37
3.6.1 Analisis Deskriptif
Metode analisis data yang digunakan adalah statistic desktiptif yaitu suatu teknik analisis data yang berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai
karakteristik data, seperti berapa rata-ratanya, seberapa jauh data-data bervariasi dan sebagainya Singgih, 2003:1.
3.6.2 Regresi linear Berganda
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Regresi berganda berguna untuk meramalkan pengaruh dua
variabel prediktor atau lebih terhadap satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara dua buah variabel
bebas X atau lebih dengan sebuah variabel terikat Y Usman, 2003: 241. Regresi linear berganda ingin menguji pengaruh dua atau lebih variabel
independen terhadap satu variabel dependen Ghozali, 2009:13. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh rasio
rentabilitas yang terinci dalam ROA, dan BOPO serta rasio likuiditas yang terinci dalam LDR terhadap CAR pada perusahaan perbankan periode tahun 2009-2011.
Formulasi persamaan regresi berganda sendiri adalah sebagai berikut:
Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ e
Universitas Sumatera Utara
38
Dimana: Y
: Capital Adequacy Ratio CAR a
: Bilangan Konstanta b
1
-b
3
: Koefisien Regresi dari masing-masing variabel independen X
1
: Return On Assets ROA X
2
: Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO X
3
: Loan to Deposit Ratio LDR e
:Variabel Residual
3.6.2.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi benar- benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif. Ada empat
pengujian dalam uji asumsi klasik, yaitu: a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau
tidak. Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal Erlina,
2007:103. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data titik pada
sumbu diagonal dari grafik pada Normal P- Plot of Regression Standardized atau dengan melihat histogram dari residualnya, dimana:
Universitas Sumatera Utara
39
a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal regresi
memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati. Secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh
sebab itu disamping uji grafik sebaiknya dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas adalah uji statistik
Kolmogorov-Smirnov, kriteria pengujian normalitas data dengan melihat nilai signifikan data. Dengan menggunakan alfa 5, data dikatakan normal jika angka
signifikansi 0.05 Imam Ghozali, 2009.
b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
mempunyai korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinearitas adalah
situasi adanya korelasi variabel – variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini disebut variabel – variabel bebas ini tidak ortogonal.
Variabel – variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol.
Universitas Sumatera Utara
40
Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah:
a. Koefisien – koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga.
Menurut Ghozali 2005:91, untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
1. nilai R
2
yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel – variabel independennya banyak
yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen, 2. menganalisis matrik korelasi variabel – variabel independen. Jika antar
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya diatas 0.90, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya
korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek
kombinasi dua atau lebih variabel independen,
3. multikolinearitas dapat juga dilhat dari a nilai tolerance dan lawannya bvariance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi
variabel dependen terikat dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF=1Tolerance. Nilai
cutoff yang umum dipakai untuk menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinearitas : 1 Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai
korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel independen lainnya untuk membantu prediksi,
2 Menggabungkan data cross section dan time series pooling data 3 Menambah data penelitian.
Universitas Sumatera Utara
41
c. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi hubungan yang terjadi di antara anggota-
anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu atau tersusun dalam rangkaian ruang Ghozali, 2004. Uji Autokorelasi bertujuan
untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-
1
sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terjadi problem autokorelasi Ghozali, 2009:79. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-
Watson DW-test. Uji ini digunakan untuk autokorelasi tingkat satu first order autocorrelation dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model
regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dalam uji Durbin-Watson test adalah sebagai
berikut Ghozali, 2009:80. 1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound du dan 4-du,
maka koefisien korelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound dl,
maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar daripada 4-dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
4. Bila nilai DW terletak diantara batas atas du dan batas bawah dl atau DW terletak antara 4-du dan 4-dl maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan.
Universitas Sumatera Utara
42
Menurut Makridakis 1983 untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson DW dengan ketentuan
sebagai berikut Wahid Sulaiman, 2004: 89: a. 1,65 DW 2,35 berarti tidak terjadi autokorelasi
b. 1,21 DW 1,65 atau 2,35 DW 2,79 berarti tidak dapat disimpulkan c. DW 1,21 atau DW 2,79 berarti terjadi autokorelasi
d. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas Erlina, 2007:108. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat
diketahui dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat ZPRED dengan residualnya SRESID. Menurut
Husein Umar 2011:181 sumbu X adalah data X yang telah diprediksi dan sumbu Y adalah residual Y prediksi - Y sesungguhnya yang telah di-studentdized.
Dasar analisis dari uji heteroskedastis melalui grafik plot adalah sebagai berikut Imam Ghozali, 2009: 37:
1 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
43
2 Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y secara acak, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
3.6.2.2 Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis dilakukan dengan cara uji signifikansi pengaruh nyata variabel independen Xi terhadap variabel dependen Y baik
secara parsial, dilakukan dengan menggunakan uji statistik t t-test, dan untuk melihat kelayakan model dilakukan dengan uji statistik F F-test, pada level 5
α = 0,05. 1. Uji Simultan Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-
samasimultan terhadap variabel dependen Imam Ghozali, 2009:16. Uji ini digunakan untuk menguji kelayakan model goodness of fit. Tingkat signifikansi
yang digunakan sebesar 5 dengan derajat kebebasan df = n-k-1, dimana n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel.
Kriteria uji : Jika f hitung f tabel maka H0 ditolak
Jika f hitung f tabel maka H0 diterima. Adapun hipotesisnya adalah :
H0 = b1, b2, b3 = 0
Universitas Sumatera Utara
44
Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen.
H1 = b1, b2, b3 ≠ 0
Artinya terdapat pengaruh secara bersama-sama antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Untuk menguji dominasi variabel independen Xi terhadap variabel dependen Y dilakukan dengan melihat pada koefisien beta. Pengambilan
keputusan uji hipotesis secara simultan juga didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program SPSS Statistik
Parametrik sebagai berikut: a. Jika signifikansi 0,05 maka H0 diterima.
b. Jika signifikansi 0,05 maka H0 ditolak. Jika tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau 5 maka hipotesis yang
diajukan diterima atau dikatakan signifikan H
a
diterima dan H ditolak, artinya
secara simultan variabel bebas X
1
sd X
3
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Y = hipotesis diterima.
Jika tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 atau 5 maka hipotesis yang diajukan ditolak atau dikatakan tidak signifikan H
a
ditolak dan H diterima,
artinya secara simultan variabel bebas X
1
sd X
3
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Y = hipotesis ditolak.
Universitas Sumatera Utara
45
2. Uji Parsial Uji Statistik t Uji statistik ”t” atau uji signifikan parameter individual atau uji parsial
yaitu untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelasindependen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen Ghozali, 2005 : 84. Untuk mengetahui nilai t statistik tabel ditentukan tingkat signifikansi 5 dengan derajat kebebasan yaitu df = n-k-1, dimana n =
jumlah observasi dan k = jumlah variabel. Adapun hipotesisnya yaitu :
H0 = b1, b2, b3 = 0 Yang artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen. H1 = b1, b2, b3
≠ 0 Yang artinya terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel
dependen terhadap variabel independen. Kriteria uji :
Jika t hitung t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima atau dikatakan signifikan, artinya secara parsial variabel bebas Xi berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen Y = hipotesis diterima. Jika t hitung t
tabel α, n - k, maka H diterima dan H
a
ditolak maka dikatakan tidak signifikan, artinya secara parsial variabel bebas Xi
berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel dependen Y = hipotesis ditolak.
Universitas Sumatera Utara
46
Pada uji t, nilai probabilitas dapat dilihat pada hasil pengolahan dari program SPSS pada tabel coefficients kolom sig atau significance.
Pengambilan keputusan uji hipotesis secara parsial juga didasarkan pada nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data melalui program
SPSS Statistik Parametrik dalam Singgih, 2004:168 sebagai berikut: a. Jika signifikansi 0,05 maka H
diterima. b. Jika signifikansi 0,05 maka H
ditolak. Jika tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau 5 maka hipotesis yang
diajukan diterima atau dikatakan signifikan H
a
diterima dan H ditolak, artinya
secara parsial variabel bebas X
1
sd X
3
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Y = hipotesis diterima, sementara jika tingkat signifikansi lebih besar
dari 0,05 atau 5 maka hipotesis yang diajukan ditolak atau dikatakan tidak signifikan H
1
ditolak dan H diterima, artinya secara parsial variabel bebas X
1
sd X
3
tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen Y = hipotesis ditolak.
3. Koefisien Determinasi R
2
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R
2
terletak antara 0 sampai dengan 1 0
≤ R
2
≤ 1. Tujuan menghitung koefisien determinasi adalah untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika dalam
proses mendapatkan nilai R
2
yang tinggi adalah baik, tetapi jika nilai R
2
rendah tidak berarti model regresi jelek Ghozali, 2009:15.
Universitas Sumatera Utara
47
Perhitungan nilai koefisien deteminasi ini diformulasikan sebagai berikut:
R
2
= ESS
TSS
R
2
= Koefisien determinasi majemuk multiple coeficient of determinant, yaitu proporsi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas
secara bersama-sama. ESS = Explained sum of squares, atau jumlah kuadrat yang dijelaskan atau
variabel nilai variabel terikat yang ditaksir di sekitar rata-ratanya. TSS = Total sum of squares, atau total variabel nilai variabel terikat sebenarnya
di sekitar rata-rata sampelnya.
Bila R
2
mendekati 1 100, maka hasil perhitungan menunjukkan bahwa makin baik atau makin tepat garis regresi yang diperoleh. Sebaliknya jika nilai R
2
mendekati 0 maka menunjukkan semakin tidak tepatnya garis regresi untuk mengukur data observasi.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap
tambahan satu variabel independen, maka R
2
pasti meningkat tidak peduli variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh
karena itu dianjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R
2
pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti R
2
, nilai adjusted R
2
dapat naik atau turun apabila satu variabel independen di tambahkan ke dalam model.
Imam Ghozali, 2009 : 15.
Universitas Sumatera Utara
48
3.7. Jadwal Penelitian
Tabel 3.3 Jadwal penelitian
Tahapan Penelitian
Mar 2013
Apr 2013
Mei 2013
Juni 2013
Pengajuan Judul Pengumpulan Data
Penulisan Laporan Penyelesaian
Laporan
Universitas Sumatera Utara
49
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Data Penelitian
Objek dan populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang beroperasi di indonesia sebanyak 17 bank. Penelitian ini akan menganalisis
pengaruh rasio rentabilitas yang terinci dalam Return On Assets ROA dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operaional BOPO, serta rasio likuiditas yang
terinci dalam Loan to Deposit Ratio LDR terhadap Capital Adequacy Ratio CAR pada perusahaan Perbankan periode tahun 2009-2011.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Data yang digunakan merupakan data laporan
keuangan publikasi yang sudah diaudit selama periode 2009 – 20011.
4.1.2 Deskripsi Data Penelitian
Berikut ini memaparkan data mengenai tiap-tiap variabel yang diteliti selama periode pengamatan untuk dianalisis lebih lanjut.
1. Data Return on assets ROA sampel
Universitas Sumatera Utara
50
Tabel 4.1 Daftar
Return on Assets ROA Perusahaan Sampel No
Kode Nama Perusahaan
2009 2010
2011
1. BBNI
PT. Bank Negara Indonesia 1,51
2,21 2,49
2. BBCA
PT. Bank Central Asia 3,17
3,28 3,57
3. BNGA
PT. Bank CIMB Niaga 2,02
2,36 2,63
4. BMRI
PT. Bank Mandiri Persero 2,74
2,74 2,47
5. MEGA
PT. Bank Mega 1,61
2,02 1,84
6. MCOR
PT. Bank Windu Kentjana Internasional
0,82 0,87
0,75 7.
AGRO PT. Bank Agroniaga
0,15 0,63
1,29 8.
BBNP PT. Bank Nuantara Parahyangan
1,06 1,20
1,40 9.
BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia
Persero 3,21
3,69 3,99
10. BBTN PT. Bank Tabungan Negara
1,28 1,83
1,71 11. BNLI
PT. Bank Permata 1,37
1,68 1,54
12. BTPN PT. Bank Tabungan Pensiunan
Nasional 2,79
3,27 3,80
13. BVIC PT. Bank Victoria Internasional
0,85 1,28
1,78 14. MAYA
PT. Bank Mayapada internasional
0,78 1,05
1,78 15. PNBN
PT. Bank Pan Indonesia 1,81
1,74 2,19
16. BJBR PT. Bank Pembangunan Daerah
Jawa Barat dan Banten 3,08
2,81 2,42
17. BCIC PT. Bank Mutiara
3,27 2,02
1,85 Sumber Data: www.idx.com
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tiga tahun berturut- turut PT. Bank Rakyat Indonesia PerseroTbk menjadi bank yang memiliki
Return on Assets ROA terbesar, sedangkan PT. Bank Windu Kentjana Internasional Tbk memiliki Return on Assets ROA terkecil dengan perincian
sebagai berikut: • Pada tahun 2009, PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk memiliki
Return on Assets ROA terbesar yaitu 3,21 dan PT. Bank Windu
Universitas Sumatera Utara
51
Kentjana Internasional Tbk memiliki Return on Assets ROA terkecil yaitu 0,82.
• Pada tahun 2010, PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk memiliki Return on Assets ROA terbesar yaitu 3,69 dan PT. Bank Windu
Kentjana Internasional Tbk memiliki Return on Assets ROA terkecil yaitu 0,87.
• Pada tahun 2011, PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk memiliki Return on Assets ROA terbesar yaitu 3,99 dan PT. Bank Windu
Kentjana Internasional Tbk memiliki Return on Assets ROA terkecil yaitu 0,75.
2. Data Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO
Tabel 4.2 Daftar
Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO Perusahaan Sampel
No Kode
Nama Perusahaan 2009
2010 2011
1. BBNI
PT. Bank Negara Indonesia 78,20
95,27 78,83
2. BBCA
PT. Bank Central Asia 68,70
29,93 60,90
3. BNGA
PT. Bank CIMB Niaga 82,98
13,86 76,10
4. BMRI
PT. Bank Mandiri Persero 44,60
27,17 41,60
5. MEGA
PT. Bank Mega 85,91
23,27 81,84
6. MCOR
PT. Bank Windu Kentjana Internasional
55,37 29,39
40,08 7.
AGRO PT. Bank Agroniaga
21,70 21,72
39,23 8.
BBNP PT. Bank Nuantara Parahyangan
56,67 89,67
85,38 9.
BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia
Persero 77,64
25,71 66,69
10. BBTN PT. Bank Tabungan Negara
66,57 46,05
53,12 11. BNLI
PT. Bank Permata 26,07
10,62 14,69
12. BTPN PT. Bank Tabungan Pensiunan
26,85 22,05
16,88
Universitas Sumatera Utara
52
Nasional 13. BVIC
PT. Bank Victoria Internasional 13,64
98,82 37,20
14. MAYA PT. Bank Mayapada
internasional 23,28
15,62 37,70
15. PNBN PT. Bank Pan Indonesia
84,27 17,70
80,26 16. BJBR
PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
53,80 57,29
84,35 17. BCIC
PT. Bank Mutiara 12,05
33,31 50,61
Sumber Data: www.idx.com Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tiga tahun berturut-
turut PT. Bank Negara Indonesia Tbk menjadi bank yang memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terbesar, sedangkan PT.
Bank Permata Tbk memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terkecil dengan perincian sebagai berikut:
• Pada tahun 2009, PT. Bank Negara Indonesia Tbk memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terbesar yaitu
78,20 dan PT. Bank Permata Tbk memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terkecil yaitu 26,07.
• Pada tahun 2010, PT. Bank Negara Indonesia Tbk memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terbesar yaitu
95,27 dan PT. Bank Permata Tbk memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terkecil yaitu 10,62.
• Pada tahun 2011, PT. Bank Negara Indonesia Tbk memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terbesar yaitu
78,83 dan PT. Bank Permata Tbk memiliki Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional BOPO terkecil yaitu 14,69.
Universitas Sumatera Utara
53
1. Data Loan to Deposit Ratio LDR sampel
Tabel 4.3 Daftar
Loan to Deposit Ratio LDR Perusahaan Sampel No
Kode Nama Perusahaan
2009 2010
2011
1. BBNI
PT. Bank Negara Indonesia 63,84
70,90 70,70
2. BBCA
PT. Bank Central Asia 50,54
55,46 62,53
3. BNGA
PT. Bank CIMB Niaga 96,04
87,94 93,28
4. BMRI
PT. Bank Mandiri Persero 61,69
62,28 71,12
5. MEGA
PT. Bank Mega 55,94
56,11 63,91
6. MCOR
PT. Bank Windu Kentjana Internasional
64,43 80,14
79,59 7.
AGRO PT. Bank Agroniaga
77,62 77,90
65,90 8.
BBNP PT. Bank Nuantara Parahyangan
73,13 79,71
84,98 9.
BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia
Persero 80,30
79,71 71,12
10. BBTN PT. Bank Tabungan Negara
96,33 102,43 95,75
11. BNLI PT. Bank Permata
91.61 88,83
82,39 12. BTPN
PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional
83,47 90,05
84,23 13. BVIC
PT. Bank Victoria Internasional 40,36
39,78 62,73
14. MAYA PT. Bank Mayapada
internasional 83,80
78,38 80,33
15. PNBN PT. Bank Pan Indonesia
71,07 73,97
80,56 16. BJBR
PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
79,99 69,28
72,95 17. BCIC
PT. Bank Mutiara 57,51
56,50 81,88
Sumber Data: www.idx.com Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tiga tahun berturut-
turut PT. Bank Tabungan Negara Tbk menjadi bank yang memiliki Loan to Deposit Ratio LDR terbesar, sedangkan PT. Bank Victoria Internasional Tbk
memiliki Loan to Deposit Ratio LDR terkecil dengan perincian sebagai berikut: • Pada tahun 2009, PT. Bank Tabungan Negara Tbk memiliki Loan to
Deposit Ratio LDR terbesar yaitu 96,33 dan PT. Bank Victoria
Universitas Sumatera Utara
54
Internasional Tbk memiliki Loan to Deposit Ratio LDR terkecil yaitu 40,36.
• Pada tahun 2010, PT. Bank Tabungan Negara Tbk memiliki Loan to Deposit Ratio LDR terbesar yaitu 102,43 dan PT. Bank Victoria
Internasional Tbk memiliki Loan to Deposit Ratio LDR terkecil yaitu 39,78.
• Pada tahun 2011, PT. Bank Tabungan Negara Tbk memiliki Loan to Deposit Ratio LDR terbesar yaitu 95,75 dan PT. Bank Victoria
Internasional Tbk memiliki Loan to Deposit Ratio LDR terkecil yaitu 62,73.
2. Data Capital Adequacy Ratio CAR
Tabel 4.4 Daftar
Capital Adequay Ratio CAR Perusahaan Sampel
No Kode
Nama Perusahaan 2009
2010 2011
1. BBNI
PT. Bank Negara Indonesia 13,77
18,63 17,63
2. BBCA
PT. Bank Central Asia 15,33
13,50 12,75
3. BNGA
PT. Bank CIMB Niaga 13,61
13,27 13,09
4. BMRI
PT. Bank Mandiri Persero 12,48
13,36 15,13
5. MEGA
PT. Bank Mega 18,67
16,26 11,86
6. MCOR
PT. Bank Windu Kentjana Internasional
18,32 17,84
12,27 7.
AGRO PT. Bank Agroniaga
19,68 14,95
16,39 8.
BBNP PT. Bank Nuantara Parahyangan
12,56 12,76
13,45 9.
BBRI PT. Bank Rakyat Indonesia
Persero 13,20
13,67 14,96
10. BBTN PT. Bank Tabungan Negara
21,54 16,74
15,03 11. BNLI
PT. Bank Permata 27,24
23,40 20,47
12. BTPN PT. Bank Tabungan Pensiunan
18,50 23,80
19,89
Universitas Sumatera Utara
55
Nasional 13. BVIC
PT. Bank Victoria Internasional 16,86
10,80 14,86
14. MAYA PT. Bank Mayapada
internasional 18,01
22,61 16,14
15. PNBN PT. Bank Pan Indonesia
15,63 24,22
22,97 16. BJBR
PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten
20,20 27,16
22,83 17. BCIC
PT. Bank Mutiara 10,35
19,06 12,73
Sumber Data: www.idx.com Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tiga tahun berturut-
turut PT. Bank Permata Tbk menjadi bank yang memiliki Capital Adequacy Ratio CAR terbesar, sedangkan PT. Bank Nuantara Parahyangan Tbk memiliki Loan
to Deposit Ratio LDR terkecil dengan perincian sebagai berikut: • Pada tahun 2009, PT. Bank Permata Tbk memiliki Capital Adequacy Ratio
CAR terbesar yaitu 27,24 dan PT. Bank Nuantara Parahyangan Tbk memiliki Capital Adequacy Ratio CAR terkecil yaitu 12,56.
• Pada tahun 2010, PT. Bank Permata Tbk memiliki Capital Adequacy Ratio CAR terbesar yaitu 23,40 dan PT. Bank Nuantara Parahyangan Tbk
memiliki Capital Adequacy Ratio CAR terkecil yaitu 12,76. • Pada tahun 2011, PT. Bank Permata Tbk memiliki Capital Adequacy Ratio
CAR terbesar yaitu 20,47 dan PT. Bank Nuantara Parahyangan Tbk memiliki Capital Adequacy Ratio CAR terkecil yaitu 13,45.
4.1.3 Statistik Deskriptif