20
Beberapa penelitian lain menemukan hal yang berbeda. Sianipar dkk 2009, justru menemukan dua per
tiga wanita aktif mengalami dismenore. Selain itu, penelitian yang dilalukan oleh Maruf dkk 2013,
menemukan bahwa sebagian besar yang mengalami dismenore baik ringan, sedang maupun berat memiliki
aktivitas fisik dengan intensitas lebih dari satu jam per hari.
2.2.1.3. Tingkat Stres
Stress merupakan reaksi tubuh terdapat sinyal internal dan eksternal. Sinyal internal dan eksternal ini
disebut sebagai stressor. Stres juga dianggap sebagai ketidakmampuan seseorang dalam mengatasi ancaman yang
dihadapi oleh fisik, mental, emosional maupun spriritual, sehingga pada suatu hari hal itu dapat mempengaruhi
kesehatan fisik orang tersebut National Safety, 2003. Menurut Lazarus dan Folkman 1984, stress memiliki tiga
bentuk, yaitu: 1 Stimulus, yaitu merupakan kondisi atau kejadian
tertentu yang menimbulkan stress atau yang biasa disebut sebagai stressor.
2 Respon, yaitu merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu
yang menimbulkan stress.
21
3 Proses, yaitu suatu proses dari individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi
tingkah laku, kognisi maupun afeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Faramarzi dan
Salmalian 2014, mengenai Hubungan Faktor Psikologi dan Nonpsikologi terhadap kejadian dismenore primer
mendapatkan hasil bahwa, stres sebagai salah satu faktor psikologi berhubungan dengan gangguan dismenore pada
remaja putri. Penelitian Muntar 2010 melaporkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres
dengan dismenore yang dialami oleh remaja putri. Demikina pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Prihartanti 2010, yang bahkan menemukan adanya korelasi sedang antara tingkat kecemasan dengan kejadian
dismenore. Secara teori, stres diketahui sebagai salah satu pemicu dismenore. Faktor psikologi seperti kecemasan
menyebabkan penyaluran FSH dan LH menjadi tidak normal Affandi, 2006.
2.2.1.4. Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh merupakan salah satu parameter penilaian status gizi. Dalam penilaiannya, indeks
massa tubuh IMT terdiri atas perhitungan antara berat badan dengan tinggi badan. Perhitungan IMT dilakukan
22
dengan membagi berat badan kg dengan tinggi badan m, dimana tinggi badan sebelumnya dikuadratkan.
Indeks Massa Tubuh IMT diketahui juga sebagai salah satu faktor penyebab dismenore. Penelitian Charu dkk
2012 menemukan bahwa sebagian besar 67 kejadian dismenore memiliki IMT normal 18,50-25,00. Hanya
sebagian kecil saja yang memiliki IMT kurus dan kelebihan berat badan. Namun pada penelitian ini, Charu dkk 2012
tidak menemukan adanya hubungan antara IMT dengan dismenore. Penelitian Al Kindi dan Al Bulushi 2011 pun
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara IMT dengan dismenore. Penelitian yang dilakukan oleh Asih 2013 di
Tasikmalaya menemukan bahwa status gizi atau IMT berhubungan
secara signifikan
terhadap kejadian
dismenore. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sophia 2013 di Medan.
Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada remaja adalah kurangnya asupan makanan, termasuk zat
besi yang dapat menyebabkan anemia. Anemia diketahui sebagai salah satu faktor konstitusi yang menyebabkan
kurangnya daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri, sehingga pada saat menstruasi sangat mungkin terjadi dismenore
Sylvia dan Lorraine, 2006. Selain itu pada remaja yang mengalami kegemukan atau obesitas dapat juga mengalami
23
dismenore. Hal itu dikarenanya jaringan lemak yang berlebihan. Berlebihnya jaringan lemak ini menyebabkan
terjadinya hiperplasi pada organ reproduksi wanita. Sehingga darah yang seharusnya mengalir pada masa
menstruasi terganggu dan menyebabkan rasa nyeri Sirait dkk, 2014; Ehrenthal, 2006.
2.2.1.5. Riwayat Keluarga