Mengindentifikasi Stakeholder Analaysis Stakeholder

5.5.1. Mengindentifikasi Stakeholder

Banyak pemangku kepentingan stakeholders yang berkepentingan dengan pengelolaan SDL, dimana masing- masing stakeholders memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Perbedaan kepentingan diantara kelompok satu dengan kelompok lain ada yang menjadi faktor yang berpotensi mendukung upaya pelestarian terumbu karang, tetapi ada pula yang justru semakin menambah kerusakan ekosistem terumbu karang. Dalam pemebentukan dan pengelolaan DPL yang berbasiskan masyarakat harus dilakukan antara masyarakat, pemerintah setempat dan para pihak yang berkepentingan stakeholder yang ada di desa. Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Desa, haruslah bekerjasama dalam proses penentuan lokasi dan aturan DPL, pendidikan masyarakat, bantuan teknis dan pendanaan awal. Tanggung jawab dalam menentukan lokasi dan tujuan pengelolaan DPL ditetapkan oleh masyarakat, sedangkan bantuan teknis dan pendanaan, serta persetujuan terhadap peraturan ditetapkan oleh pemerintah atas kesepakatan masyarakat. Masyakarat dapat bekerja sama dengan pihak lain, seperti LSM dan Swasta untuk pengelolaan DPL supaya lebih efektif. Dalam penelitian ini pemangku kepentingan stakeholder yang terlibat berpartisipasi dalam proses pembentukan dan pengelolaan DPL terbagi menjadi beberapa kelompok masyarakat yang mengacu kepada Tulungen et al. 2003, dimana terdapat beberapa pemengku kepentingan dan perannya dalam program pengelolaan DPL-BM yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu terdiri dari : 1 Pemerintah KelurahanDesa, 2 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, 3 Kelompok Pengelola, 4 KSM, LSM, Tokoh Masyarakat dan SwastaPengusaha dan 5 LembagaInstitusi Pemerintah Daerah. 1. Pemerintah KelurahanDesa Pemerintah desa memegang peranan utama dalam terlaksananya program karena tanpa keterlibatannya akan mempengaruhi keberhasilan program. Pemerintah desa terdiri dari Lurah, sekretaris Lurah, ketua RW dan RT. Dalam penelitian terdapat sejumlah 9 orang responden yang terdiri dari : Lurah, sekretaris lurah, 3 orang staf kelurahan, 1 orang ketua RW dan 2 orang ketua RT. 2. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat LPM LPM terdiri dari wakil- wakil rakyat di desa, yang merupakan wadah paling penting untuk mengakomodasi permasalahan di desa dan membantu mengkaji serta merumuskan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan desa sesuai kebutuhan masyarakat. Terutama semua kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu berbasis masyarakat, seperti Peraturan Desa Perdes tentang DPL. Selain itu, LPM juga mengarahkan dan memantau perkembangan pelaksanaan kebijakan dan rencana pengelolaan yang akan dibuat dan disepakati oleh semua komponen di desa. LPM di Kelurahan Pulau Abang kepengurusannya terdiri dari berbagai komunitas masyarakat, dimana susunan organisasi LPM terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Seksi-Seksi yang disesuaikan dengan kebutuhan, pengurus LPM memiliki juga pekerjaan sehari- harinya sebagai nelayan. Dalam penelitian terdapat sejumlah 6 orang responden yang terdiri dari : Ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan 2 orang ketua seksi. 3. Kelompok Pengelola dan Nelayan Kelompok pengelola adalah kelompok yang di bentuk khusus untuk membantu mempersiapakan dan melaksanakan rencana pengelolaan yang di buat oleh desa. Dalam program COREMAP II di Kelurahaan Pulau Abang telah dibentuk Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang LPSTK. LPSTK adalah lembaga yang dibentuk di Kelurahandesa lokasi proyek yang anggotanya berasal dari wakil-wakil Kelompok Masyarakat Pokmasdan unsur pemerintah kelurahan. LPSTK memiliki peran dalam menyusun dan menjalankan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang RPTK, merangkum semua usulan kegiatan dari Pokmas dan unsur Pemerintah Desa, mengelola anggaran Pokmas dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Pokmas. LPSTK beranggotakan wakil- wakil dari para motivator desa, pengurus Pokmas dan Kelompok Pengawas Terumbu Karang dan unsur LPM. LPSTK memiliki pengurus yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan staf administrasi, dengan anggota terdiri dari seluruh motivator desa, anggota Pokmas dan anggota pengawas terumbu karang. LPSTK dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh fasilitator lapangan dan disahkan oleh Kepala Desa, serta disetujui oleh Unit Pelaksana Proyek KabupatenKota. Pokmas adalah suatu organisasi atau kelompok masyarakat kelurahan yang dibentuk oleh masyarakat dalam satu Kelurahaan. Pembentukan Pokmas ini disesuaikan dengan kebutuhan lokal berdasarkan masukan dari masyarakat kelurahan. Kelurahaan Pulau Abang memiliki 36 pokmas, dimana dalam satu kelompok memilki anggota antara 6 sampai 10 orang dengan anggota yang memiliki kesamaan minat; Kelompok masyarakat memilih 2 dua orang pengurus, yaitu ketua dan bendahara, yang bertanggung jawab dalam aspek administrasi teknis dan keuangan. Dalam penelitian kelompok ini merupakan kelompok terbesar jumlah respondennya yaitu 85 orang, seperti pada tabel 41 dibawah ini. Tabel 34. Responden Stakeholder Kelompok Pengelola dan Nelayan No Kelompok Pengelola dan Nelayan Jumlah Ind iv 1 Ketua Kelompok POKMAS 10 2 Anggota POKMAS 25 3 Ketua LPSTK 1 4 Bendahara LPSTK 1 5 Sekretris LPSTK 1 6 Motivator Desa 2 7 Nelayan Biasa 30 8 Perempuan 15 Total 85 Sumber : Data primer diolah 2009 4. KSM, LSM, Tokoh Masyarakat dan SwastaPengusaha Pemangku kepentingan lainnya yang ada di desa adalah Kelompok Swadaya Masyarakat KSM, Lembaga Swadaya masyarakat LSM, tokoh masyarakat, dan pihak swasta yang beraktivitas atau berkedudukan di desa. KSM dan LSM adalah organisasi-organisasi mandiri dan bukan merupakan lembaga pemerintah. Organisasi ini didirikan oleh masyarakat atau sekelompok orang atas kesepakatan dan kemauan bersama unt ukmencapai visi dan tujuan yang sama secara bersama. KSM dan LSM yang memiliki tujuan atau visi pengelolaan pesisir sangat berpotensi dan dapat memainkan peran penting dalam menunjang keberlanjutan program pengelolaan di desa. LSM yang telah terlibat dalam pengelolaan terumbu karang di Kota Batam sejak tahun 2005 yaitu Yayasan Laksana Samudra sebagai mitra yang ada di lokasi bersama-sama dengan LPSTK berperan sebagai penggerak pengelolaan DPL. Tokoh masyarakat di desa seperti pemuka adat dan agama merupakan penghubung atau kontak person sekaligus tokoh kunci keyperson yang dapat berperan penting dalam membantu kelancaran komunikasi antara masyarakat dan tim pendamping. Mereka adalah orang-orang tertentu di desa yang memiliki pengaruh yang baik kepada masyarakat karena perkataan atau petuah yang mereka berikan senant iasa didengar atau dipercaya. Karena mayoritas penduduk memeluk agama Islam, maka kelompok keagamaan yang aktif adalah kelompok umat Islam, yang terdiri dari majelis taklim kelompok ibu- ibu dan kelompok bapak- bapak. Disamping nelayan, unsur masyarakat lain yang terlibat dalam pengelolaan DPL adalah pedagang pengumpul dikenal dengan penampung, baik penampung besar maupun kecil dan tauke pengusaha di tingkat kelurahan. Penampung kecil umumnya memiliki modal terbatas. Dalam menjalankan kegiatannya pedagang pengumpul membeli ikan secara langsung pada nelayan dan hasil pembelian biasanya dijual lagi pada pengumpul besar atau tauke, kadang ke konsumen akhir. Di Kelurahan P. Abang terdapat kurang lebih 8 pedagang pengumpul yang menyebar di P. Abang Kecil, Air Saga dan P. Petong. Diantara penampung kecil ini ada yang langsung berhubungan dengan tauke di Batam atau Tanjung Pinang, tetapi karena mereka tidak memiliki armada sendiri untuk membawa ikan hasil pembeliannya dari nelayan, mereka biasanya menumpang kapal pengangkut ikan kapalikan milik penampung besartauke. Dalam penelitian terdapat sejumlah 12 orang responden yang terdiri dari : LSM Yayasan Samudra 3 orang, Motivator, fasilitator, Penyuluh, Ulama, 3 orang Toke ikan dan 2 orang pengusaha kapal pelabuhan. 5. LembagaInstitusi Pemerintah Daerah Di pihak lain, keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan SDL adalah sebagai pembuat kebijakan yang dituangkan dalam peraturan-peraturan di tingkat nasiona l, propinsi dan kabupatenkota. Pemerintah juga berperan sebagai implementator dalam pengelolaan SDL. Kebijakan pengelolaan SDL ini dimaksudkan agar pemanfaatan sumber daya laut dilakukan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi tetap terjaga kelestariannya. Di wilayah Kelurahan P. Abang yang masuk dalam wilayah Kecamatan Galang, P. Batam peraturan tentang pengelolaan SDL mengacu pada peraturan di tingkat provinsi. Sumber daya kelautan merupakan potensi ekonomi utama di Provinsi Kepulauan Riau, sehingga prioritas kebijakan pembangunan di provinsi ini adalah pembangunan dan pengembangan maritim. Lembaga atau institusi Pemerintah Kota beserta jajaran dinas dan instansi yang terkait daerah yang menjadi responden dalam penelitian ini, antara lain: Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan KP2K, Badan Perencanaan dan Pembagunan Kota Bappeko, Dinas Pariwisata, Dinas Perhubungan, Kejaksaan, DPRD, Polri, TNI AL dan Project Management Office PMO Coremap II. Berdasarkan hasil indentifikasi pemangku kepentingan yang mempunyai pengaruh dan partisipasi dalam pembentukan dan pengelolaan DPL maka terpilih beberapa responden yang di gunakan dalam penelitian ini berjumlah 140 orang yang terdiri dari laki- laki 121 orang 86 dan 19 orang 14 perempuan. Tabel 35. Persentase Responden Pemangku Kepentingan Stakeholder No Kelompok Pemangku Kepentingan Stakeholder Jumlah orang Persentase 1 Pemerintah Kelurahan 9 6 2 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat 6 4 3 Kelompok Pengelola dan Nelayan 85 61 4 LSM, Tokoh Masyarakat dan Swasta 12 9 5 Lembagainstitusi Pemerintah Kota 28 20 Total 140 100 Sumber : Data primer diolah 2009 Persentase stakeholder dari kelompok pengelola dan nelayan adalah yang terbesar berjumlah sebesar 61 hal ini dikarenakan kelompok ini memiliki kepentingan terbesar dalam pengelolaan DPL dimana kelompok pengelola seperti LPSTK, Pokmas dan motivator juga pekerjaannya seharinya merupakan nelayan, begitu juga dengan kelompok perempuan merupakan bagian dari kelompok tersebut. Gambar 29. Persentase Responden Pemangku Kepentingan stakeholder di Kelurahan Pulau Abang

5.5.2. Mengindentifikasi Isu Pengelolaan DPL