Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

33 Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyaluran pembiayaan murabahah, antara lain: kejelasan barang yang akan diperjual belikan, pengenalan calon mitra dalam hal karakter dan usahanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiyaan murabahah, antara lain: variabel skala usaha SU, jangka waktu angsuran JWA, jumlah tanggungan JT, pendapatan usaha PDU, frekuensi pembiayaan FP, dan sektor usaha D 2 yang berpengaruh sangat nyata pada koefisien keyakinan 85 persen. Selang penilaian penyaluran pembiayaan dinilai dari skor penilaian. Skor 85 menunjukkan penyaluran pembiayaan yang dilakukan KBMT dinilai cukup baik oleh mitra pembiayaan. Faktor persyaratan awal dinilai sangat baik oleh responden bila dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi penilaian penyaluran dengan skor 84. Sedangkan faktor pengetahuan mengenai prinsip syariah menurut responden memiliki skor yang paling rendah yaitu 45, dalam mempengaruhi penilaian penyaluran. Hidayat 2004 dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Baitul Maal wat Tamwil BMT Hubbul Wathon, Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat”, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh nasabah di BMT Kopontren Hubbul Wathon yaitu faktor besar tunggakan dan jangka waktu angsuran pada taraf nyata 90 persen. Diantara faktor-faktor tersebut faktor jangka waktu angsuran yang memiliki tingkat elastisitas tertinggi. Secara keseluruhan pembiayaan yang telah diberikan oleh pihak BMT Kopontren Hubbul Wathon dapat dirasakan manfaatnya oleh nasabah dan sesuai dengan apa yang diharapkannya, seperti prosedur yang sederhana, kemudahan 34 dalam prasaratannya dengan tidak adanya jaminan, realisasinya relatif cepat, kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas BMT yang ramah dan tidak kaku dalam berhubungan, lokasi BMT yang dekat, dan yang terpenting yaitu sebagian besar nasabah responden merasakan dampak positif atas pembiayaan yang diberikan oleh BMT. Namun, hal tersebut tidaklah cukup karena dampak pembiayaan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak BMT, sehingga efektivitas atas pembiayaan yang telah dilakukan belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dibuktikan dengan frekuensi pinjaman yang rendah serta tunggakan pembiayaan yang semakin meningkat. Putra 1995 dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Efektivitas Penyaluran Kredit Baitul Maal Wat Tamwil BMT Bagi Usaha Kecil Pedesaan, BMT Dompet Dhuafa Al- Abror, Kabupaten Garu, Jawa Barat”, menyatakan hasil evaluasi terhadap penyaluran kredit BMT DD Al-Abror menunjukkan bahwa penyaluran kredit tersebut efektf menurut kriteria nasabah BMT. Sedangkan efektivitas menurut pengelola terlihat dari besarnya jumlah kredit yang diberikan disertai dengan kelancaran dalam pengembaliannya, diantaranya tidak terjadinya kredit macet ataupun ragu-ragu. Menurut kriteria nasabah penyaluran kredit BMT belum efektif, tercermin dari sangat lambatnya realisasi kredit 70 persen nasabah membutuhkan waktu lebih dari 16 hari dalam realisasi kredit. Namun variabel lainnya sudah menunjukkan kriteria yang baik. Seperti persyaratan yang mudah, yaitu tidak mutlaknya unsur jaminan 90 persen menggunakan jaminan immaterial. Prosedur sederhana karena fleksibelnya pengelola BMT terutama dalam pengangsuran kredit 40 persen nasabah didatangi petugas dalam mengangsur. 35 Penelitian yang saya lakukan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan memasukkan faktor-faktor penduga dalam keputusan pengambilan pembiayaan berbeda dengan kedua penelitian terdahulu diatas. Sementara itu penentuan efektivitas dinilai dari persepsi nasabah, yaitu menilai keefektifan prosedur pembiayaan yang dilakukan pihak BMT juga dampak yang ditimbulkan dari pembiayaan tersebut terhadap kondisi usaha nasabah dan peningkatan kesejahteraan nasabah. Pengukuran ini menggunakan teknik pemberian skor-skor pada kategori penilaian efektivitas yang telah ditentukan sebelumnya jenjang nilai yang menentukan efektif atau tidak pembiayaan yang dilakukan. Persamaan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menilai keefektifan dari pembiayaan yang diberikan menurut persepsi nasabah dari lembaga keuangan mikro tersebut. Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan dalam penelitian ini menggunakan perpaduan faktor- faktor penting yang digunakan oleh Hidayat 2004, Putra 1995, dan Rora 2007.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Lembaga-lembaga keuangan, baik bank konvensional, bank syariah bagi hasil maupun BMT menjadi penengah dalam kebutuhan keuangan. Ia mengambil posisi tengah diantara orang-orang yang memiliki kelebihan dana penyimpan, penabung atau deposan dan orang-orang yang membutuhkan atau kekurangan dana peminjam, debitor atau investor. Lembaga keuangan syariah dapat bertahan dan berkembang jika mampu menawarkan keserbapraktisan dan kelebihpraktisan bagi masyarakat dalam urusan keuangan, baik dari sisi pengerahan dana maupun sisi penyaluran dana terutama untuk usaha kecil Putra, 1995. Lembaga keuangan syariah harus mampu memberikan kepastian kepada masyarakat calon nasabahnya dalam mendapatkan kredit berikut dengan segala konsekuensinya, dalam menyediakan imbalan bagi simpanan yang dititipkan nasabahnya, serta harus berhasil menekan resiko, ongkos informasi dan ongkos transaksi, agar masyarakat tertarik menjadi nasabah. Program pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan suatu program pembiayaan yang bertujuan untuk mengayomi dan mengangkat kaum golongan menengah kebawah. Dengan demikian, kriteria efesiensi dalam pengertian ekonomis tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini. Kriteria efektivitas dirasakan lebih tepat dibandingkan dengan kriteria efesiensi, dalam arti sejauh mana program pembiayaan tersebut dapat dengan cepat dan luas menjangkau sasaran mereka. 37 Efektivitas pembiayaan pada BMT dapat dinilai dari efektivitas tahap pengajuan pembiayaan, tahap penyaluran pembiayaan, tahap pemanfaatan pembiayaan dan tahap pengembalian pembiayaan. Keberhasilan suatu program pembiayaan ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara pihak shahibul maal pemilik dana dan mudharib debitur sehingga manfaat yang dihasilkan dapat diperoleh oleh keduanya. Dilihat melalui perbandingan dengan bank konvensional yang masih menerapkan sistem bunga dalam penyaluran pembiayaan, BMT dinilai lebih memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya. Dalam pemberian pembiayaan bank konvensional dalam tahap pengajuan pembiayaannya selalu meminta agunan yang mungkin dirasakan berat oleh para pelaku usaha kecil dan menengah. Kemudian prosedur yang sulit karena bank akan melakukan seleksi tertentu untuk permohonan pembiayaan dan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan jawaban dari pihak bank konvensional atas pengajuan permohonan pembiayaan. Berbeda dengan BMT yang langsung menjadikan nasabah sekaligus anggota dalam pemberian pembiayaan. Prosedur yang diberikan juga tidak dianggap menyulitkan nasabah karena biasanya BMT tidak mensyaratkan adanya agunan dalam permohonan pembiayaan. Dan juga terdapatnya pendampingan yang ditujukan untuk membantu pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dinilai menjadi nilai tambah yang biasanya tidak dimiliki oleh bank konvensional pada umumnya. Juga BMT tidak mensyaratkan adanya legalitas hukum dari usaha para nasabahnya karena kebanyakan pelaku usaha kecil tidak memiliki hal tersebut dalam menjalankan usahanya.