Bagi Santriwati Bagi Pondok Pesantren Bagi Puskesmas Bagi Peneliti Selanjutnya
b. Dilakukan penelitian lain tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang pedikulosis kapitis terhadap sikap dan perilaku santri.
DAFTAR PUSTAKA
Adnani, Hariza. 2011. Buku Ajar: Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Alatas, Sahar SS., Linuwih, S. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X,
Jakarta Timur. eJKI, vol 1 1: 53-57. Arikunto, Suharsimi. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Badri, Moh. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo
Ngabar Ponorogo. Media Litbang Kesehatan, vol 17 2: 20-27.
Behrman, R., Kliegman, R., Arvin, A. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Brown, RG., Burns, T. 2005. Lecture Notes: Dermatologi. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Budiman, Riyanto A. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Bugayong, AMS. et. al.. 2011. Effect of dry-on, suffocation-based treatment on the prevalence of pediculosis among schoolchildren in Calagtangan Village,
Miag-ao, Iloilo. Philippine Science Letters. Vol 4 1: 33-37. Dharma, Kelana K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans
Info Media. Efendi, F., Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Gulgun, M. et. al.. 2013. Pediculosis Capitis: Prevalence And its Associated
Factors in Primary School Children Living in Rural and Urban Areas in Kayseri, Turkey. National Institute of Public Health, vol 21 2: 104-108.
Handayani, W., Haribowo, AS. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Harsono, B., Soesanto, Samsudi. 2009. Perbedaan Hasil Belajar antara Metode Ceramah Konvensional dengan Ceramah berbantuan Media Animasi dalam
Pembelajaran Kompetensi Perakitan dan Pemasangan sistem Rem. Jurnal PTM, vol 9 2: 71-79.
Haryono, I., Prabandari, YS., Hariyono, W. 2008. Pendidikan Kesehatan Lingkungan Melalui Kultum. Berita Kedokteran Masyarakat, vol 24 1: 8-
15. Herijulianti, E., Indriani, TS., Artini, S. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi.
Jakarta: EGC. Hidayat, AA. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika. Kawuriansari, R., Fajarsari, D., Maulidah, S. 2010. Studi Efektivitas Leaflet
Terhadap Skor Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorea di SMP
Kristen 01 Purwokerto Kabupaten Banyumas. Bidan Prada : Jurnal Ilmiah
Kebidanan, vol 1 1: 108-122. Lesshafft, H. et. al.. 2013. Prevalence and risk factors associated with pediculosis
capitis in an impoverished urban community in Lima, Peru. Medknow Publications Media Pvt. Ltd., vol 5 4: 138-143.
Machali, Rochayah. 2009. Pedoman Bagi Penerjemah. Bandung: Kaifa. Moesa, Ali Maschan. 2007. Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis
Agama. Yogyakarta: LkiS. Moradi. et. al.. 2009. The Prevalence of Pediculosis capitis in Primary School
Students in Bahar, Hamadan Province, Iran. J Res Health Sci. Vol 9 1: 45-49.
Munawaroh, S., Sulistyorini, A. 2010. Efektivitas Metode Ceramah dan Leaflet dalam Peningkatan Pengetahuan Remaja tentang Seks Bebas di SMA
Negeri Ngrayun, Unpublished journal, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Ponorogo.
Natadisastra, D., Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010a. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010b. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta. Novita, Windya. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan di Rumah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Nursalam, Efendi F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. Pallant, Julie. 2007. SPSS: Survival Manual. England: Open University Press.
Patricia, Arthur. 2002. Riset Keperawatan: Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC.
Permenkes RI No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren, dalam: www.depkes.go.id diakses tgl
4 November pukul 09.00 WIB. Potter P., Perry A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta: EGC. Purwoko, S., Satyanegara, S. 2006. Pertolongan Pertama dan RJP Pada Anak.
Jakara: Arcan. Ramdan, AA., Iswari, R., Wijaya, A. 2013. Pola Penyakit Santri di Pondok
Pesantren Modern AsSalamah. Solidarity: Journal of Education, Society and Culture 2 1: 1-8.
Riwidikdo, Handoko. 2009. Statistik Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendekia Press Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sidoti, Bonura, Paolini, Tringali. 2009. A Survey on Knowledge and Perceptions Regarding Head Lice on Sample of Teachers and Students in Primary
Schools of North and South of Italy. J prev med hyg; 50: 141-151. Simamora, Roymond H. 2009. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan.
Jakarta: EGC. Siregar, Syofian. 2013. Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Bumi Aksara. Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tappeh, KH. et al.. 2012. Pediculosis capitis among Primary School Children and
Related Risk Factors in Urmia, the Main City of West Azarbaijan, Iran. J Arthropod-Borne Dis, vol 6 1: 79
–85. Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: EGC.
Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Umar, Husein. 2011. Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali Pers.
Werner, D., Thuman, C., Maxwell, J. 2010. Apa yang Anda Kerjakan Bila Tidak Ada Dokter. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
WHO. 2012. Health Education: theoritical concepts, effective strategies and core competencies. Eastern Mediterranean: WHO Library Cataloguing in
Publication Data. Wibowo, Agus. 2009. Cerdas Memilih Obat dan Mengenali Penyakit. Jakarta:
Lingkar Pena Kreativa.
LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Jenis Kelamin :
Kelas :
Bersedia menjadi responden penelitian Saudari Hanik Fadilah NIM: 1111104000057, Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta de ngan judul penelitian “Perbedaan Metode Ceramah dan
Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan Santriwati Tentang Pedikulosis Kapitis di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang
”. Peneliti telah menjelaskan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Saya mengerti bahwa
data-data yang diperoleh akan dilindungi dan identitas Saya akan dirahasiakan. Saya juga mempunyai hak untuk menolak jika ada ketidaknyamanan saat
penelitian berlangsung. Saya menyatakan bahwa Saya telah membaca pernyataan di atas dan setuju
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela. Jombang, April 2015
LAMPIRAN 2 KUESIONER PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG
PEDIKULOSIS KAPITIS DI PONDOK PESANTREN AL-MIMBAR SAMBONGDUKUH JOMBANG
Yth, responden, Dimohon kesediaannya untuk mengisi kuesioner berikut yang berkaitan dengan
pedikulosis kapitis masalah kesehatan pada rambut dan kulit kepala yang disebabkan oleh kutu kepala, sebagai bahandata untuk penelitian. Bacalah setiap
pertanyaan dengan teliti dan jawablah dengan jujur, dengan menyilang X, pada kolom yang telah disediakan.
Terima kasih atas kerjasamanya.
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama : 2. Usia :
3. Kelas :
B. PENGETAHUAN TENTANG KUTU KEPALA, MASALAH YANG
DITIMBULKAN DAN PENANGANANNYA No
Pertanyaan Benar
Salah
1. Kutu kepala adalah parasit yang menyerang kulit kepala.
2. Kutu kepala dapat menyerang anggota tubuh berambut
yang lain selain kulit kepala. 3.
Kutu kepala dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit kepala.
4. Telur kutu yang sudah menetas ±10 hari akan lebih
mudah terlihat. 5.
Telur dapat ditemukan di kulit kepala. 6. Waktu pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai
menjadi dewasa rata-rata 18 hari. 7.
Kutu kepala dewasa dapat bertahan hidup di bantal atau kasur selama berminggu-minggu
8. Kutu kepala dewasa hanya dapat hidup dalam 2 minggu.
9. Seseorang dikatakan terjangkit kutu kepala jika
ditemukan kutu kepala atau telurnya di rambut kepala. 10. Seseorang yang mempunyai kutu kepala selalu memiliki
kebersihan diri yang kurang. 11. Kutu kepala tidak harus diberantas karena tidak
berdampak pada kesehatan kita. 12. Kutu kepala hanya dapat menimbulkan rasa gatal.
13. Gatal karena kutu kepala terjadi akibat respon tubuh terhadap air liur kutu.
14. Ada sebagian orang yang tahan dengan air liur kutu kepala sehingga tidak merasakan gatal.
15. Seseorang yang terlihat sering menggaruk kepala dapat dipastikan bahwa ia terjangkit kutu kepala.
16. Menggaruk kulit kepala dapat menyebabkan iritasi dan luka.
17. Kutu kepala dapat menyebabkan anemia kurang darah. 18. Kutu kepala dapat menyebabkan plica palonica borok
jika tidak segera ditangani. 19. Seseorang yang mempunyai kutu kepala dapat
menularkannya pada teman yang tidur sekamar dengannya.
20. Kutu kepala mampu terbang dengan sayapnya sehingga para santri mudah tertular satu sama lain.
21. Seseorang tidak dapat terjangkit kutu kepala hanya dengan pinjam meminjam mukena dan kemeja.
22. Memberantas kutu kepala dapat menggunakan obat bahan kimia maupun dengan manual dengan tangan
dan serit. 23. Jika ditemukan telur kutu di rambut kepala harus segera
dilakukan pengobatan kutu kepala. 24. Seseorang yang terjangkit kutu kepala dianjurkan
menggunakan obat kimia pemberantas kutu. 25. Membasmi kutu kepala pada penghuni asramapondok
tidak harus secara bersamaan. 26. Mengecek adanya kutu kepala rutin perlu dilakukan.
27. Kita sebaiknya menghindari bergaul dengan teman yang mempunyai kutu kepala.
28. Dengan mengobati seseorang yang terjangkit kutu kepala berarti kita mengurangi sumber penularan kutu
kepala. 29. Penderita dianjurkan memakai tutup kepala saat tidur
untuk mencegah penularan kutu kepala pada teman sekamarnya.
30. Saling mengingatkan sesama penghuni kamar tentang pencegahan penularan kutu kepala dapat membantu
mengendalikan penyebaran kutu kepala.
LAMPIRAN 3 LEMBAR OBSERVASI KESEHATAN KEPALA SANTRIWATI TENTANG
PEDIKULOSIS KAPITIS DI PONDOK PESANTREN AL-MIMBAR SAMBONGDUKUH JOMBANG
NamaUsia :
Tanggal observasi: Lama terjangkit pedikulosis kapitis:
Bentuk rambut ikallurus: Panjang rambut di atas bahudi bawah bahu:
1. Terdapat luka bekas gigitan warna kulit kepala memerah atau terdapat luka sekunder bernanah:
2. Frekuensi keramas dengan shampo dalam seminggu: 3. Warna konjungtiva:
4. Jumlah kutu:
LAMPIRAN 4 SATUAN ACARA PENDIDIKAN
SAP
Pokok Bahasan : Pedikulosis Kapitis
Sub Pokok Bahasan : 1. Definisi Pedikulosis Kapitis 2. Morfologi dan Siklus Hidup Pediculus humanus capitis
3. Etiologi Pedikulosis Kapitis 4. Dampak Pedikulosis Kapitis
5. Penanganan Pedikulosis Kapitis Pencegahan dan Pengobatan
Hari, tanggal : Jumat, 24 April 2015
Waktu : 45 menit + 60 menit untuk pretest dan posttest
Narasumber : Hanik Fadilah
Tempat : Aula MA. Al-Bairuny Sambongdukuh Jombang
Sasaran : Santriwati PP. Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang
Pertemuan : 1 kali pertemuan
A. Tujuan 1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 45 menit klien diharapkan mampu mengerti tentang pedikulosis kapitis dan pada
akhirnya dapat menerapkan cara penanganannya sehingga tingkat pedikulosis kapitis menurun.
2. Tujuan Khusus Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 45 menit klien
diharapkan: a. Mampu mengidentifikasi definisi pedikulosis kapitis.
b. Mampu mengidentifikasi morfologi dan siklus hidup Pediculus humanus capitis.
c. Mampu mengidentifikasi etiologi pedikulosis kapitis. d. Mampu mengidentifikasi dampak pedikulosis kapitis.
e. Mampu mengidentifikasi penanganan pedikulosis kapitis berupa pencegahan dan pengobatannya.
B. Materi terlampir 1. Definisi pedikulosis kapitis
2. Morfologi dan siklus hidup Pediculus humanus capitis 3. Etiologi pedikulosis kapitis
4. Dampak pedikulosis kapitis 5. Penanganan pedikulosis kapitis pencegahan dan pengobatan
C. Metode Ceramah dan tanya jawab.
D. Kegiatan Pendidikan Kesehatan No.
Tahap Kegiatan Narasumber
Kegiatan Peserta AlatMedia
1. Pretest
09.00 –
09.30 WIB Membagikan kuesioner
pengetahuan pedikulosis kapitis, mengamati jalannya pretest
Mengisi kuesioner pengetahuan
pedikulosis kapitis Kuesioner
pengetahuan pedikulosis
kapitis 2.
Pendahuluan 09.30
– 09.35 WIB
Pembukaan: a. Memberi salam
b. Memperkenalkan diri c. Menyampaikan tujuan
pendidikan kesehatan a. Menjawab
salam b. Menyimak
LCD, proyektor
powerpoint
3. Penyajian
09.35 –
09.55 WIB Menjelaskan tentang:
a. Definisi pedikulosis kapitis
b. Morfologi dan siklus hidup Pediculus
humanus capitis c. Etiologi pedikulosis
kapitis d. Dampak pedikulosis
kapitis e. Penanganan pedikulosis
kapitis pencegahan dan pengobatan
a. Menyimak penjelasan
narasumber b. Mengajukan
pertanyaan tentang
pedikulosis kapitis dan
menyimak penjelasan
dari narasumber
LCD, proyektor
powerpoint
4. Tanya Jawab
09.55 –
10.10 WIB Menerima dan menjawab
pertanyaan Mengajukan
pertanyaan tentang materi yang telah
dijelaskan LCD,
proyektor powerpoint
5. Penutup
10.10 –
10.15 WIB Penutupan:
a. Menyampaikan kesimpulan dari materi
yang telah dijelaskan. b. Mengucapkan terima
kasih atas perhatian dan waktunya
Menyimak LCD,
proyektor powerpoint
6. Posttest
10.15 –
10.45 WIB Membagikan kuesioner
pengetahuan pedikulosis kapitis, mengamati jalannya posttest
Mengisi kuesioner pengetahuan
pedikulosis kapitis Kuesioner
pengetahuan pedikulosis
kapitis
E. Evaluasi Evaluasi pendidikan kesehatan ini adalah dengan memberikan posttest
pada partisipan berupa kuesioner yang terdiri dari 26 pertanyaan tentang materi pedikulosis kapitis yang telah disampaikan oleh narasumber.
F. Referensi Materi Alatas, Sahar SS., Linuwih, S. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X, Jakarta Timur. eJKI, vol 1 1: 53-57.
Behrman, R., Kliegman, R., Arvin, A. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
Brown, RG., Burns, T. 2005. Lecture Notes: Dermatologi. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Bugayong, AMS. et. al.. 2011. Effect of dry-on, suffocation-based treatment on the prevalence of pediculosis among schoolchildren in
Calagtangan Village, Miag-ao, Iloilo. Philippine Science Letters. Vol 4 1: 33-37.
Moradi. et. al.. 2009. The Prevalence of Pediculosis capitis in Primary School Students in Bahar, Hamadan Province, Iran. J Res Health Sci.
Vol 9 1: 45-49. Natadisastra, D., Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC. Novita, Windya. 2009. Buku Pintar Merawat Kecantikan di Rumah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Timmreck, Thomas C. 2004. Epidemiologi: Suatu Pengantar. Jakarta:
EGC. Werner, D., Thuman, C., Maxwell, J. 2010. Apa yang Anda Kerjakan Bila
Tidak Ada Dokter. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Materi pedikulosis kapitis infestasi kutu kepalamasalah kesehatan yang disebabkan oleh kutu kepala
Seseorang dikatakan terjangkit kutu kepala apabila ditemukan kutu kepala maupun telurnya pada rambut kepala Natadisastra dan Agoes, 2009. Berikut
adalah beberapa penjelasan tentang kutu kepala: a. Kutu kepala adalah salah satu ektoparasit parasit yang menyerang
permukaan tubuhkulit hospes manusia yang menghisap darah kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
Natadisastra dan Agoes, 2009. b. Kutu kepala merupakan parasit permanen, yakni serangga yang seumur
hidupnya menjadi parasit pada tuan rumah. Ia dapat berpindah-pindah tuan rumah tetapi tidak dapat hidup bebas di alam Natadisastra dan Agoes, 2009.
c. Kutu kepala tidak dapat terbang maupun melompat Timmreck, 2004. d. Kutu kepala hanya tinggal di rambut kepala Natadisastra dan Agoes, 2009.
e. Telur kutu berwarna seperti lemak dan akan lebih mudah terlihat setelah menetas ±10 hari Brown dan Burns, 2005.
f. Waktu pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa ±18 hari, sedangkan kutu kepala dewasa dapat hidup 27 hari Natadisastra dan Agoes,
2009.
Etiologi
Penderita terjangkit kutu kepala akibat kontak langsung dengan penderita lain yang sudah terjangkit kutu kepala atau melalui benda-benda seperti sisir, bantal,
dan kerudung yang digunakan bersama-sama Alatas dan Linuwih, 2013.
Dampak
a. Rasa gatal sering muncul akibat air liur yang mengandung antigenracun yang disuntikkan ke kulit kepala saat kutu kepala menghisap darah inangnya
serta kotoran yang dihasilkan oleh kutu kepala tersebut Timmreck, 2004.
b. Sebagian orang memiliki toleransi imunologis terhadap antigenracun air liur kutu sehingga tidak timbul reaksi akibat gigitan Brown dan Burns, 2005.
c. Rasa gatal akan mengakibatkan penderita menggaruk kepala. Kebiasaan menggaruk yang intensif dapat menyebabkan iritasi, luka, serta infeksi
sekunder Bugayong, 2011. d. Anemia karena kehilangan darah juga dapat terjadi pada pedikulosis kapitis
berat Moradi et al., 2009. e. Impetigo juga dapat terjadi akibat bakteri stafilokokus yang masuk ke dalam
kulit kepala sewaktu penderita menggaruk kulit kepala Brown dan Burns, 2005.
f. Pada penderita berat, helaian rambut satu dengan yang lain akan sering melekat dan mengeras dan banyak ditemukan kutu kepala dewasa, telur nits
serta eksudat nanah yang berasal dari luka gigitan yang meradang. Keadaan ini disebut plica palonica borok yang dapat ditumbuhi jamur Natadisastra
dan Agoes, 2009. g. Efek psikologis yang dirasakan penderita seperti berkurangnya rasa percaya
diri, pandangan sosial yang negatif, kurangnya kualitas tidur, dan gangguan belajar Alatas dan Linuwih, 2013.
Pencegahan
a. Mengurangi sumber penyakit dengan mengobati penderita Natadisastra dan Agoes, 2009.
b. Tidak saling meminjam barang pribadi yang dapat menjadi perantara penularan kutu kepala seperti sisir, kerudung, mukena, ikat rambut, dan
sebagainya Alatas dan Linuwih, 2013. c. Menjaga kebersihan rambut kepala dengan mencuci rambut dengan shampo
2-3 kali seminggu Novita, 2009. d. Tidak tinggal atau berdekatan dengan penderita jika keadaan tidak
memungkinkan seperti di pondok pesantren, dapat diatasi dengan pemakaian tutup kepala atau kerudung oleh penderita saat tidur untuk mencegah
penularan kutu kepala Alatas dan Linuwih, 2013. e. Saling mengingatkan tentang pencegahan penularan kutu kepala.
f. Mengecek kutu kepala rutin karena ada beberapa orang yang tidak sensitif dengan antigenracun air liur kutu kepala sehingga tidak merasakan gatal
Brown dan Burns, 2005.
Pengobatan
a. Metode Pengobatan Fisik Metode pengobatan fisik yang sederhana antara lain adalah mencuci
rambut dengan shampo, kemudian diikuti dengan penggunaan kondisioner dalam jumlah yang banyak. Rambut kemudian disisir menggunakan serit
sisir yang giginya kecil-kecil dan rapat dengan tujuan agar semua kutu dapat terangkat. Tindakan ini dianjurkan diulangi setiap 4 hari selama 2
minggu Brown dan Burns, 2005. Metode pengobatan fisik kutu kepala juga dapat dilakukan dengan cara membunuh kutu dewasa menggunakan
tangan dan sisir serit untuk menyisir nimfaanak kutu dan telurnya Natadisastra dan Agoes, 2009.
a. Metode Pengobatan Kimiawi Caranya adalah dengan menggunakan obat kutu kepala. Prinsip
pengobatan kutu kepala adalah seluruh anggota keluargapenghuni tempat tinggal harus diterapi pada waktu yang sama.
Memberantas kantong telur yang melekat di rambut dapat dilakukan dengan menggunakan serit sisir bergigi rapat yang telah dicuci dengan
cuka yang dicampur air hangat dengan perbandingan 1:1 selama setengah jam
Werner, 2010.
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbachs Alpha Part 1
Value ,611
N of Items 15
a
Part 2 Value
,599 N of Items
15
b
Total N of Items 30
Correlation Between Forms ,653
Spearman-Brown Coefficient Equal Length
,790 Unequal Length
,790 Guttman Split-Half Coefficient
,788 a. The items are: kutu kepala adl parasit yg menyerang kulit kepala, kutu kepala menyerang anggota tubuh
berambut selain kulit kepala, kutu kepala dapat masuk tubuh manusia lewat kulit kepala, telur kutu kepala mudah dilihat setelah menetas, telur kutu kepala dpt ditemukan di kulit kepala, pertumbuhan kutu kepala dari telur sampai
dewasa rata-rata18 hari, kutu kepala dapat hidup di kasur dan bantal berminggu-minggu, kutu kepala dewasa hanya hidup dalam 2 minggu, dikatakan terjangkit kutu kepala jika ditemukan kutu kepala atau telurnya di rambut
kepala, orang yang punya kutu kepala selalu memiliki kebersihan diri yg kurang, kutu kepala tdk perlu diberantas krn tdk berdampak pada kesehatan, kutu kepala hanya dpt menimbulkan rasa gatal, gatal terjadi krn air iur kutu
kepala, ada sebagian orang yg tahan air lur kutu shg tdk terasa gatal, orang yg sering menggaruk kepala pasti punya kutu kepala.
b. The items are: menggaruk kulit kepala dpt menyebabkan iritasi, kutu kepala dpt menyebabkan anemia, kutu kepala dpt menyebabkan borok, seorang yg punya kutu kepala dpt menularkannya pd teman sekamarnya, kutu
kepala dpt terbang dg sayapnya, dg pinjam meminjam mukena dan kemeja tdk akan tertular kutu kepala, memberatas kutu kepala dpt dg obat maupun manual dg serit, jika ditemukan kutu kepala segera lakukan
pengobatan kutu kepala, seorang yg terjangkit kutu kepala dianjurkan menggunakan obat kimia pemberantas kutu, membasmi kutu kepala tdk harus bersamaan, mengecek adanya kutu kepala rutin perlu dilakukan, sebaiknya
menghindari bergaul dg teman yg punya kutu kepala, mengobati penderita kutu kepala berarti mengurangi sumber penularan kutu kepala, penderita dianjurkan pakai tutup kepala saat tdr untk mencegah penularan kutu, saling
mengingatkan tentag pencegahan penularan kutu dpt mengendalikan penyebaran kutu.
Lampiran 9 Rekapitulasi data metode ceramh
Metode A1 A3
A4 A5
BPRE1 BPRE2
BPRE3 BPRE4
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 6
1 1
2 1
1 41
1 1
1 1
1 1
1 12
1 1
1 1
1 31
1 1
1 1
1 1
3 1
1 2
1 1
1 1
1 3
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
1 1
1 1
4 1
1 1
1 1
1 1
11 1
1 1
1 1
1 1
5 1
1 1
1 1
7 1
1 2
1 1
1 1
1 3
1 1
1 1
1 1
1 8
1 1
1 1
1 1
6 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 2
1 1
22 1
1 1
1 1
1 1
14 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
5 1
1 2
1 1
5 1
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
1 1
3 1
1 1
1 1
1 1
1 19
Metode ceramah pretest
CPRE1 CPRE2
CPRE3 CPRE4
CPRE5 CPRE6
CPRE7 CPRE8
CPRE9 CPRE10 CPRE11 CPRE12 CPRE13 CPRE14 CPRE15
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
CPRE16 CPRE17 CPRE18 CPRE19 CPRE20 CPRE21 CPRE22 CPRE23 CPRE24 CPRE25 CPRE26 CPRE27 CPRE28 CPRE29 CPRE30
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
Metode ceramah postest
CPOS1 CPOS2
CPOS3 CPOS4
CPOS5 CPOS6
CPOS7 CPOS8
CPOS9 CPOS10 CPOS11 CPOS12 CPOS13 CPOS14 CPOS15
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
CPOS16 CPOS17 CPOS18 CPOS19 CPOS20 CPOS21 CPO22 CPO23
CPO24 CPO25
CPOS26 CPOS27 CPOS28 CPOS29 CPOS30 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
Lampiran 9 Rekapitulasi data metode leaflet
Metode A1
A3 A4
A5 BPRE1
BPRE2 BPRE3
BPRE4 2
1 2
1 1
1 1
7 2
1 1
1 1
1 13
2 1
1 1
1 1
1 3
2 1
1 1
9 2
1 1
1 1
1 1
1 5
2 1
1 1
1 1
1 1
2 1
1 1
1 7
2 1
2 1
1 1
1 4
2 1
1 1
1 1
1 2
1 2
1 1
1 1
2 2
1 1
1 1
1 2
1 1
1 1
7 2
2 1
1 1
1 11
2 1
2 1
1 1
2 2
1 1
1 1
1 1
9 2
1 1
1 1
1 1
5 2
1 1
2 1
1 1
1 3
2 1
1 1
1 1
1 1
13 2
1 2
1 1
1 1
1 4
2 1
1 1
1 1
22 2
1 1
1 1
1 1
1 5
2 1
1 1
1 16
2 1
1 1
1 1
1 1
2 2
1 1
1 1
1 1
7 2
1 1
1 1
1 1
21 2
1 1
1 1
1 1
1 1
2 1
1 1
1 1
1 8
2 1
1 1
1 1
3 2
1 2
1 1
1 1
1 32
Metode leaflet pretest
CPRE1 CPRE2
CPRE3 CPRE4
CPRE5 CPRE6
CPRE7 CPRE8
CPRE9 CPRE10 CPRE11 CPRE12 CPRE13 CPRE14 CPRE15
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
CPRE16 CPRE17 CPRE18 CPRE19 CPRE20 CPRE21 CPRE22 CPRE23 CPRE24 CPRE25 CPRE26 CPRE27 CPRE28 CPRE29 CPRE30
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
Metode leaflet postest
CPOS1 CPOS2
CPOS3 CPOS4
CPOS5 CPOS6
CPOS7 CPOS8
CPOS9 CPOS10 CPOS11 CPOS12 CPOS13 CPOS14 CPOS15
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
CPOS16 CPOS17 CPOS18 CPOS19 CPOS20 CPOS21 CPO22 CPO23
CPO24 CPO25
CPOS26 CPOS27 CPOS28 CPOS29 CPOS30 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1
Lampiran 10 Hasil Analisa Univariat