Uji Asumsi Klasik Regresi linear Berganda

38 Dimana: Y : Capital Adequacy Ratio CAR a : Bilangan Konstanta b 1 -b 3 : Koefisien Regresi dari masing-masing variabel independen X 1 : Return On Assets ROA X 2 : Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO X 3 : Loan to Deposit Ratio LDR e :Variabel Residual

3.6.2.1 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi benar- benar menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif. Ada empat pengujian dalam uji asumsi klasik, yaitu: a. Uji Normalitas Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal Erlina, 2007:103. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik pada Normal P- Plot of Regression Standardized atau dengan melihat histogram dari residualnya, dimana: Universitas Sumatera Utara 39 a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati. Secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu disamping uji grafik sebaiknya dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov, kriteria pengujian normalitas data dengan melihat nilai signifikan data. Dengan menggunakan alfa 5, data dikatakan normal jika angka signifikansi 0.05 Imam Ghozali, 2009. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi mempunyai korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel – variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini disebut variabel – variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel – variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Universitas Sumatera Utara 40 Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah: a. Koefisien – koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Menurut Ghozali 2005:91, untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut: 1. nilai R 2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel – variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen, 2. menganalisis matrik korelasi variabel – variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya diatas 0.90, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen, 3. multikolinearitas dapat juga dilhat dari a nilai tolerance dan lawannya bvariance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen terikat dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF=1Tolerance. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinearitas : 1 Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel independen lainnya untuk membantu prediksi, 2 Menggabungkan data cross section dan time series pooling data 3 Menambah data penelitian. Universitas Sumatera Utara 41 c. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi hubungan yang terjadi di antara anggota- anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu atau tersusun dalam rangkaian ruang Ghozali, 2004. Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t- 1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terjadi problem autokorelasi Ghozali, 2009:79. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin- Watson DW-test. Uji ini digunakan untuk autokorelasi tingkat satu first order autocorrelation dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dalam uji Durbin-Watson test adalah sebagai berikut Ghozali, 2009:80. 1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound du dan 4-du, maka koefisien korelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi. 2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada autokorelasi positif. 3. Bila nilai DW lebih besar daripada 4-dl, maka koefisien autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif. 4. Bila nilai DW terletak diantara batas atas du dan batas bawah dl atau DW terletak antara 4-du dan 4-dl maka hasilnya tidak dapat disimpulkan. Universitas Sumatera Utara 42 Menurut Makridakis 1983 untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson DW dengan ketentuan sebagai berikut Wahid Sulaiman, 2004: 89: a. 1,65 DW 2,35 berarti tidak terjadi autokorelasi b. 1,21 DW 1,65 atau 2,35 DW 2,79 berarti tidak dapat disimpulkan c. DW 1,21 atau DW 2,79 berarti terjadi autokorelasi d. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas Erlina, 2007:108. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat ZPRED dengan residualnya SRESID. Menurut Husein Umar 2011:181 sumbu X adalah data X yang telah diprediksi dan sumbu Y adalah residual Y prediksi - Y sesungguhnya yang telah di-studentdized. Dasar analisis dari uji heteroskedastis melalui grafik plot adalah sebagai berikut Imam Ghozali, 2009: 37: 1 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Universitas Sumatera Utara 43 2 Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y secara acak, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

3.6.2.2 Pengujian Hipotesis

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitabilitas, Capital Adequacy Ratio, Dan Leverage Terhadap Opini Audit Going-Concern Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

2 77 80

Pengaruh Loan To Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, Earning Per Share, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Dividend Payout Ratiopada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

12 54 89

Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional terhadap Return on Asset Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011

3 85 86

Pengaruh Non Perorming Loan, Loan To Deposit Ratio, Dan Net Interest Margin Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri Pada Industri Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2013

0 42 104

Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Loan to Deposit Ratio, Capital Adequancy Ratio, dan Operational Eficiency Terhadap Pertumbuhan Tingkat Laba Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI untuk Periode 2009-2011

3 122 107

Pengaruh LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan) ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) Terhadap Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank Yang Terdaftar Di BEI

5 73 103

Pengaruh LDR CAR NPL BOPO ROA DAN DPK Te

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Penelitian Terdahulu - Pengaruh Rentabilitas (ROA, BOPO) dan Likuiditas (LDR) Terhadap Capital Adequacy Ratio (ROA) Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI (2009-2011)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Rentabilitas (ROA, BOPO) dan Likuiditas (LDR) Terhadap Capital Adequacy Ratio (ROA) Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI (2009-2011)

0 0 7

Pengaruh Rentabilitas (ROA, BOPO) dan Likuiditas (LDR) Terhadap Capital Adequacy Ratio (ROA) Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI (2009-2011)

0 0 11