dan keuangan. Tanggung jawab dalam menentukan lokasi dan tujuan
pengelolaan DPL-BM ditetapkan oleh masyarakat, sedangkan bantuan teknis pendanaan dan persetujuan terhadap peraturan yang dibuat ditetapkan oleh
pemerintah atas persetujuan dan kesepakatan dengan masyarakat. Masyarakat dan pemerintah dapat juga bekerja sama dengan pihak lain seperti LSM atau pihak
swasta untuk membentuk dan mengelola DPL-BM.
27
2.8.3. Prinsip Dasar DPL-BM
Prinsip dasar menyangkut fungsi DPL-BM cukup sederhana. Kunci utama berfungsinya sebuah DPL-BM adalah adanya suatu kawasan yang ditetapkan
sebagai zona inti, yaitu zona larang ambil permanen. Hal ini berarti bahwa dalam zona ini aktivitas perikanan selamanya tidak diperbolehkan. Kegiatan
pengambilan hewan laut seperti karang, teripang laut, kerang-kerangan, atau organisme lain yang berada di zona inti ini juga dilarang.
DPL-BM juga berbeda dengan sistem pemanfaatan laut tradisional lainnya di Indonesia seperti sasidi Maluku dan Manee di Sangir Talaud, yang secara
berkala memperbolehkan suatu kawasan dibuka untuk kegiatan penangkapan ikan. DPL-BM haruslah ditutup secara permane n dari kegiatan perikanan atau
usaha pengambilan hewan laut lainnya. DPL-BM tidak boleh dibuka secara musiman meskipun misalnya hanya sekali setahun karena dapat mengakibatkan
DPL-BM tidak berfungsi dengan baik dan efektif. Suatu kawasan terumbu karang yang tidak mengalami gangguan aktivitas manusia mempunyai kesempatan untuk
kembali pada kondisi terumbu karang yang baik. Daerah seperti ini secara khusus memiliki tutupan karang yang tinggi dan dihuni oleh berbagai jenis dan ukuran
ikan, termasuk pemangsa besar seperti hiu dan kerapu, Tulungen et al. 2002, Kawasan yang belum pemah disentuh oleh aktivitas penangkapan ikan
atau sangat jarang didatangi oleh nelayan memiliki banyak ikan dengan ukuran yang besar, termasuk yang berumur tua. Sebaliknya, kawasan yang secara terus-
menerus diambil cenderung memiliki ikan dengan jumlah lebih sedikit dengan ukuran yang relatif kecil dan masih muda. Ukuran rata-rata ikan yang ditangkap
di suatu kawasan dapat dijadikan sebagai suatu alat ukur tingkat penangkapan ikan. Kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan terjadi jika ukuran ikan yang
ditangkap dari tahun ke tahun semakin keeil. Tangkap lebih bisa juga disebabkan oleh terlalu banyaknya nelayan yang berupaya menangkap ikan yang jumlahnya
terlalu sedikit. Penentuan lokasi dan ukuran DPL-BM harus mempertimbangkan prinsip-
prinsip ekologi dan pengelolaan secara praktis. Ukuran dan lokasi DPL-BM harus ditetapkan oleh masyarakat dengan mempertimbangkan sejumlah faktor seperti:
28
1. Kondisi tutupan karang hidup dalam kondisi yang baik yang ideal adalah tutupan karang di atas 50
2. Kepadatan ikan dan keanekaragaman organisme laut lainnya tinggi 3. Merupakan terumbu karang sumber source reef, A strategy for achieving
a people-centered development where the focus of decision making with regard to the sustainable use of natural resources in an area lies with the
people in the communities of that area Suatu strategi untuk mencapai
pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pusat pengambilan kebijakan mengenai pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan di
suatu daerah terletakberada di tangan masyarakat di daerah tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat
diberikan kesempatan dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang
mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya.
Pengelolaan berbasis masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat di mana masyarakat lokal di tempat tersebut
terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Pengelolaan di sini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan,
pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil hasilnya. Namun dalam prakteknya banyak ditemui bentuk-bentuk pengelolaan seperti ini yang mengalami kepunahan.
Seiring dengan pesatnya pembangunan di wilayah pesisir, maka sulit bagi masyarakat lokal untuk mempertahankan bentuk-bentuk pengelolaan yang murni
hanya berbasis pada masyarakat setempat. Sebagai suatu model, pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan
berbasis masyarakat memiliki kelemahan dan kelebihan, yang tentunya harus diperhatikan manakala kita mengembangkan sebuah model Community Base
Management CBM sumberdaya perikanan dan kelautan. Beberapa kelebihan
nilai- nilai positif dari model CBM ini adalah: 1. Mampu mendorong pemerataan equity dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan dan kelautan. 2. Mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik.
29
3. Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada.
4. Mampu meningkatkan efisiensi secara ekonomi dan ekologi. 5. Rensponsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan lingkungan lokal.
6. Masyarakat lokal termotivasi untuk mengelola sumberdaya secara berkelanjutan.
Sementara itu, kelemahan nilai- nilai negatif dari pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan berbasis masyarakat antara lain adalah:
1. Hanya dapat diterapkan dengan baik pada kondisi masyarakat yang strukturnya masih sederhana dengan skala dan wilayah kegiatan yang kecil.
2. Masyarakat memiliki keterbatasan seperti tingkat pendidikan, kesadaran akan pentingnya lingkungan.
3. Terjadinya ketimpangan dalam implementasinya karena tidak didukung oleh pemerintah.
4. Hanya efektif untuk kawasan pesisir dan laut dengan batas geografis yang jelas atau terbatas.
5. Rentan terhadap intervensi luar atau peIedakan permintaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan.
Narayan 1994 dalam Raharjo 1996 memberikan beberapa karakteristik dan kelompok berbasis masyarakat yang dianggap sukses yaitu :
1 Jika manfaat yang dirasakan lebih besar dari harga yang harus dibayardiberikan. Jika tidak, masyarakat kurang intensif untuk ikut
berpartisipasi, atau menghindari kegiatan-kegiatan. Manfaat atau keuntungan selain bisa di dalam arti ekonomi, juga dapat bersifat sosial, seperti
pengetahuan, keterampilan dalam memecahkan masalah, dan sebagainya. 2 Jika memang dirasakan menjadi kebutuhan bersama. Jika masyarakat tidak
merasakan sebagai kebutuhan, mereka tidak berminat untuk ikut. Kebutuhan selain hanya dapat dirasakan oleh sekelompok orang saja wanita, kelompok
dari ekonomi rendah, dan sebagainya, juga dapat menjadi kebutuhan semua. Keberhasilan pendekatan berbasis masyarakat akan lebih besar, jika
kebutuhan dirasakan oleh semua kelompok masyarakat.
30
3 Jika kelompok berbasis masyarakat dapat melekat pada organisasi sosial atau pembaharnan yang sudah ada, sehingga penolakan terhadap yang barn dapat
diperkecil. 4 Kelompok berbasis masyarakat mempunyai kapasitas, kepemimpinan,
pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola tugasnya. 5 Peraturan dan tatacara dipunyai oleh kelompok berbasis masyarakat. Para
anggotanya juga mengakui, menerima dan mematuhi, begitu juga ada kekuatan untuk melaksanakan dan mematuhinya. Jika anggota kelompok tidak
tahu atau tidak mau mematuhi peraturan dan tata cara, jelas ini memperlihatkan rapuhnya kelompok tadi.
Selain beberapa karakteristik seperti dikemukakan di atas, faktor yang juga sangat berkaitan dengan pola pengelolaan dan merupakan titik sentral dalam
pembangunan berbasis masyarakat ini adalah perilaku manusia. Karena melalui perilakulah manusia berinteraksi dengan manusia lain dan lingkungan sekitarnya,
dimana banyak perilaku manusia dapat mempengaruhi kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam yang perlu dilakukan adalah bagaimana cara kita merubah
perilaku negatif manusia yang dilakukan terhadap lingkungan dan alam sekitarnya, dan yang lebih utama adalah bagaimana membina manusia agar selalu
bersikap positif dan akrab dengan alam dan lingkungan, serta selalu berpartisipasi aktif demi menjaga nilai-nilai konservasi dari alam dan lingkungan sekitarnya.
31
III. METODE PENELITIAN