adalah kuning jingga sampai kemerah-merahan. Ini menunjukkan bahwa kandungan karotennya masih cukup tinggi. Warna jingga kemerahan pada
minyak sawit berasal dari pigmen karotenoid yang terkandung cukup tinggi dalam minyak sawit yaitu 500 -700 ppm Choo et al., 1989 .
2. Asam Lemak Bebas sebagai Asam Palmitat
Bilangan asam menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak yang berasal dari proses hidrolisis minyak atau karena proses
pengolahan yang kurang baik. Menurut Ketaren 2005 bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat
molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan asam yang tinggi menunjukkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak pun tinggi.
Semakin tinggi bilangan asam semakin rendah kualitas minyak. Pengukuran bilangan asam lemak pada
minyak sawit kasar
dihitung dalam bentuk asam palmitat karena merupakan asam lemak yang paling dominan pada minyak
sawit kasar. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0.1 N atau
NaOH 0.1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak Ketaren, 2005. Hasil pengukuran
kadar ALB minyak sawit kasar yang diperoleh pada penelitian adalah 3.18 sedangkan berdasarkan SNI 01-2901-1992 tentang minyak kelapa sawit kadar
ALB maksimal 5. Dengan demikian, kualitas sampel minyak sawit kasar yang digunakan masih memenuhi persyaratan karena asam lemak bebasnya
rendah.
3. Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam minyak yang menentukan mutu sampel minyak. Semakin rendah kadar air, maka kualitas
minyak tersebut semakin baik. Hal ini dikarenakan, adanya air dalam minyak dapat memicu reaksi hidrolisis yang menyebabkan penurunan mutu minyak
Ketaren, 2005. Kadar air minyak sawit kasar yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.15. sedangkan berdasarkan syarat mutu SNI 01-2901-1992
tentang minyak kelapa sawit kadar air maksimum 0.45. Dengan demikian,
bahan baku minyak sawit kasar yang digunakan dalam penelitian dapat dikategorikan bermutu baik sesuai dengan syarat mutu SNI 01-2901-1992
tentang minyak kelapa sawit.
4. Total Karoten
Total karoten minyak sawit kasar yang diperoleh pada penelitian ini adalah 614 ppm. Sedangkan menurut Choo et al., 1989 total karoten pada minyak
sawit kasar sebesar 500-700 ppm. Dengan demikian, bahan baku minyak sawit kasar yang digunakan dalam penelitian dapat dikategorikan bermutu
baik. B. PROSES PEMBUATAN MINYAK SAWIT MERAH DENGAN
METODE FRAKSINASI Minyak sawit kasar berbentuk semipadat pada suhu 25
o
C. Minyak sawit yang disimpan di tempat dingin pada suhu 5-7
o
C dapat terpisah menjadi fraksi padat stearin dan fraksi cair olein. Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan fraksi
stearin dan olein berdasarkan titik beku kedua fraksi tersebut. Proses ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama proses kristalisasi dengan cara
mengatur suhu dan tahap kedua yaitu pemisahan fraksi cair dan padat Hamilton, 1995.
Proses pembuatan minyak sawit merah diawali dengan tahap netralisasi minyak sawit kasar. Menurut Ketaren 2005 netralisasi adalah proses untuk
memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk
sabun. Pada penelitian kali ini proses netralisasi menggunakan kaustik soda NaOH. Hal ini dikarenakan penggunaan NaOH lebih efisien dan lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu, penggunaan kaustik soda dapat membantu dalam mengurangi kotoran yang berupa getah dan lendir
dalam minyak Ketaren, 2005. Proses netralisasi menurunkan kadar asam lemak bebas pada bahan baku minyak sawit kasar menjadi 0.36.
Tahapan berikutnya dalam pembuatan minyak sawit merah adalah proses fraksinasi. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat dengan suhu 30
o
C, dan 20
o
C selama masing-masing 24 jam. Pada saat penurunan suhu, fraksi stearin yang
memiliki titik leleh tinggi 48-50
o
C lebih mudah membeku, sedangkan fraksi
olein yang memiliki titik leleh rendah 18-20
o
C tetap berbentuk cair dan sebagian besar karotenoid yang larut minyak ikut terlarut ke dalam fraksi olein Gusntone
dan Padley, 1997. Fraksinasi dengan perbedaan suhu ini akan meningkatkan konsentrasi karoten minyak sawit. Total karoten minyak sawit setelah mengalami
proses fraksinasi bertingkat mengalami peningkatan menjadi 627 ppm. Sebelum proses fraksinasi total karoten pada bahan baku minyak sawit kasar sebesar 614
ppm. Minyak sawit merah hasil fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 . Minyak sawit merah hasil fraksinasi
Menurut Stevenson et al., 1993 fraksinasi yang dilakukan pada suhu rendah akan menyebabkan gliserida yang memiliki asam-asam lemak jenuh tidak
mempunyai ikatan rangkap membentuk Kristal. Selama fraksinasi, gliserida yang mempunyai titik leleh tinggi dapat dikristalisasi karena pada suhu rendah di
bawah titik lelehnya gliserida tersebut akan segera mengendap. Kristal yang terbentuk mempunyai titik leleh tinggi sedangkan fraksi cairnya memiliki titik
leleh lebih rendah. Menurut Winarno 1991 proses fraksinasi terjadi karena adanya
mekanisme dimana lemak didinginkan sehingga menyebabkan hilangnya panas dan memperlambat gerakan molekul. Jarak antara molekul menjadi lebih kecil dan
akan timbul gaya tarik-menarik antara molekul yang disebut gaya van der Waals. Akibat adanya gaya ini radikal-radikal asam lemak saling bertumpuk membentuk
kristal yang spesifik tergantung asam lemaknya dan terjadilah pemisahan. Tahap- tahap pembentukan kristal meliputi penjenuhan, pembentukan inti, dan
pertumbuhan kristal. Bentuk kristal lemak dapat diidentifikasi menjadi tiga bentuk yaitu triklik parallel, ’ ortorombik, dan
α heksagonal. Bentuk α yang tidak stabil akan berubah menjadi ’ yang lebih stabil dan beberapa saat kemudian
berubah menjadi bentuk yang lebih stabil. Karakteristik minyak sawit merah
dibandingkan minyak sawit kasar dari PT Sinar Meadow Internasional dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik minyak sawit merah dibandingkan minyak sawit kasar
Karakteristik Satuan Minyak
Sawit Merah
Minyak Sawit Kasar
Warna -
Merah Kuning jingga-
jingga kemerahan ALB palmitat
0.36 3.84
Kadar air bb 0.12
0.15 Total Karoten
ppm 627
614 Tahapan berikutnya adalah pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit
merah. Proses pembuatan mikroenkapsulat tidak terlepas dari proses pembentukan emulsi terlebih dahulu. Pembentukan emulsi menggunakan
campuran minyak sawit merah, air dan bahan penyalut maltodekstrin, gelatin, CMC dengan proporsi masing-masing. Air yang ditambahkan sebanyak
77.78, sedangkan minyak dan bahan penyalut ditentukan berdasarkan penetapan proporsi masing-masing bahan.
Masing-masing bahan penyalut dicampur dan ditambahkan air kemudian dipanaskan hingga semua bahan meleleh dan bercampur. Pemanasan bertujuan
untuk membuka semua molekul-molekul bahan penyalut agar dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pemanasan dilakukan sampai semua bahan meleleh.
Proses ini akan membentuk suspensi bahan penyalut didalam air. Suspensi inilah yang akan menjadi dinding pelapis shell mikroenkapsulat. Proses
selanjutnya yaitu penurunan suhu hingga 45
o
C dan dilanjutkan dengan proses homogenisasi dengan menggunakan Homogenizer. Tahap pertama
menggunakan kecepatan 11000 rpm selama 1 menit untuk menghomogenasi larutan bahan penyalut agar bercampur secara merata, selajutnya dilakukan
homogenasi tahap kedua dengan kecepatan 12000 rpm setelah penambahan minyak sawit merah sedikit demi sedikit dan terus dihomogenasi selama 3 menit
agar terbentuk emulsi antara minyak sawit dengan larutan bahan penyalut. Homogenisasi adalah suatu proses yang berfungsi untuk memperkecil
ukuran globula. Ukuran globula mempunyai hubungan dengan stabilitas emulsi. Semakin kecil ukuran globula semakin stabil emulsi yang terbentuk. Proses
homogenisasi dapat mencegah atau mengurangi kecenderungan lemak untuk bergabung kembali, karena ukuran globula lemak menjadi lebih kecil.
Penambahan kecepatan homogenasi bertujuan untuk memperkecil ukuran globula minyak agar globula minyak dapat terselubungi dilapisi oleh larutan
bahan penyalut. Selain proses homogenasi dibutuhkan juga peranan bahan penyalut yang dapat berfungsi sebagai pengemulsi dan penstabil emulsi. Gelatin
dan CMC dapat bertindak sebagai pengemulsi dan penstabil emulsi. Selanjutnya, emulsi minyak sawit yang telah dibentuk menjadi lapisan
tipis pada plat kaca kemudian dikeringkan pada tray dryer dengan suhu 50
o
C. Pengeringan dilakukan selama 16 jam. Plat kaca yang digunakan dibuat
berukuran 20 x 20 cm dengan ketebalan 2 mm. Gambar 7 menunjukkan pengeringan emulsi dengan thin layer drying.
a b c
Gambar 7. Tahapan mikroenkapsulasi dengan Thin LayerDring a emulsi; b
pembentukan lapisan dan pengeringan; c mikroenkapsulat Pembuatan mikroenkapsulat dilakukan dengan metode pengeringan lapis
tipis menggunakan tray dryer dan memakan waktu 17 jam hingga mikroenkapsulat kering. Proses ini menyebabkan penurunan jumlah karoten
pada mikroenkapsulat. Total karoten pada minyak sawit hasil fraksinasi adalah sebesar 627 ppm, namun total karoten pada mikroenkapsulat adalah sebesar 340
ppm.
Penurunan karotenoid ini disebabkan sifat dari pigmen karotenoid labil terhadap panas. Panas akan mendekomposisi karoten dan mengakibatkan
perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60ºC tidak mengakibatkan dekomposisi karoten tetapi dapat terjadi perubahan stereisomer
dari trans menjadi cis yang aktivitasnya lebih rendah Klaui dan Bauernfeind 1981. Berdasarkan hal tersebut lamanya waktu interaksi dengan panas juga
mempengaruhi jumlah karoten yang terdegradasi. Semakin tinggi suhu atau semakin lama pemanasan mengakibatkan degradasi -karoten semakin banyak.
C. STABILITAS MIKROENKAPSULAT MINYAK SAWIT MERAH SELAMA PENYIMPANAN PADA RH 93