Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Pembiayaan
81 Tabel 10. Hasil Penduga Keofisien Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengambilan Pembiayaan pada BMT Dana Insani dengan Peubah Tak Bebas Ln Y jumlah pembiayaan yang diambil nasabah
Variabel Koefisien T-hitung
P-value lnJK jumlah karyawan
0,395 1,65 0,115
lnPU pengalaman usaha - 0,153
- 1,21 0,239 lnPRU penerimaan usaha
0,0012 0,01 0,990
lnSU skala usaha 0,373
4,71 0,000 lnPPM pengalaman pembiayaan
- 0,289 - 1,25 0,225
lnJWR jangka waktu realisasi 0,972
4,95 0,000 lnJW jangka waktu angsuran
0,642 2,90 0,009
D sektor usaha. D1: sektor pertanian, D2: sektor non pertanian
- 0,223 - 1,74 0,096
Intercept 2,61
4,58 0,000 R
2
= 88,3 persen
Keterangan : nyata pada taraf 1 persen
nyata pada taraf 10 persen nyata pada taraf 15 persen
Pengujian pertama dilakukan terhadap koefisien-koefisien yang diperoleh dengan menggunakan uji F. Nilai P-value yang diperoleh pada uji F adalah 0 yang
mana lebih kecil dari α α = 1 persen, berarti sedikitnya ada satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat
nilai P-value dari masing-masing parameter uji t, ternyata ada dua variabel yang berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 99 persen yaitu lnSU skala
usaha dan lnJWR jangka waktu realisasi pembiayaan. Ada dua variabel yang berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 90 persen yaitu variabel
jangka waktu angsuran lnJW dan sektor usaha mitra pembiayaan D. Sementara itu variabel jumlah karyawan lnJK berpengaruh secara nyata
pada selang kepercayaan 85 persen. Nilai koefisien determinasi R
2
yang diperoleh sebesar 88,3 persen, artinya bahwa 88,3 persen variasi pengambilan
pembiayaan oleh nasabah responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam model, sedangkan 11,7 persen lainnya diterangkan oleh error.
82 Pengujian selanjutnya yaitu pengujian asumsi kenormalan regresi linear
klasik. Pengujian pertama yaitu pengujian multikolinearitas untuk memastikan tidak ada hubungan linear antara variabel penjelas. Pengujian ini dapat dilakukan
dengan cara melihat nilai Variance Inflation Factor VIF. Apabila VIF sama dengan satu berarti tidak ada masalah multikolinearitas dan bila nilai VIF lebih
dari 10 maka menunjukkan adanya gejala multikolinearitas. Nilai VIF yang diperoleh dari hasil perhitungan berkisar antara 1,4 sampai dengan 4,4. Hasil ini
dapat menunjukkan bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan gejala multikolinearitas Lampiran 6.
Pengujian kedua adalah uji autokorelasi yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungankorelasi antara faktor pengganggu. Salah satu caranya
adalah dengan menggunakan metode Durbin-Watson. Hasil yang didapatkan dari uji Durbin-Watson sebesar 2,81244. Hal ini menunjukkan bahwa model yang
diperoleh tidak memperlihatkan gejala autokorelasi karena nilai yang didapatkan masih dalam kisaran angka 2.
Pengujian ketiga adalah uji heterokedastisitas yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya variasi dari faktor pengganggu yang berbeda. Uji yang
digunakan untuk melihat masalah heterokedastisitas adalah uji White Heteroskedasticity Lampiran 7. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai
probability obsR-squared pada model persamaan yaitu sebesar 0,094828
,
artinya nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 1 persen.
Oleh karena itu model pada persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heterokedastisitas.
83 Berdasarkan hasil analisis, variabel yang tidak berpengaruh secara nyata
pada selang kepercayaan 85 persen adalah variabel pengalaman usaha lnPU, variabel penerimaan usaha lnPRU dan variabel pengalaman pengambilan
pembiayaan lnPPM. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pengalaman usaha tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini terjadi karena dalam penyaluran
pembiayaan, pihak BMT tidak terlalu mempermasalahkan penerimaan usaha per bulan dan pengalaman usaha dari mitra pembiayaan. Karena pihak BMT
sebelumnya telah melakukan wawancara untuk melihat karakter mitra calon pembiayaan, sehingga mitra yang dinilai amanah dalam pembiayaan yang akan
diberikan pembiayaan. Tetapi untuk meminimalkan resiko BMT selalu memprioritaskan bagi mitra yang telah menjalankan usahanya sebelum melakukan
permohonan pembiayaan. Variabel penerimaan usaha tidak berpengaruh secara nyata dikarenakan
pihak BMT telah mensyaratkan adanya jaminan dalam pembiayaan. Sehingga pihak BMT secara tidak langsung memiliki kepercayaan kepada mitra
pembiayaan akan lancarnya dalam proses pengembalian angsuran pinjaman. Dan juga karena BMT memiliki asset modal pembiayaan dalam jumlah besar yang
belum tersalurkan, maka dari itu faktor penerimaan usaha nasabah tidak menjadi tolak ukur utama dalam penilaian layak atau tidaknya seorang mitra mendapatkan
pembiayaan dari BMT. Variabel pengalaman pengambilan pembiayaan juga tidak berpengaruh
secara nyata dikarenakan BMT Dana Insani kurang mempertimbangkannya dalam mengambil keputusan suatu pengajuan pembiayaan. Dalam hal ini BMT
memandang semua orang yang benar-benar membutuhkan pembiayaan layak
84 untuk diberikan pembiayaan tersebut. Dalam pelaksanaannya pihak BMT selalu
memantau mitra yang baru pertama kali mendapatkan pembiayaan sehingga dapat memperkecil resiko pengembalian pembiayaan yang bermasalah.
Berdasarkan hasil analisis variabel yang berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 85 persen, antara lain:
1. Jumlah Karyawan Variabel jumlah karyawan dalam model dugaan memiliki nilai probability
untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,115 dan tanda estimasi yang sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal tersebut menjelaskan
bahwa semakin bertambahnya jumlah karyawan maka akan bertambah pula biaya operasional usaha sehingga berimplikasi pada modal usaha
yang harus dikeluarkan untuk menjalankan usaha atau sebaliknya. Ini akan menjadi pertimbangan pihak BMT dalam pemberian pembiayaan untuk
melihat kemampuan dalam mengangsur pembiayaan. Nilai koefisien jumlah karyawan dalam persamaan model adalah 0,395 yang artinya
apabila jumlah karyawan naik turun sebesar 1 persen maka akan jumlah pembiayaan akan naik turun sebesar 0,395 persen, cateris paribus.
2. Skala Usaha Variabel skala usaha dalam model dugaan memiliki nilai probability untuk
menerima kesalahan taraf α sebesar 0,000 dan tanda estimasi yang sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa
dengan meningkatnya skala usaha akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Skala usaha merupakan ukuran besar
atau kecilnya usaha yang dijalankan. Pada penelitian ini skala usaha
85 diukur dengan besarnya modal yang digunakan dalam usaha tersebut.
Untuk meningkatkan skala usaha seorang pengusaha perlu menambah modal untuk usaha tersebut. Dengan asumsi modal sendiri yang digunakan
dalam usaha relatif terbatas, maka diperlukan tambahan modal dari sumber pembiayaan yang lain. Semakin besar skala usaha maka akan semakin
besar pula modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha tersebut. Nilai koefisien skala usaha dalam model persamaan adalah 0,373 yang
artinya apabila skala usaha naik turun sebesar 1 persen maka jumlah pembiayaan akan naik turun sebesar 0,373 persen, cateris paribus.
3. Variabel jangka waktu realisasi pencairan pembiayaan dalam model dugaan memiliki nilai probability
untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,000 dan tanda estimasi sesuai dengan parameter dugaan yaitu
positif. Hal ini menjelaskan bahwa semakin cepatnya realisasi pembiayaan menunjukkan bahwa seorang mitra pembiayaan memiliki seluruh
persyaratan yang dibutuhkan dalam permohonan pengajuan. Pihak BMT dalam hal ini sangat mempertimbangkan seluruh kelengkapan yang
disyaratkan kepada mitra sebelum memberikan keputusan pembiayaan. Semakin besarnya jumlah nominal pembiayaan yang diminta akan
berimplikasi terhadap waktu realisasinya pembiayaan tersebut atau sebaliknya. Nilai koefisien jangka waktu realisasi pembiayaan dalam
model dugaan adalah sebesar 0,972 yang artinya apabila jangka waktu realisasi naik turun sebesar 1 persen maka jumlah pembiayaan akan naik
turun sebesar 0,972 persen, cateris paribus.
86 4. Variabel jangka waktu angsuran dalam model dugaan memiliki nilai
probability untuk menerima kesalahan tar af α sebesar 0,009 dan tanda
estimasi sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal ini menjelaskan bahwa dengan bertambahnya jangka waktu angsuran akan berpengaruh
pada peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Jangka waktu angsuran merupakan selang waktu dalam mengangsur pembiayaan.
Semakin lama waktu yang digunakan dalam angsuran maka semakin mudah mitra dalam melakukan pemnembalian pembiayaan. Nilai koefisien
jangka waktu angsuran adalah sebesar 0,642 yang artinya apabila jangka waktu angsuran naik turun 1 persen maka jumlah pembiayaan yang
diambil akan naik turun sebesar 0,642 persen, cateris paribus. 5. Variabel sektor usaha dalam model memiliki nilai probability untuk
menerima kesalahan taraf α sebesar 0,096 dan tanda estimasi yang sesuai dengan parameter dugaan yaitu negatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa
mitra dengan sektor usaha pertanian berpengaruh negatif, artinya nasabah yang memilki usaha di sektor pertanian pembiayaan akan mengalami
penurunan atau berkurang dari pada sektor non pertanian.