71
risiko mengalami dismenore semakin besar. Responden yang berusia 17 tahun ke atas berisiko mengalami dismenore 6,59 kali
dibanding dengan responden yang berusia 14 tahun El Gilany dkk, 2005.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa dismenore umumnya terjadi sekitar dua hingga
tiga tahun setelah menarche. Apabila usia menarche idealnya adalah 13-14 tahun, maka dismenore biasanya banyak terjadi pada
usia 15 – 17 tahun Baradero, 2006. Tidak hanya itu, usia tersebut
merupakan masa-masa terjadinya perkembangan organ-organ reproduksi dan perubahan hormonal yang terjadi secara signifikan
Baradero, 2006. Selain itu, pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri secara teori tidak diketahui dengan luas yang
dikarenakan hanya berdasarkan pada laporan nyeri dan pereda nyeri Smeltzzer, 2001. Walaupun begitu tidak ada salahnya jika
remaja putri SMA dan sederajat mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi khususnya mengenai dismenore.
6.3.2. Aktivitas Fisik
Menurut WHO, aktifitas fisik ialah seluruh gerakan tubuh yang dilakukan oleh otot rangka dan membutuhkan energi WHO,
2010. Seseorang yang melakukan aktivitas fisik dapat mencegah terjadinya penyakit dan mengurangi faktor risiko dari penyakit
tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat aktivitas fisik ringan merupakan yang paling banyak dilakukan oleh remaja putri.
72
Akan tetapi 4,4 remaja putri yang mengalami nyeri berat memiliki tingkat aktivitas fisik yang tinggi. Penelitian yang
dilakukan oleh Sianipar, dkk 2009 menemukan bahwa 45,6 responden memiliki tingkat aktivitas fisik yang tidak aktif.
Hasil penelitian ini bisa dikatakan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu faktor
risiko dismenore. Karena hasil menunjukkan bahwa remaja putri yang melakukan aktivitas fisik terlalu ringan dapat mengalami
dismenore ringan. Begitu pula dengan yang melakukan aktivitas fisik terlalu berat dapat menyebabkan peningkatan nyeri berat yang
dialami oleh remaja putri. Tetapi di lain pihak dapat dikatakan juga bahwa aktivitas fisik sebagai faktor yang mengurangi rasa nyeri.
Hal tersebut terlihat pada grafik 5.3 bahwa remaja putri yang memiliki dismenore ringan cenderung berkurang ketika melakukan
aktivitas fisik berat. Salah satu jenis aktvitas fisik yang cukup sering dilakukan adalah olahraga. Kegiatan tersebut dapat
mengurangi rasa nyeri karena merupakan salah satu bentuk relaksasi diri. Hal ini dikarenakan saat seseorang melakukan
olahraga, tubuh akan menghasilkan hormon endorphin. Hormon inilah yang akan berfungsi sebagai mediasi persepsi nyeri pada
kelenjar hipotalamus Sylvia dan Lorraine, 2006; Sirait dkk, 2014. Sehingga
jika seseorang
kurang berolahraga
memiliki kecenderungan untuk merasakan nyeri dari pada yang berolahraga
secara teratur.
73
Beberapa penelitian terdahulu mendukung teori tersebut. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sophia dkk
2013 yang menemukan adanya hubungan secara bermakna, bahkan remaja putri yang jarang berolahraga memiliki risiko 1,2
kali mengalami dismenore dibanding dengan remaja putri yang sering berolahraga. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sirait dkk 2014 di SMA Negeri 2 Medan yang juga menemukan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan
olahraga dengan kejadian dismenore. Sirait dkk 2014 bahkan menemukan bahwa remaja putri yang sering berolahraga memiliki
risiko dismenore sebesar 0,849 kali dibandingkan dengan remaja putri yang jarang berolahraga.
Meskipun berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu, tetapi fakta penelitian memperlihatkan bahwa semakin ringan
aktivitas fisik yang dilakukan oleh remaja putri, semakin tinggi prevalensi kejadian nyeri ringan. Sedangkan semakin berat
aktivitas fisik yang dilakukan, prevalensi nyeri berat semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas fisik dianjurkan kepada remaja
putri berupa aktivitas fisik sedang seperti berjalan cepat, bersepeda atau berenang dengan frekuensi 3
– 4 kali dalam satu minggu.
6.3.3. Tingkat Stres