Curd Kedelai GELASI Vs KOAGULASI

14

3. Curd Kedelai

Curd merupakan hasil penggumpalan protein dalam larutan susu. Gel dari protein kedelai ini, atau yang dikenal sebagai curd, memiliki kemampuan untuk membentuk matriks yang mampu menahan air, lemak, polisakarida, flavor dan komponen lainnya Zayas 1997. Secara konvensional curd yang berasal dari susu kedelai ini dikenal sebagai tahu. Tahu adalah endapan protein yang dibuat dengan cara mengendapkan susu kedelai dengan koagulan sehingga dihasilkan endapan yang kompak, putih dan bertekstur lembut Watanabe 1974. Tahapan pembuatan tahu terdiri atas dua tahap utama, yaitu pembuatan susu kedelai dan tahap koagulasi penggumpalan susu kedelai sehingga terbentuk curd yang selanjutnya dipress membentuk tahu Shurtleff dan Aoyagi 1984. Kedelai yang akan dibuat susu terlebih dahulu direndam dalam air bersih dengan perbandingan tertentu dengan berat kacang kedelai dengan tujuan untuk melunakkan struktur seluler kedelai sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan serta menghasilkan ekstrak optimum. Lamanya perendaman perlu diperhatikan, karena perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit pecah ketika penggilingan, sedangkan bila terlalu lama akan terjadi pembentukan busa pada permukaan air rendaman akibat fermentasi kedelai Subardjo et al. 1987. Kacang kedelai yang telah direndam kemudian digiling dengan penambahan air sehingga dihasilkan bubur kedelai. Tujuan penggilingan ini adalah untuk memperkecil ukuran-ukuran partikel sehingga meningkatkan efektivitas ekstraksi protein kedelai selama pemasakan Shurtleff dan Aoyagi 1984. Bubur kedelai hasil penggilingan harus segera dimasak secepatnya. Penundaan pemasakan sampai 30 menit saja dapat menurunkan rendeman tahu Subardjo et al. 1987. Menurut Supriatna 2005, untuk menghasilkan sari kedelai yang optimal dari segi kualitas dan kuantitasnya, bubur kedelai terlebih dahulu dimasak sebelum akhirnya disaring. Menurut Liu et al.2004, pemanasan optimal dalam pembuatan susu kedelai dilakukan selama 3-10 menit setelah mendidih yang tujuannya untuk mengekstrak protein kedelai dan mendenaturasi protein serta memudahkan proses koagulasi. Fungsi lain dari pemanasan dalam pembuatan susu kedelai adalah mengurangi bau langu, menginaktifasi antitripsin, meningkatkan daya cerna dan menambah daya awet produk Koswara 1992. Selama pemasakan perlu dilakukan pengadukan secara kontinyu agar tidak terjadi kegosongan. Pemasakan yang terlalu lama perlu dihindari karena selain menurunkan nlai gizi dan rasa tahu, tekstur tahu yang diperoleh pun menjadi kurang kompak dan tahu berwarna agak kecokelatan Subardjo et al. 1987. Bubur kedelai kemudian disaring, penyaring yang biasa digunakan dipabrik tahu adalah penyaring berbahan kain blacu berwarna putih. Hasil dari penyaringan ini adalah susu kedelai. Proses selanjutnya adalah penggumpalan protein susu kedelai dengan penambahan koagulan. Menurut Shurtleff dan Aoyogi 1986, penambahan bahan penggumpal sebaiknya dilakukan setelah susu kedelai mencapai suhu 70-90 o C, hal ini tergantung dari jenis bahan penggumpal yang digunakan. Gumpalan protein yang terbentuk kemudian dipress dan dicetak. Menurut Shurtleff dan Aoyagi 1984, untuk mendapatkan hasil yang baik pengepressan dilakukan pada tekanan sebesar 0.15-0.21 psi selama 15-20 menit. Obatolu 2007 melaporkan bahwa perbedaan karakteristik tekstur, khususnya kekerasan, dapat dihubungkan dengan kandungan air di dalam tahu. Tahu dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air WHC yang rendah. Hal ini disebabkan oleh curd yang terbentuk lebih rapat sehingga kemampuannya dalam menahan air berkurang. Sebaliknya tahu yang lunak memiliki matriks yang renggang sehingga air dapat terperangkap dalam jumlah yang lebih banyak. Tahu yang lunak memiliki kandungan air yang tinggi yaitu antara 84 hingga 90. Tahu dengan kandungan air 15 yang tinggi secara visual akan memberikan penampakan yang lembut sedangkan tahu dengan kandungan air yang rendah cenderung memiliki penampakan yang kasar. C. TEKSTUR Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan oleh konsumen selain penampakan dan flavor. Menurut Smith 2004, tekstur menjadi faktor kunci penerimaan konsumen atas produk pangan. Bourne 2002, yang dikutip oleh Smith 2004, mendefinisikan sifat tekstur produk pangan sebagai sekelompok karakteristik fisik yang: 1 diperoleh dari elemen struktural produk pangan, 2 dipersepsikan oleh indera peraba, 3 berhubungan dengan deformasi, disintegrasi, dan gaya yang diberikan serta 4 diukur secara obyektif sebagai fungsi dari massa, waktu dan jarak. Persepsi manusia terhadap tekstur tidak hanya ditentukan ketika produk pangan berada di dalam mulut. Faktor lain seperti penampakan dan pengaruh indera pendengaran juga memberikan persepsi tentang tekstur suatu produk Kilcast 2004. Persepsi tekstur yang diterima oleh manusia melalui indera peraba dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu: somesthesis secara taktil yang merupakan respon yang diperoleh manusia melalui sentuhan dari kulit, dan kinesthesis yaitu respon yang diterima melalui aktivitas otot dan tendon. Stimulus sentuhan somesthesisdapat dilakukan melalui pengujian produk pangan menggunakan tangan dan jari sedangkan kontak oral kinesthesis diperoleh melalui pengujian di dalam mulut akibat aktivitas bibir, lidah, langit-langit mulut dan gigi Kilcast 1999. Analisis tekstur produk pangan dapat dilakukan secara organoleptik menggunakan indera manusia ataupun secara instrumen menggunakan alat. Analisis tekstur secara organoleptik memberikan hasil yang subyektif dan beragam, tergantung pada penilaian yang diberikan oleh panelis dalam pengujian. Sebaliknya, analisis secara instrumen akan memberikan hasil yang lebih akurat karena bersifat obyektif Peleg 1983. Menurut Smewing 1999, analisis tekstur dapat dilakukan menggunakan alat atau instrumen seperti Instron, LFRA Texture Analyser, dan Stable Micro System TA-XT2i Texture Analyser. Umumnya, karakteristik tekstur curd secara obyektif dianalisis menggunakan instrumen texture analyser TA-XT2i dengan metode Texture Profile Analysis TPA. Menurut Szczesniac 1987 yang dikutip oleh Faridi dan Faubion 1990, tekstur merupakan atribut sensori yang hanya dipersepsikan, dijelaskan dan diukur dengan indera manusia seperi peraba, penglihatan dan pendengaran. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis sensori terhadap tekstur curd tersebut. Analisis sensori terhadap curd, termasuk dalam penilaian deskriptif yang membutuhkan panelis terlatih dalam bidang mutu tekstur curd. Menurut Kemp et al. 2009, analisis deskriptif hanya membutuhkan 6-18 panelis terlatih dengan kemampuan sensori yang baik dan telah menerima pelatihan. Kem et al. 2009 menyebutkan bahwa tujuan pelatihan panelis tidak hanya meningkatkan kemampuan panelis dalam mendeteksi, membedakan dan mendeskripsikan sampel, melainkan juga meningkatkan kepercayaan diri dan mengurangi ragam antar penelis. Texture Profile Analysis TPA merupakan bentuk penilaian obyektif dari analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah atau menggigit makanan Larmond 1λ76. Oleh karena itu, TPA disebut juga sebagai “two-bite test”. Skematik penekanan curd “two-bite test” menggunakan TA-XT2i dapat dilihat pada gambar 13. Larmond 1976, menyatakan bahwa analisis menggunakan TPA merupakan analisis yang multipoint karena hanya dengan sekali analisis akan diperoleh nilai dari beberapa parameter tekstur. Parameter tekstur yang dapat diukur menggunakan TPA meliputi kekerasan, kerapuhan, elastisitas, kohesivitas, adesivitas, daya kunyah dan kelengketan. Grafik hasil pengukuran tekstur pangan secara umum dengan metode TPA dan perhitungan parameter mekanik dapat dilihat pada Gambar 14. 16 Gambar 13. Skematik penekanan curd “two-bite test” menggunakan TA-XT2i Bourne 2002 Gambar 14. Grafik TPA untuk produk pangan secara umum beserta parameter analisis dan perhitungannya Anonim c , 2010 Szczesniak 1963 yang dikutip Faridi dan Faubion 1990 menyatakan bahwa parameter- parameter tekstur yang digunakan untuk mengklasifikasikan atribut tekstur secara sensori terdiri atas tiga kategori, diantaranya: 1 karakteristik mekanikal, yaitu reaksi bahan pangan terhadap tekanan yang dipersepsikan oleh indra kinestetik, meliputi kekerasan, kohesivitas, viskositas dan kerenyahan; 2 karakteristik geometrikal, yaitu karakteristik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk dan orientasi partikel yang dipersepsikan oleh syaraf pengecap dalam mulut atau dengan sentuhan meliputi a a b b Penekanan pertama Penekanan kedua Probe yang bergerak Sampel Plat dasar 17 gritty, grainy, flaky, stringy, dan smooth; dan 3 karakteristik lain, meliputi atribut mouthfeel yang berhubungan dengan persepsi terhadap lemak dan air selama pengunyahan dan penelanan. Beberapa karakteristik mekanikal dan definisinya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Beberapa karakteristik mekanikal dan definisi dari grafik TPA Karakteristik Definisi Sensorial Definisi Instrumental Kekerasan Gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk deformasi pada objek Kerapuhan Titik dimana besarnya gaya yang diberikan membuat objek menjadi patah breakfracture Adesivitas Gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul diantara permukaan objek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara objek dengan benda tersebut Elastisitas Laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi perubahan bentuk deformasi Kohesivitas Kekuatan dari ikatan-ikatan yang berada di dalam objek yang menyusun bentuk objek Daya kunyah Tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan memecah pangan semi padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. = Kekerasan x Kohesivitas Kelengketan Tenaga yang dibutuhkan untuk mengunyah menghancurkan pangan padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. = Kekerasan x Kohesivitas x Elastisitas Sumber : DeMan 1985, Rosenthal 1999

D. ANALISIS FRAKSI PROTEIN DI DALAM CURD