76
6.3.4. Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh IMT diketahui juga sebagai salah satu faktor penyebab dismenore. Beberapa penelitian terdahulu
memiliki hasil yang serupa dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Asih 2013, pada siswi kelas XI SMK YAPSIPA
Kota Tasikmalaya 87,2 memiliki berat badan ideal dan 12,8 tidak ideal. Sedangkan Manorek dkk 2014, menemukan bahwa
76,8 siswi memiliki status gizi normal dan 23,2 tidak normal. Begitu pula dengan penelitian Sirait dkk 2014 yang dilakukan di
SMA Negeri 2 Medan menemukan bahwa 61 memiliki IMT normal, kurus 36,7 dan gemuk 2,3. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Sophia 2013, yang melakukan penelitian pada siswi SMK Negeri 10 Medan, menemukan bahwa IMT normal
paling banyak yaitu sebesar 46,8, kurus sebesar 43,9 dan gemuk sebesar 9,3. Penelitian Charu dkk 2012 menemukan hal
yang tidak berbeda yaitu sebagian besar 67 kejadian dismenore memiliki IMT normal 18,50-25,00. Hanya sebagian kecil saja
yang memiliki IMT kurus dan kelebihan berat badan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa IMT tidak
berhubungan secara signifikan terhadap kejadian dismenore. Akan tetapi jika dilihat pada grafik 5.5, remaja putri pada setiap
kelompok IMT cenderung mengalami dismenore ringan. Hasil ini sesuai dengan Penelitian Sirait dkk 2014 yang dilakukan di SMA
Negeri 2 Medan menemukan bahwa tidak ada hubungan antara
77
IMT dengan kejadian dismenore. Begitu pula dengan Charu dkk 2012 juga tidak menemukan adanya hubungan antara IMT
dengan dismenore. Penelitian Al Kindi dan Al Bulushi 2011 pun menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara IMT dengan
dismenore. Menurut Al Kindi dan Al Bulushi, tidak adanya hubungan antara IMT dengan kejadian dismenore pada
penelitiannya mungkin disebabkan oleh kecilnya jumlah sampel dalam penelitian, subjek penelitian yang homogen dan kenyataan
bahwa nyeri yang dialami adalah pengalaman yang subjektif serta sulitnya mengukur rasa nyeri secara pasti Al Kindi dan Al
Bulushi, 2011. Beberapa penelitian lainnya mendapatkan hasil yang
bertentangan, seperti penelitian Asih 2013, pada siswi kelas XI SMK YAPSIPA Kota Tasikmalaya, yang menyatakan bahwa status
gizi atau IMT berhubungan secara signifikan terhadap kejadian dismenore. dengan tingka risiko sebesar 6,296. Penelitian Sophia
2013, pada siswi SMK Negeri 10 Medan, menemukan bahwa IMT berhubungan signifikan dengan kejadian dismenore.
Penelitian tersebut juga didukung oleh Manorek dkk 2014 yang juga menemukan adanya hubungan antara status gizi dengan
kejadian dismenore. Pada penelitian Tangchai dkk 2004, ditemukan adanya hubungan antara IMT dengan kejadian
dismenore. Penelitian ini bahkan secara spesifik menjelaskan bahwa IMT kurus underweight signifikan berhubungan dengan
78
kejadian dismenore. Penelitian Okoro dkk 2013 pun mendukung hasil penelitian Tangchai dkk 2004.
Status gizi kurang dapat diakibatkan oleh kurangnya asupan makanan, termasuk zat besi yang dapat menyebabkan anemia.
Anemia merupakan faktor konstitusi yang menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri sehingga saat
menstruasi dapat terjadi dismenore. Hal ini dapat terjadi pada masa remaja karena biasanya remaja putri akan berusaha untuk
menjaga penampilan mereka dengan melakukan diet tidak sehat. Sehingga hal tersebut menyebabkan terganggunya asupan makanan
Sirait dkk, 2014 dan Sylvia dan Lorraine, 2006. Sedangkan pada status gizi lebih gemuk dan obesitas dapat juga mengakibatkan
dismenore karena adanya jaringan lemak yang berlebihan. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya hiperplasi atau terdesaknya
pembuluh darah karena jaringan lemak pada organ reproduksi wanita. Sehingga darah yang seharusnya mengalir pada masa
menstruasi terganggu da menyebabkan rasa nyeri Sirait dkk, 2014 dan Ehrenthal, 2006. Oleh karena itu, pengaturan terhadap asupan
nutrisi perlu dilakukan oleh remaja putri. Selain itu perlu juga remaja putri diberikan penyuluhan mengenai diet yang baik dan
benar sehingga terhindar dari risiko dismenore ataupun risiko masalah kesehatan lainnya.
79
6.3.5. Riwayat Keluarga