8
Gel yang berbentuk fine-stranded memiliki penampakan gel yang transparan. Gel tipe ini terbentuk saat kondisi pH diatas atau dibawah pI dan saat kekuatan ioniknya rendah. Gel yang
terbentuk saat pH diatas maupun dibawah pI memiliki karakteristik fisik yang berbeda. Gel yang terbentuk pada pH yang rendah memiliki karakteristik fisik yang lemah dan rapuh, sedangkan gel
yang terbentuk pada pH yang tinggi memiliki karakter fisik yang kuat dan elastis. Tipe gel yang kedua yaitu particulate yang memiliki penampakan buram. Gel berbentuk particulate terbentuk saat
minimumnya gaya tolak menolak seperti saat pH mendekati pI atau saat kekuatan ioniknya tinggi. Gel ini memiliki ukuran partikel yang besar dan WHC yang rendah sehingga teksturnya lebih kuat
dibandingkan gel fine-stranded yang terbentuk pada pH tinggi, Sifat gelasi protein kedelai sering dihubungkan dengan keberadaan protein 7S dan 11S yang
merupakan penyusun utama protein globulin kedelai. Kandungan protein 11S dan rasio 11S7S dilaporkan memberikan korelasi positif terhadap kekerasan gel dari protein kedelai Mujoo et al.
2003. Nakamura et al. 1984 yang dikutip oleh Yoshida et al. 1992 melaporkan bahwa kekerasan gel dari globulin 11S berbeda-beda antara varietas yang berbeda pada konsentrasi globulin yang sama.
Mereka juga menunjukkan bahwa kekerasan gel meningkat sebanding dengan kandungan dari suatu subunit asam yang berberat molekul tinggi dalam total globulin 11S.
Telah diketahui bahwa fraksi dengan berat molekul yang tinggi dalam suatu polimer akan membentuk gel dengan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan fraksi dengan berat molekul yang
lebih rendah Watase dan Nishinari 1983 yang dikutip oleh Yoshida et al. 1992. Menurut Corredig 2006, gel yang diperoleh dari isolasi glisinin 11S memberikan karakter
gel yang lebih keras dibandingkan gel yang diperoleh dari -konglisinin 7S, dan struktur jaringan yang terbentuk memiliki perbedaan antar keduanya, tergantung dari komposisi protein. Blazek 2008
melaporkan bahwa rasio 11S7S mempengaruhi karakter kekerasan dan elastisitas gel. Glisinin berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan -konglisinin
memberikan pengaruh terhadap elastisitas gel yang dihasilkan.
Gel dari globulin 11S yang dibuat dengan penambahan koagulan CaSO
4
lebih keras dibandingkan gel dari globulin 7S. Fenomena tersebut berhubungan dengan kandungan ikatan
disulfida yang lebih banyak pada globulin 11S. Hal serupa terjadi pada gel yang dibuat dengan penambahan koagulan
Glucono δ Lactone GDL Hashizume et al. 1975 yang dikutip oleh Kohyama dan Nishinari 1993.
2. Koagulasi Protein
Koagulasi didefinisikan sebagai interaksi acak molekul-molekul protein yang menyebabkan pembentukan agregat-agregat protein baik bersifat larut ataupun tidak larut Meng et al. 2002.
Koagulasi dapat terjadi melalui penambahan bahan penggumpal protein koagulan. Koagulasi susu kedelai merupakan langkah yang paling penting dalam proses pembuatan curd
sekaligus menjadi tahapan paling sulit untuk dikendalikan karena merupakan hasil interaksi yang kompleks dari berbagai variabel Prabhakaran et al. 2006; Blazek 2008. Penggunaan jenis maupun
konsentrasi koagulan yang berbeda akan mempengaruhi rendemen, sifat tekstur dan flavor curd yang berbeda pula Blazek 2008; Mujoo 2003. Menurut Obatolu 2007, proses koagulasi susu kedelai
dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara jenis kedelai, suhu pemasakan susu kedelai, volume, kandungan padatan, pH, jenis dan jumlah koagulan serta waktu koagulasi.
Menurut Blazek 2008, kurangnya jumlah koagulan yang digunakan untuk koagulasi akan menyebabkan pengendapan protein menjadi tidak sempurna serta menyulitkan proses pemisahan whey
dan curd. Jumlah koagulan yang kurang juga akan menghasilkan pembentukan struktur matriks curd yang renggang karena tidak sempurnanya pengendapan, akibatnya curd yang terbentuk terlalu lunak
9
Obatolu 2007. Sebaliknya, kelebihan jumlah koagulan akan membuat tekstur curd kedelai menjadi keras dan mengurangi palatabilitas.
Perbedaan jenis koagulan yang digunakan akan menghasilkan perbedaan kandungan air di dalam curd. Hal ini disebabkan karena pembentukan struktur jaringan gel oleh koagulan dipengaruhi
oleh perbedaan kekuatan anion dan kation terhadap kemampuan pengikatan air WHC dalam gel protein kedelai. Oleh karena itu, konsentrasi koagulan dan jenis anion ini mempengaruhi kekerasan
curd yang dihasilkan Prabhakaran 2006. Rendemen pembentukan curd juga dipengaruhi oleh penggunaan koagulan. Semakin lambat
kemampuan koagulan dalam mengkoagulasi susu akan memberikan rendemen curd yang lebih baik karena agregat protein akan memerangkap air lebih banyak di dalam curd. Sebaliknya, koagulan yang
mengkoagulasikan protein lebih cepat, kurang memerangkap air sehingga curd yang dihasilkan lebih sedikit Obatolu 2007. Peningkatan temperatur koagulasi dan kecepatan pengadukan sesaat setelah
penambahan koagulan juga akan menurunkan rendemen curd dan mempengaruhi kekerasan curd yang terbentuk Blazek 2008.
Menurut Shurtleff dan Aoyagi 1984, bahan penggumpal protein kedelai dalam pembuatan tahu dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu : 1 golongan garam klorida atau nigari;
2 golongan garam sulfat; 3 golongan lakton; dan 4 golongan asam. Beberapa contoh koagulan penggumpal protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Beberapa golongan bahan penggumpal koagulan protein kedelai
Golongan Contoh yang umum dipakai
Garam klorida nigari MgCl
2
.6H
2
O, air laut, CaCl
2
, CaCl
2
.2H
2
O Garam sulfat
CaSO
4
. 2H
2
O, MgSO
4
.7H
2
O Lakton
C
6
H
10
O
6
glukono- δ-lakton
Asam Asam laktat, asam asetat, sari buah jeruk
Sumber : Shurtleff dan Aoyagi 1984
Nigari alami diekstrak dari air laut dengan menghilangkan sebagian besar garam NaCl dan air. Koagulan jenis ini mengandung komponen mineral air laut alami terutama magnesium klorida.
Penggunaan koagulan jenis nigari membutuhkan waktu pembuatan tahu yang cukup lama karena koagulan jenis ini harus ditambahkan sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan, akibatnya dibutuhkan
teknik yang baik dalam pembuatan tahu. Selain itu, penggunaan koagulan nigari akan menghasilkan tahu dengan tekstur yang cenderung kurang lembut Shurtleff dan Aoyagi, 1984.
Garam sulfat merupakan golongan koagulan yang paling banyak digunakan dalam pembuatan curd protein kedelai Shurtleff dan Aoyagi, 1979. Koagulan ini akan terdispersi perlahan di dalam
susu kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat Shurtleff dan Aoyogi, 1984. Koagulan sulfat mengkoagulasi protein kedelai dengan cara membentuk jembatan antar molekul
protein dan meningkatkan ikatan silang polimer sehingga terjadi agregasi protein Obatolu, 2007. Pemakaian GDL sebagai koagulan akan menurunkan pH susu kedelai dan menyebabkan agregasi dari
protein terdenaturasi dengan meningkatkan sifat hidrofobik dan ketidaklarutan Kohyama dan Nishinari, 1993. Ilustrasi mekanisme gelasi dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL dapat dilihat
pada Gambar 6
.
Pengendapan menggunakan koagulan asam akan menurunkan pH sistem dan memungkinkan agregasi protein terjadi Obatolu, 2007. Melalui proses pemanasan susu kedelai, sebagai prasyarat
terbentuknya gel, struktur molekul protein kedelai akan terbuka unfold, akibatnya ikatan hidrogen -SH, ikatan disulfida S-S, dan sisi rantai asam amino hidrofobik akan terekspos. Selanjutnya,
10
dengan penambahan koagulan, misalnya koagulan asam, muatan negatif molekul protein akan berkurang akibat protonasi COO
-
pada residu asam amino. Sebagai akibatnya, molekul-molekul protein akan cenderung saling mendekat karena memiliki muatan yang sama. Keadaan ini membuat
ikatan hidrogen -SH, ikatan disulfida S-S serta interaksi hidrofobik terjadi secara intermolekul. Reaksi ini memfasilitasi terjadinya agregasi protein membentuk struktur jaringan tiga dimensi gel
curd Liu et al 2004.
Gambar 6. Mekanisme gelasi protein dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL
Kohyama et al., 1995 Bahan penggumpal lainnya yang biasa digunakan dalam pembuatan tahu secara tradisional
adalah whey tahu. Whey tahu ini merupakan hasil pengepresan yang didiamkan semalam pada suhu kamar. Whey tersebut akan mengalami fermentasi oleh bakteri asam laktat yang dapat
menggumpalkan protein kedelai menjadi tahu Subardjo et al 1987. Glucono δ Lactone GDL adalah ester siklik netral asam glukonat yang berbentuk serbuk
kristal putih. Asam glukonat diproduksi oleh fermentasi aerobik dari sumber karbohidrat. Setelah fermentasi, asam glukonat dimurnikan dan mengkristal menjadi GDL. Struktur GDL dapat dilihat
pada Gambar 7.
Gambar 7 . Struktur Glucono δ Lactone D-Gluconic acid δ lactone
Saat dilarutkan, GDL dapat larut dengan cepat dan terhidrolisis menjadi asam glukonat. Gugus karbonil pada asam glukonat yang terbentuk cenderung tidak stabil dan membentuk COO
-
dan H
+
, adanya H
+
ini lah yang menyebabkan penurunan pH lingkungan. Skema hidrolisis GDL menjadi asam glukonat dapat dilihat pada Gambar 8.
α δ
11
Gambar 8. Skema hidrolisis GDL menjadi asam glukonat
Proses hidrolisis GDL menjadi asam glukonat dapat dipercepat dengan meningkatkan suhu. Grafik perubahan pH terhadap waktu akibat pengaruh konsentrasi GDL dan suhu dapat dilihat pada
Gambar 9 dan 10.
Gambar 9. Grafik perubahan pH terhadap waktu pada konsentrasi GDL 0.1, 1, dan 10 pada suhu 25 °C Anonim
d
2010.
Gambar 10. Grafik perubahan pH terhadap waktu pada suhu 25 °C dan 35 °C GDL 100 mmolL Schwertfeger et al. 1999
GDL merupakan jenis koagulan yang biasa digunakan pada pembuatan tahu sutera silken tofu. Pada pembuatan tahu sutera, hidrolisis GDL berlangsung lambat dan meningkat sering
12
Dicuci, dibesihkan dan ditiriskan Direndam air ± 4 jam
Digiling halus sambil ditambahkan air
Dimasukkan ke dalam kuali rebus berisi air panas dan dididihkan
Disaring menggunakan kain saring Dicuci dengan air panas
Ditambahkan dengan koagulan whey, diaduk Didiamkan
Dicetak dan ditekan Ditiriskan
Direndam dalam larutan bumbu Digoreng
Tahu Sumedang Kedelai
Bubur Kedelai Matang
Susu Kedelai Ampas
Whey Curd
Bubur Kedelai Mentah
meningkatnya suhu inkubasi. Walaupun mekanisme koagulasi karena adanya penurunan pH, proses koagulasi yang lambat menyebabkan curd yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih halus
dibandingkan curd yang dihasilkan dengan menggunakan koagulan jenis asam. Proses pembuatan tahu sutera cukup berbeda dengan proses pembuatan tahu press. Perbedaan
proses tersebut pula yang menyebabkan perbedaan karakteristik tahu yang dihasilkan. Skema pembuatan tahu press dan tahu sutera dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.
Gambar 11. Skema pembuatan tahu Sumedang tahu press di pabrik „Diazara Tresna‟
Fahmi 2010
13
Gambar 12. Skema pembuatan tahu sutera skala laboratorium Shen et al. 1991 Dilarutkan dengan air
destilata sebanyak 2.5 dari volume susu kedelai
Kedelai Dibersihkan dan dicuci
Direndam air dingin selama 12 jam
Ditambahkan air panas 1 : 3.5 Dipanaskan hingga mendidih selama 10 menit
sambil diaduk Disaring menggunakan kain saring dan diperas
Susu kedelai kadar padatan ≥ 10 Dikupas kulitnya
Dihancurkan memakai waring blander + air panas 2.5 : 1 sampai menjadi bubur
Didinginkan sd suhu ruangan GDL 3 atau
CaSO
4
2.2 dari bobot kering
kedelai
Wadah plastik 12 cmx 12cm x 4.5 cm untuk GDL dan 16 cm x 11cm x 4.5 cm untuk CaSO
4
Wadah plastik ditutup Dipanaskan dalam waterbath 90 °C
selama 30-50 menit Didinginkan refrigerator
Tahu Sutera silken tofu
14
3. Curd Kedelai