Pertanyaan Penelitian Kerangka Teori

c. Mengetahui perubahan skor pengetahuan pretest dan posttest kelompok ceramah dan leaflet. d. Mengetahui perbedaan skor pengetahuan pretest kelompok ceramah dan leaflet serta perbedaan skor pengetahuan posttest kedua kelompok tersebut di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat Umum

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai perbedaan metode ceramah dan leaflet terhadap skor pengetahuan santriwati tentang pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan tambahan untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat.

2. Bagi Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang

Meningkatkan peran pondok pesantren dalam memberikan pendidikan kesehatan pada para santri agar terhindar dari penyebaran penyakit menular.

3. Bagi Santriwati Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang

Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku santriwati tentang pedikulosis kapitis dan cara penanganannya sehingga diharapkan tingkat pedikulosis kapitis di pondok pesantren ini menurun.

4. Bagi Praktisi Kesehatan

Meningkatkan pelayanan kesehatan atau keperawatan dengan bekerjasama dengan pihak pondok pesantren dalam memberikan pendidikan kesehatan pada para santri agar terhindar dari penyebaran penyakit menular. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pedikulosis Kapitis

1. Definisi Pedikulosis Kapitis

Menurut Natadisastra dan Agoes 2009 proses masuknya ektoparasit parasit yang hidup pada permukaan tubuhkulit hospes, kebanyakan dari arthropoda disebut infestasi. Menurut Alatas dan Linuwih 2013 pedikulosis kapitis adalah infestasi Pediculus humanus capitis P.h.capitiskutu kepala di kulit kepala manusia. Sedangkan menurut Bugayong et al. 2011 pedikulosis kapitis adalah penyakit ektoparasit yang disebabkan oleh kutu kepala. Diagnosis pedikulosis kapitis ditegakkan dengan menemukan P.h.capitis dewasa, nimfa atau telurnya pada rambut kepala Natadisastra dan Agoes, 2009.

2. Morfologi dan Siklus Hidup Pediculus humanus capitis

Menurut Natadisastra dan Agoes 2009 P.h.capitis adalah salah satu ektoparasit parasit yang menyerang permukaan tubuhkulit hospes manusia penghisap darah yang menginfestasi kulit kepala manusia dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. P.h.capitis merupakan arthropoda dari famili Pediculidae yang mempunyai ciri-ciri badan pipih dorso ventral, berwarna kelabu, kepala berbentuk segitiga dengan segmen thorax menyatu. Ukuran kutu kepala betina 3 mm dan jantan 2 mm Natadisastra dan Agoes, 2009. Menurut Natadisastra dan Agoes 2009 kutu kepala mempunyai abdomen yang bersegmen dan ujung setiap kaki dilengkapi dengan kuku penjepit. Kutu kepala ini berjalan dari satu helai rambut ke rambut lain dengan cara menjepit rambut dengan kuku-kukunya, atau dapat pindah ke hospes lain. Kutu kepala dewasa lebih menyukai rambut di bagian belakang kepala dari pada di bagian lainnya dan mengisap darah sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama. Kutu betina dewasa meletakkan telur-telur yang dilekatkannya pada batang-batang rambut Brown dan Burn, 2005. Menurut Natadisastra dan Agoes 2009 telur kutu kepala nits dilekatkan pada rambut dengan perekat mirip khitin chitine like cement. Telur-telur ini berwarna seperti lemak dan sukar dilihat tetapi setelah menetas kurang lebih 10 hari telur-telur yang sudah kosong akan lebih mudah terlihat Brown dan Burn, 2005. Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan jika perlu untuk membedakan telur-telur tersebut dengan serpihan ketombe atau lapisan keratin yang melekat pada batang rambut Brown dan Burns, 2005. Waktu pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa rata-rata 18 hari, sedangkan kutu kepala dewasa dapat hidup 27 hari Natadisastra dan Agoes, 2009. Gambar 2.1 Pediculus humanus capitis a. Jantan, b. Betina, c. Larvanimfa, d. Telur Natadisastra dan Agoes, 2009

3. Etiologi Pedikulosis Kapitis

Kutu kepala merupakan parasit permanen, yakni serangga yang seumur hidupnya menjadi parasit pada tuan rumah. Ia dapat berpindah-pindah tuan rumah tetapi tidak dapat hidup bebas di alam Natadisastra dan Agoes, 2009. Jika kutu kepala keluar atau tidak menetap lagi pada tuan rumahnya, mereka akan mati dalam sehari atau dua hari. Kutu kepala tidak dapat terbang maupun melompat Timmreck, 2004. Penderita terjangkit kutu kepala akibat kontak langsung dengan penderita lain yang sudah terinfestasi maupun melalui benda- benda seperti sisir, bantal, dan kerudung yang digunakan bersama-sama. Faktor pendukung infestasi kutu kepala antara lain kebersihan yang kurang dan kebiasaan pinjam meminjam barang Alatas dan Linuwih, 2013.

4. Dampak Pedikulosis Kapitis

P.h.capitis dapat menimbulkan berbagai masalah. Rasa gatal yang timbul disebabkan oleh air liur yang disuntikkan ke kulit kepala saat kutu kepala menghisap darah inangnya serta kotoran yang dihasilkan oleh kutu kepala tersebut Timmreck, 2004. Rasa gatal akan mengakibatkan penderita menggaruk kepala. Kebiasaan menggaruk yang intensif dapat menyebabkan iritasi, luka, serta infeksi sekunder Bugayong, dkk., 2011. Anemia karena kehilangan darah juga dapat terjadi pada pedikulosis kapitis berat Moradi et al., 2009. Lesi pada kulit kepala sering terjadi akibat tusukan kutu kepala pada waktu menghisap darah dan sering ditemukan di belakang kepala atau leher Natadisastra dan Agoes, 2009. Menurut Brown dan Burns 2005 lesi yang diakibatkan oleh P.h.capitis berupa papula-papula urtikaria kecil, biasanya membentuk kelompok dan terkadang ditutupi vesikel-vesikel kecil yang terasa sangat gatal sehingga mudah terjadi ekskoriasi. Lesi terjadi akibat respon hipersensitivitas tubuh seseorang terhadap antigen pada air liur kutu kepala. Namun, sebagian orang memiliki toleransi imunologis terhadap antigen sehingga tidak timbul reaksi akibat gigitan. Impetigo juga dapat terjadi akibat inokulasi stafilokokus ke dalam kulit kepala sewaktu penderita menggaruk kulit kepala Brown dan Burns, 2005. Pada infestasi berat P.h.capitis, helaian rambut satu dengan yang lain akan sering melekat dan mengeras dan banyak ditemukan kutu kepala dewasa, telur nits serta eksudat nanah yang berasal dari luka gigitan yang meradang. Keadaan ini disebut plica palonica yang dapat ditumbuhi jamur Natadisastra dan Agoes, 2009. Selain menimbulkan masalah fisik, efek psikologis akibat pedikulosis kapitis juga dapat terjadi Tappeh et al., 2011. Efek psikologis yang dirasakan seperti berkurangnya rasa percaya diri, pandangan sosial yang negatif, kurangnya kualitas tidur, dan gangguan belajar Alatas dan Linuwih, 2013. Istilah „dungu nitwit‟ berasal dari penampilan anak-anak berkutu yang kelihatan bodoh dengan sepsis kulit sekunder dan mungkin juga menderita anemia yang karenanya selalu dalam keadaan yang tidak sehat Brown et al., 2005.

5. Penanganan Pedikulosis Kapitis

a. Pencegahan

Menurut Natadisastra dan Agoes 2009 pencegahan penyakit parasit dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1 Mengurangi sumber infeksiinfestasi dengan memberi obat penderita. 2 Melakukan pendidikan kesehatan dengan tujuan untuk mencegah penyebaran penyakit parasit. 3 Melakukan pengawasan sanitasi air, makanan, tempat tinggal, keadaan tempat kerja dan pembuangan sampah. 4 Melakukan pemberantasan atau pengendalian hospes reservoir dan vektor. 5 Mempertinggi pertahanan biologis terhadap penularan parasit.

b. Pengobatan

Sedangkan pengobatan pedikulosis kapitis menurut Brown dan Burns 2005 dapat menggunakan metode fisik dan metode kimiawi. 1 Metode Pengobatan Fisik Metode pengobatan fisik yang sederhana antara lain adalah mencuci rambut dengan shampo, kemudian diikuti dengan penggunaan kondisioner dalam jumlah yang banyak. Rambut kemudian disisir menggunakan serit sisir yang giginya kecil-kecil dan rapat dengan tujuan agar semua kutu dapat terangkat. Tindakan ini dianjurkan diulangi setiap 4 hari selama 2 minggu Brown dan Burns, 2005. Sedangkan menurut Natadisastra dan Agoes 2009 metode pengobatan fisik kutu kepala dapat dilakukan dengan cara membunuh kutu dewasa menggunakan tangan dan sisir serit untuk menyisir nimfa dan telurnya. 2 Metode Pengobatan Kimiawi Menurut Behrman et al. 2000 salah satu pengobatan pedikulosis kapitis adalah dengan hexachlorocyclohexane atau sering disebut lindane. Prinsip penggunaan shampo lindane menurut Behrman et al. 2000 adalah: a Menggunakan shampo lindane 1 selama 10 menit dengan pemberian berulang dalam 7-10 hari. b Seluruh anggota keluargapenghuni tempat tinggal harus diterapi pada waktu yang sama. Sedangkan menurut Wibowo 2009 lindane yang digunakan untuk memberantas kutu kepala mempunyai kadar kurang dari 1. Behrman et al. 2000 dan Werner 2010 juga menjelaskan bahwa untuk memberantas kantong telur yang melekat di rambut adalah dengan menggunakan serit sisir bergigi rapat yang telah dicuci dengan cuka yang dicampur air hangat dengan perbandingan 1:1 selama setengah jam. Pengendalian pedikulosis kapitis secara kimiawi juga dapat menggunakan insektisida jenis pedikulosida lain seperti malation, karbaril dan permetrin fenotrin yang telah secara luas dipakai di seluruh dunia Brown dan Burns, 2005. Pedikulosida mudah dan nyaman digunakan untuk memberantas kutu kepala serta hasilnya sangat efektif. Namun, pada beberapa kasus ditemukan adanya resistensi kutu kepala terhadap malation dan insektisida piretroid Brown dan Burns, 2005.

B. Pendidikan Kesehatan

1. Definisi Pendidikan Kesehatan

Secara konseptual, menurut Adnani 2011 pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup sehat. Secara operasional, pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri Adnani, 2011. Menurut Potter dan Perry 2005 pendidikan kesehatan yang efektif dapat menurunkan jumlah klien datang ke rumah sakit dan meminimalkan penyebaran penyakit yang dapat dicegah.

2. Metode dan Media Pendidikan Kesehatan

Menurut Machali 2009 metode adalah suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu. Menurut Nursalam 2008 metode pendidikan kesehatan adalah prosedur penerapan seperangkat petunjuk untuk menghadapi situasi problematis dalam bidang kesehatan. Dalam pengertian ini tercakup prosedur teknik dan perangkat media. Pemilihan metode pendidikan kesehatan bergantung pada beberapa faktor, yakni karakteristik sasaranpartisipan jumlah, status sosial ekonomi, jenis kelamin, waktu dan tempat yang tersedia, serta tujuan spesifik yang ingin dicapai dengan pendidikan kesehatan tersebut perubahan pengetahuan, sikap, atau praktik partisipan Nursalam, 2008. Nursalam 2008 menjelaskan bahwa untuk memperoleh hasil belajar yang efektif, faktor instrumental alat peraga, kurikulum, fasilitator belajar dan metode belajar dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan materi dan subjek belajar.

a. Ceramah

Dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan terdapat berbagai macam metode yang dibagi berdasarkan jumlah individu yang akan diberikan pendidikan kesehatan Notoatmodjo, 2010. Metode ceramah merupakan cara penyampaian yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu dengan subjek kelompok dalam kategori besar 15 orang Notoatmodjo, 2010. Menurut Notoatmodjo 2010 metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Kelebihan metode ceramah menurut Herijulianti 2001 adalah sebagai berikut: 1 Murah dan mudah menggunakannya. 2 Waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh penyuluh. 3 Mempunyai sifat yang fleksibel. 4 Tidak perlu banyak menggunakan alat bantu atau alat peraga. 5 Penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang penting. Sedangkan untuk kekurangan metode ceramah, Herijulianti 2001 menjelaskannya sebagai berikut: 1 Dapat menimbulkan kebiasaan yang kurang baik, yaitu sifat pasif, kurang aktif untuk mencari dan mengelola informasi jika sering digunakan. 2 Hanya sedikit penyuluh yang dapat menjadi presentator yang baik. 3 Tidak semua sasaran mempunyai daya tangkap yang sama. 4 Ceramah dalam waktu yag lama dapat membosankan sehingga sering mengganggu konsentrasi berpikir sasaran. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah menurut Notoatmodjo 2010: 1 Penceramah menguasai materi apa yang akan diceramahkan. 2 Penceramah dapat menguasai sasaran ceramah. 3 Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound sistem, dan sebagainya.

b. Leaflet

Menurut Nursalam 2008 pendidikan kesehatan masyarakat dapat diberikan kepada sasaran baik secara langsung maupun melalui media tertentu. Dalam situasi di mana pendidik sumber tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran, media pendidikan sangat diperlukan. Leaflet merupakan media berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan biasanya lebih banyak berisi tulisan pada kedua sisi kertas serta dilipat sehingga berukuran kecil dan praktis dibawa. Leaflet biasanya berukuran A4 yang dilipat tiga. Media ini berisi gagasan mengenai pokok persoalan secara langsung dan memaparkan cara melakukan tindakan secara ringkas dan lugas Simamora, 2009. Kelebihan leaflet menurut Notoatmodjo 2005 adalah tahan lama, mencakup orang banyak, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, menarik, mempermudah pemahaman dan meningkatkan keinginan belajar. Sedangkan kelemahanya menurut Notoatmodjo 2005 adalah media ini tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak serta mudah terlipat. Menurut Nursalam 2008, kemampuan partisipan untuk mengingat kembali pesan-pesan dalam pendidikan kesehatan menurut teknik dan medianya dapat digambarkan melalui Kerucut Edgar Dale. Menurut kerucut tersebut, dalam dua minggu setelah partisipan diberi pendidikan kesehatan mereka akan mampu mengingat materi yang diberikan dengan persentase yang berbeda-beda sesuai dengan metode dan media pendidikan kesehatan yang dilakukan. Gambar 2.2 Kerucut Edgar Dale 1964 dalam Nursalam 2008 Keterangan: 1 Membaca, partisipan akan mengingat 10 dari materi yang dibacanya. 2 Mendengar, partisipan akan mengingat 20 dari materi yang didengarnya. 3 Melihat, partisipan akan mengingat 30 dari apa yang dilihatnya. 4 Mendengar dan melihat, partisipan akan mengingat 50 dari apa yang didengar dan dilihatnya. 5 Mengucapkan sendiri kata-katanya, partisipan akan mengingat 70 dari apa yang diucapkannya. 6 Mengucapkan sambil mengerjakan sendiri suatu materi pendidikan kesehatan, maka partisipan akan mengingat 90 dari materi tersebut. 50 70 90 30 20 10 Membaca Mendengar Melihat foto, ilustrasi Melihat demonstrasivideo Partisipasi dalam diskusi Melakukan secara nyata Penerimaan visual Penerimaan visual Penerimaan visual Penerimaan visual Melakukan Penerimaan dan partisipasi

3. Santri

Istilah santri berarti murid atau siswa Moesa, 2007. Santri adalah salah satu elemen dasar berdirinya suatu pesantren Hasbullah, 1999 dalam Ramdan et al., 2013. Santri sebagai salah satu komponen komunitas pesantren, memiliki cara pandang tersendiri bahwa semua kegiatan dalam kehidupan sehari-hari dipandang dengan relevansi hukum agama. Cara pandang inilah yang membedakan antara komunitas pesantren dengan masyarakat yang hidup di luar area pesantren Ramdan et al., 2013. Menurut Permenkes RI Nomor 1 Tahun 2013 pondok pesantren menaungi santri dari berbagai usia, namun pada umumnya santri yang belajar di pondok pesantren berusia antara 7-19 tahun. Sedangkan santriwati yang tinggal di Pondok Pesantren Al-Mimbar sendiri berusia 15-18 tahun. Menurut Potter dan Perry 2005 usia 13-20 tahun dikelompokkan sebagai usia remaja, yakni periode perkembangan di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan kapasitas perkembangan belajar tersebut Potter dan Perry 2005 menyatakan prinsip metode pendidikan kesehatan yang tepat bagi remaja adalah sebagai berikut: a. Bantu remaja untuk belajar tanpa mengganggu aktualisasi diri mereka. b. Izinkan remaja untuk mengambil keputusan mengenai kesehatan dan peningkatan kesehatan. c. Gunakan pendekatan pemecahan masalah untuk membantu remaja dalam meningkatkan kesehatan mereka.

C. Pengetahuan

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka overt behavior. Perilaku yang didasari pengetahuan biasanya bersifat langgeng Sunaryo, 2004. Notoatmodjo 2010 menyatakan bahwa pengetahuan kesehatan health knowledge dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan secara langsung wawancara atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis angket. Bloom 1908 dalam Sunaryo 2004 menjelaskan bahwa tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mencakup 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan. b. Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan menyimpulkan. c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum- hukum, rumus, metode dalam situasi nyata. d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada. f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian Sahar Salim Alatas dan Sri Linuwih 2013

Hasil penelitian berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X, Jakarta Timur” ini adalah tingkat pengetahuan santri tergolong kurang dan berhubungan dengan jenis kelamin, yakni tingkat pengetahuan santri laki-laki lebih tinggi daripada santri perempuan. Tingkat pengetahuan santri yang kurang menurut penelitian ini tidak berhubungan dengan usia dan tingkat pendidikan karena seluruh santri tinggal di lingkungan yang sama dan memiliki kegiatan yang sama serta pengetahuan mendalam tentang kesehatan juga belum dirasakan oleh santri.

2. Penelitian Sidoti, Bonura, Paolini dan Tringali 2009

Penelitian ini berjudul “A Survey on Knowledge and Perceptions Regarding Head Lice on Sample of Teachers and Students in Primary Schools of North and South of Italy ”. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa masih banyak gurupengajar yang mendapatkan informasi tentang pedikulosis kapitis tidak berdasarkan pada sumber ilmiah. Kurangnya pengetahuan guru ini berdampak pada ketidakadekuatan penanganan pedikulosis kapitis yang dialami siswa.

3. Penelitian Raras Kawuriansari, Dyah Fajarsari dan Siti Maulidah 2010

Hasil penelitian berjudul “Studi Efektivitas Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di SMP Kristen 01 Purwokerto Kabupaten Banyumas” ini menjelaskan bahwa media leaflet dapat meningkatkan pengetahuan siswi tentang dismenorea.

4. Penelitian Beni Harsono, Soesanto dan Samsudi 2009

Hasil Penelitian berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Antara Metode Ceramah Konvensional dengan Ceramah Berbantuan Media Animasi Pada Pembelajaran Kompetensi Perakitan dan Pemasangan Sistem Rem” ini menjelaskan bahwa metode ceramah konvensional dapat meningkatkan pengetahuan siswa namun dengan media animasi peningkatan pengetahuan siswa akan lebih tinggi.

E. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian berdasarkan Health Promotion Model Downie 1990 dalam WHO 2012 Kombinas a. Mengurangi sumber infestasi dengan mengobati penderita mengetahui cara penularan, dan perkembangbiakan kutu kepala b. Pendidikan kesehatan untuk mencegah penyebaran penyakit c. Pengawasan lingkungan d. Pertahanan biologis Keterangan: = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti Health Education Health Protection Prevention Pengetahuan Sikap Perilaku Ceramah Leaflet Peraturan Sarana dan prasarana 21 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting dalam suatu masalah Hidayat, 2008. Penelitian ini mengkaji dua variabel yakni pendidikan kesehatan metode ceramah dan leaflet sebagai variabel bebas independen serta skor pengetahuan santriwati tentang pedikulosis kapitis sebagai variabel terikat dependen. Berikut adalah kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang. Bagan 3.1: Kerangka Konsep Penelitian Pretest Pendidikan kesehatan tentang pedikulosis kapitis dengan metode ceramah Posttest Pretest Pendidikan kesehatan tentang pedikulosis kapitis dengan leaflet Posttest 22

B. Definisi Operasional Penelitian

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Usia Usia responden yang dihitung sejak dilahirkan hingga ulang tahun terakhir Kuesioner 0 = ≤15 tahun 1 = 15 tahun Lesshafft, 2013 Nominal 2. Lama terjangkit kutu kepala Lama waktu responden terjangkit kutu kepala yang dihitung sejak responden terjangkit kutu kepala hingga penelitian berlangsung Wawancara 0 = ±1tahun 1 = ±2 tahun 2 = ≥3 tahun Nominal 3. Jenis rambut Jenis rambut responden yang diobservasi saat penelitian berlangsung Lembar observasi 0 = rambut ikalkeriting 1 = rambut lurus Nominal 4. Panjang rambut Panjang rambut responden yang diobservasi saat penelitian berlangsung Lembar observasi 0 = panjang rambut di atas pundak 1 = panjang rambut ≥pundak Tappeh et.al, 2012 Nominal 5. Frekuensi keramasminggu Frekuensi keramas responden per minggunya Wawancara 0 = 2 kaliminggu 1 = ≥2 kaliminggu Novita, 2009 Nominal

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SEHAT DENGAN ANGKA KEJADIAN PEDIKULOSIS KAPITIS PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN DARUL ‘ULUM JOMBANG

1 8 12

EFEKTIFITAS AUDIOVISUAL DENGAN CERAMAH DAN LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN Efektifitas Audiovisual Dengan Ceramah Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Kontrasepsi Mow.

2 21 14

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 4 15

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATANMETODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET DENGAN Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 2 16

PENDAHULUAN Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 3 6

PERBEDAAN PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DENGAN CERAMAH DISERTAI LEAFLET TERHADAP Perbedaan Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dengan Ceramah Disertai Leaflet Terhadap Pengetahuan Keluarga Pasien Post Stroke Di Kecamatan Pasar Kliwon Sura

0 2 16

PERBEDAAN PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DENGAN CERAMAH DISERTAI LEAFLET Perbedaan Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dengan Ceramah Disertai Leaflet Terhadap Pengetahuan Keluarga Pasien Post Stroke Di Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta.

0 2 17

POLITIK PESANTREN DAN KESETARAAN GENDER: PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN PUTRI AL LATHIFIYYAH 1 BAHRUL 'ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG.

0 3 112

STUDI KOMPARASI METODE CERAMAH DAN LEAFLET TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG VULVA HYGIENE DI SMA N 10 PURWOREJO NASKAH PUBLIKASI - Studi Komparasi Metode Ceramah dan Leaflet terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Vulva

0 11 20

PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE SANTRIWATI SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN SCABIES DI PONDOK PESANTREN SALAFI AL-FALAH JATILAWANG

0 0 16