7
B. GELASI Vs KOAGULASI
1. Gelasi Protein
Menurut Liu et al. 2008, protein kedelai memiliki banyak sifat fungsional yang telah dipelajari dengan sangat luas. Sifat fungsional itu diantaranya adalah kemampuan larut, kemudahan
terdenaturasi oleh panas, kemampuan membentuk gel, emulsifier, kemampuan membentuk busa, kemampuan mengikat air water holding capacityWHC, pembentuk karakteristik struktur, sifat
reologi dan kemampuan membentuk tekstur. Pada umumnya, gelasi protein merupakan tahapan yang penting dalam menghasilkan produk
pangan dengan mutu tekstur yang baik. Karakteristik mutu suatu produk pangan, khususnya sifat tekstur dan juiciness, ditentukan melalui kapasitas gelasi protein. Gel dapat bervariasi dalam hal sifat
reologinya yaitu kekerasan, kelengketan, kohesivitas, dan adesivitas. Dalam hal ini, protein sering digunakan untuk menghasilkan sifat tekstur tertentu melalui fenomena gelasi protein.
Sifat gelasi protein berhubungan dengan agregasi protein. Gelasi protein terjadi ketika protein beragregasi membentuk jaringan Tay et al. 2005. Menurut Schmidt 1981 yang dikutip oleh Zayas
1997, gelasi protein adalah fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven setimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Agregasi protein sendiri
menurut Tay et al. 2005 dapat terjadi melalui proses pemanasan, pengaturan pH atau pengaturan kekuatan ionik dalam larutan protein.
Gel terbentuk ketika protein yang strukturnya terbuka sebagian unfold terurai menjadi segmen-segmen polipeptida yang kemudian berinteraksi pada titik tertentu untuk membentuk jaringan
ikatan silang tiga dimensi. Protein dengan struktur unfold, dimana struktur sekundernya mengalami perubahan, diperlukan pada proses gelasi protein. Perubahan ini dapat terjadi melalui perlakuan panas,
asam, alkali dan urea Zayas 1997. Menurut Zayas 1997, pada proses pembentukan gel, transisi dari bentuk alami menjadi
bentuk terdenaturasi merupakan prekursor penting dalam interaksi protein-protein. Jaringan gel baru akan terbentuk setelah sebagian protein mengalami denaturasi. Pembentukan gel protein merupakan
hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ionik dan hidrofobik, ikatan Van der Waals, dan ikatan kovalen disulfida. Stuktur dan karakteristk fisik gel pada beberapa pH dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur dan karakteristik fisik gel pada beberapa pH Foegeding 2005
Protein awal pH pI
Kekuatan ion tinggi
pH pI pH ~ pI
Tipe Gel : particulate
fine-stranded fine-stranded
WHC : Rendah
Tinggi Tinggi
Fracture stress : Sedang - tinggi
Sedang – tinggi
Rendah Fracture strain
: Sedang – tinggi
Sedang – tinggi
Rendah
8
Gel yang berbentuk fine-stranded memiliki penampakan gel yang transparan. Gel tipe ini terbentuk saat kondisi pH diatas atau dibawah pI dan saat kekuatan ioniknya rendah. Gel yang
terbentuk saat pH diatas maupun dibawah pI memiliki karakteristik fisik yang berbeda. Gel yang terbentuk pada pH yang rendah memiliki karakteristik fisik yang lemah dan rapuh, sedangkan gel
yang terbentuk pada pH yang tinggi memiliki karakter fisik yang kuat dan elastis. Tipe gel yang kedua yaitu particulate yang memiliki penampakan buram. Gel berbentuk particulate terbentuk saat
minimumnya gaya tolak menolak seperti saat pH mendekati pI atau saat kekuatan ioniknya tinggi. Gel ini memiliki ukuran partikel yang besar dan WHC yang rendah sehingga teksturnya lebih kuat
dibandingkan gel fine-stranded yang terbentuk pada pH tinggi, Sifat gelasi protein kedelai sering dihubungkan dengan keberadaan protein 7S dan 11S yang
merupakan penyusun utama protein globulin kedelai. Kandungan protein 11S dan rasio 11S7S dilaporkan memberikan korelasi positif terhadap kekerasan gel dari protein kedelai Mujoo et al.
2003. Nakamura et al. 1984 yang dikutip oleh Yoshida et al. 1992 melaporkan bahwa kekerasan gel dari globulin 11S berbeda-beda antara varietas yang berbeda pada konsentrasi globulin yang sama.
Mereka juga menunjukkan bahwa kekerasan gel meningkat sebanding dengan kandungan dari suatu subunit asam yang berberat molekul tinggi dalam total globulin 11S.
Telah diketahui bahwa fraksi dengan berat molekul yang tinggi dalam suatu polimer akan membentuk gel dengan kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan fraksi dengan berat molekul yang
lebih rendah Watase dan Nishinari 1983 yang dikutip oleh Yoshida et al. 1992. Menurut Corredig 2006, gel yang diperoleh dari isolasi glisinin 11S memberikan karakter
gel yang lebih keras dibandingkan gel yang diperoleh dari -konglisinin 7S, dan struktur jaringan yang terbentuk memiliki perbedaan antar keduanya, tergantung dari komposisi protein. Blazek 2008
melaporkan bahwa rasio 11S7S mempengaruhi karakter kekerasan dan elastisitas gel. Glisinin berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan -konglisinin
memberikan pengaruh terhadap elastisitas gel yang dihasilkan.
Gel dari globulin 11S yang dibuat dengan penambahan koagulan CaSO
4
lebih keras dibandingkan gel dari globulin 7S. Fenomena tersebut berhubungan dengan kandungan ikatan
disulfida yang lebih banyak pada globulin 11S. Hal serupa terjadi pada gel yang dibuat dengan penambahan koagulan
Glucono δ Lactone GDL Hashizume et al. 1975 yang dikutip oleh Kohyama dan Nishinari 1993.
2. Koagulasi Protein