27.3 27.4 27.4 27.7 Strategi dan Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim

27.0 27.2

27.4 27.3

27.3 27.4

27.2 27.4

27.3 27.7

27.9 26.6 26.8

27.0 27.2

27.4 27.6 27.8 28.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Suhu rata-rata Suhu normal 230 361 134 84 167 116 1 20 8 109 74 255 251 287 308 186 225 92 120 143 118 197 247 50 100 150 200 250 300 350 400 C u ra h H u ja n 2009 2010 49 hujan. Kegagalan panen tersebut diakibatkan oleh hujan yang turun berkepanjangan, sehingga menyebabkan sawah mereka kebanjiran serta banyaknya hama dan penyakit tanaman yang muncul saat musim penghujan. Hal ini memicu terjadinya perubahan pola tanam oleh petani. Jika pada tahun 2009 petani bisa menanam bawang merah sebanyak 3-4 kali dalam setahun, pada tahun 2010 petani hanya bisa menanam 2 kali saja dalam setahun. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi besarnya kerugian akibat gagal panen saat curah hujan mengalami peningkatan, karena biaya yang digunakan untuk memproduksi bawang merah relatif mahal.

6.2 Strategi dan Adaptasi Petani Terhadap Perubahan Iklim

Adaptasi memaksimalkan kemungkinan pendapatan yang diterima petani dan produksi pertanian akibat perubahan iklim. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 64 telah melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim, sedangkan sisanya sebanyak 36 tidak melakukan adaptasi dan strategi apapun terhadap perubahan iklim. Adaptasi yang dilakukan responden didasarkan atas pengalaman selama bertani. Bentuk adaptasi dan strategi tersebut antara lain merubah pola tanam berupa mengganti jenis tanaman 70 dengan tanaman yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi, memperbanyak obat-obatan 18, dan memperbaiki pengolahan tanah 12 dengan memberikan perlakuan yang lebih intensif. Sumber : Data Primer diolah, 20 Gambar 6. Adaptasi d Berdasarkan diagram dalam menghadapi adanya tanaman. Jika petani menan maka dengan adanya perub hanya menanam bawang m diganti menjadi tanaman jag tahan terhadap curah hujan iklim maka petani juga me terjadinya adanya kerugian y Menurut responden responden dalam melakuka modal. Responden yang ma dan penyakit tanaman denga Harga obat-obatan yang sem faktor penghambat bagi pe karena banyaknya serang Terbatasnya adaptasi dan st 18 12 2011 i dan Strategi Petani Terhadap Perubahan Iklim am diatas dapat diketahui adaptasi terbesar dari p ya perubahan iklim yaitu dengan mengganti anam bawang merah sebanyak tiga kali dalam set ubahan iklim dengan meningkatnya curah hujan p merah hanya sebanyak dua kali dan jenis tan jagung manis karena menurut petani, jagung manis jan yang tinggi. Selain itu, dengan adanya perub elakukan perubahan pola tanam untuk mengantis n yang lebih besar. n selain kurangnya informasi, faktor yang mengha kan adaptasi dan strategi adalah karena kekura ampu secara finansial dapat mengatasi serangan gan pemberian obat-obatan yang harganya relatif m emakin meningkat dari tahun ke tahun juga merup petani, sedangkan produksi pertanian makin men ngan hama dan penyakit pada tanaman me strategi yang dapat dilakukan responden menunju 70 12 mengganti jenis tanaman memperbanyak oba obatan memperbaiki pengolahan tanah lim i petani ti jenis setahun, petani anaman is lebih rubahan tisipasi hambat urangan n hama f mahal. rupakan enurun mereka. njukkan obat- h 51 bahwa peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim tersebut. Peran pemerintah tersebut antara lain, memberikan pinjaman lunak dan kredit pertanian, memberikan penyuluhan mengenai perbahan iklim, pengembangan sarana dan prasarana penunjang adaptasi, larangan produk impor, dan lain-lain. 6.3 Estimasi Perubahan Input, Output dan Pendapatan Petani di Desa Kemukten Akibat Perubahan Iklim Perubahan pola tanam oleh petani terjadi karena adanya perubahan iklim dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kerugian dan memperoleh pendapatan yang optimal. Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani diperlukan data mengenai biaya input produksi dan penerimaan usahatani. Karena terjadi perubahan pola tanam di tahun 2009 dan 2010, maka terjadi perubahan terhadap biaya input produksi yang digunakan dan penerimaan usahatani yang didapatkan. Input yang digunakan dalam usahatani di Desa Kemukten antara lain benih, pupuk kandang, pupuk urea, KCl, TSP, ZA, insektisida, fungisida, peralatan pertanian cangkul, sekop, ember, dan lain-lain, plastik penutup, tenaga kerja serta sewa lahan bagi petani penyewa. Analisis usahatani pada penelitian ini dilakukan dalam dua jenis usaha menurut golongan kepemilikan lahan yaitu petani pemilik dan petani penyewa. Perbandingan usahatani dapat dilakukan melalui estimasi dengan membuat satuan luas yang sama yaitu ke luasan satu hektar. Penggunaan input produksi akan dibedakan ke dalam dua periode yaitu penggunaan input produksi pada tahun 2009 dan penggunaan input produksi pada tahun 2010 sesuai dengan pola tanam yang dilakukan oleh petani serta penggunaan input dibedakan berdasarkan petani yang melakukan perubahan pola tanam dan yang tidak melakukan perubahan pola tanam pada tahun 2010 saat 52 telah terjadi perubahan iklim. Jumlah penggunaan input terutama obat-obatan meningkat pada tahun 2010 yaitu pada saat terjadinya perubahan ikim yang sangat signifikan. Penggunaan obat-obatan mencapai tiga kali lipat dari biasanya pada saat hujan terus menerus di tahun 2010 dan harga dari beberapa input pertanian juga mengalami peningkatan. Output yang dihasilkan oleh petani pada saat terjadi perubahan iklim mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pada saat musim penghujan petani di Desa Kemukten yang sebagian besar adalah petani bawang merah, tidak dapat menanam bawang merah secara berkelanjutan tiap tahun seperti pada saat musim 2009 dimana curah hujan mendekati curah hujan normal, padahal petani menghasilkan penerimaan terbesar dari output bawang merah. Petani mengurangi intensitas menanam bawang merah pada saat musim hujan untuk mengurangi adaya dampak kerugian yang ditimbulkan akibat kegagalan penen bawang merah. Maka dari itu, petani di Desa Kemukten sebagian besar mengganti pola tanam mereka dari menanam tiga kali bawang merah dalam setahun menjadi dua kali saja atau bahkan satu kali. Agar tetap mendapatkan penghasilan dari usahataninya, petani pada umumnya mengganti tanaman bawang merah dengan jagung manis yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Output yang diterima petani dari bawang merah dan jagung manis tentunya berbeda. 53 Tabel 11. Produksi Bawang merah, Jagung manis, Cabai dan Padi di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010 Komoditas Tahun 2009 Tahun 2010 Produksi Luas Panen Produktivitas Produksi Luas Panen Produktivitas ton ha tonha ton ha tonha Bawang Merah 259,80 47,87 5,43 150,29 34,46 4,36 Jagung Manis 35,05 5,97 5,87 97,80 15,34 6,38 Cabai 51,70 9,43 5,49 44,40 9,81 4,53 Padi 4,20 0,80 5,25 5,20 1,28 4,06 Sumber : Data Primer diolah, 2011 Produksi bawang merah pada tahun 2010 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun 2009. Selisih antara keduanya sebesar 109,51 ton dan Luas Panen bawang merah juga mengalami penurunan sebesar 13,41 hektar karena petani banyak yang mengurangi penanaman bawang merah saat curah hujan tinggi pada tahun 2010. Begitu juga untuk komoditas cabai yang juga mengalami penurunan produksi pada tahun 2010 sebesar 7,3 ton, sedangkan jagung manis dan padi mengalami peningkatan produksi pada tahun 2010 masing- masing sebesar 62,75 ton dan 1 ton dibandingkan pada tahun 2009. Luas panen Jagung manis juga mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 9,37 hektar. Jagung manis dan padi mengalami peningkatan produksi pada tahun 2010 karena jagung manis dan padi lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi sehingga petani lebih memilih untuk menanam jagung manis dan padi daripada bawang merah atau cabai. Produktivitas bawang merah, cabai dan padi mengalami penurunan pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2009, tetapi jagung manis mengalami peningkatan produktivitas pada tahun 2010 karena petani responden lebih banyak menanam jagung manis pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun 2009. 54 Pendapatan petani merupakan selisih antara penerimaan dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai yang diterima dari produksi usahatani atau output dikalikan dengan harga penjualan produk. Pendapatan petani responden pada tahun 2009 berbeda dengan pendapatan petani responen pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena responden melakukan perubahan pola tanam dan hanya beberapa saja yang tidak melakukan perubahan pola tanam, maka jumlah penerimaan dan penggunaan input pertanian juga berbeda. 55 Tabel 12. Perbandingan Pendapatan Petani Responden Per Hektar di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010 Serta Perbandingan Pendapatan Petani yang Melakukan Perubahan Pola Tanam dan Tidak Melakukan Perubahan Pola Tanam No Pola Tanam Tahun 2009 Dasar Jumlah Responden Pendapatan Rata-rata Petani Rpha Pola Tanam Tahun 2010 Berubah Tetap Pendapatan Petani Rpha I BM-BM-BM-CB 23 36.485.186 BM-BM-BM-CB 1 32.750.000 BM-BM-JM-CB 13 88.516.692 BM-BM-JM-JM 3 36.089.333 Lainnya 6 28.999.250 Pendapatan Rata-rata Petani Rpha 36.485.186 46.588.819 II BM-BM-BM-JM 12 34.013.417 BM-BM-BM-JM 3 12.305.000 BM-BM-JM-JM 3 39.041.000 BM-BM-CB-JM 3 28.490.000 Lainnya 3 19.306.000 Pendapatan Rata-rata Petani Rpha 34.013.417 24.785.500 III Lainnya 9 30.211.111 Lainnya 9 31.122.600 Jumlah Responden 44 31 13 Sumber : Data Primer diolah, 2011 Keterangan : BM = Bawang Merah JM = Jagung Manis CB = Cabai PD = Padi 56 Pendapatan petani rata-rata pada tahun 2010 mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2009. Hal ini terjadi karena adanya perubahan iklim yang menyebabkan menurunnya jumlah produksi dan perubahan pola tanam. Penggantian jenis tanaman juga mempengaruhi berubahnya pendapatan petani karena penerimaan yang diperoleh petani dari produksi tanaman yang berbeda juga akan berbeda. Melalui perbandingan petani yang melakukan perubahan pola tanam dan yang tidak melakukan perubahan pola tanam, dapat diketahui berubahnya pendapatan petani akibat perubahan pola tanam. Pola tanam dasar I pada tahun 2009 adalah bawang merah-bawang merah- bawang merah-cabai, pada tahun 2010 petani responden ada yang memutuskan untuk tetap menggunakan pola tanam dasar dan ada juga yang memutuskan untuk merubah pola tanam. Jumlah responden yang memutuskan untuk tidak merubah pola tanam dasar I sebanyak satu responden. Dia memutuskan untuk tidak mengganti pola tanam karena sudah terbiasa menggunakan pola tanam tersebut di setiap tahunnya. Produksi bawang merah menurun sebesar 54,76 ton atau menurun 21,08, harga bawang merah meningkat dari Rp 8.500kg pada tahun 2009 menjadi Rp 10.000. Penerimaan petani mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar Rp 4.394.814 atau meningkat 6,11 dibandingakan pada tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 4. Biaya penggunaan input pada tahun 2010 juga mengalami peningkatan sebesar Rp 8.130.000 atau meningkat sebesar 22,99 dibandingkan tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 5, sehingga pendapatan petani menurun sebesar 16,88. 57 Petani responden yang memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I pada tahun 2010 sebanyak 22 responden. Sebanyak 13 orang petani memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I menjadi bawang merah-bawang merah- jagung manis-cabai. Pendapatan petani setelah melakukan perubahan pola tanam ini menjadi meningkat sebesar Rp 52.031.506. Hal ini terjadi karena petani responden mengganti komoditas bawang merah menjadi jagung manis yang dianggap lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Produksi jagung manis meningkat pada tahun 2010 sebesar 50 ton atau meningkat 142,65 namun harga jagung manis menurun dari Rp 3.500kg menjadi Rp 1.500kg atau menurun 57,14. Produksi cabai menurun sebesar 7,3 ton atau menurun 14,12 pada tahun 2010 dan harga cabai meningkat menjadi Rp 15.000kg dibandingkan pada tahun 2009 sebesar Rp 12.000kg atau meningkat 20. Penerimaan petani meningkat sebesar Rp 37.592.092 atau meningkat 52,32 dan biaya penggunaan input menurun sebesar Rp 14.439.414 atau menurun 40,82 karena biaya penggunaan input serta tenaga kerja untuk jagung manis lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya penggunaan input pada bawang merah dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Pendapatan petani meningkat sebesar 93,14. Sebanyak 3 orang petani responden memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I pada tahun tahun 2009 menjadi bawang merah-bawang merah- jagung manis-jagung manis. Pendapatan petani mengalami penurunan sebesar Rp 395.853. Hal ini dikarenakan harga jagung manis mengalami penurunan dari Rp 2.500kg pada tahun 2009 menjadi Rp 1.500kg pada tahun 2010. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 7.274.833 atau menurun 10,68 dan biaya penggunaan input juga menurun sebesar Rp 7.274.833 atau menurun 20,57 58 dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5, sehingga pendapatan petani meningkat sebesar 9,89. Sebanyak 6 petani responden yang memutuskan untuk mengubah pola tanam dasar I menjadi pola tanam yang lainnya, selain yang telah disebutkan juga mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp 7.485.936 atau menurun 20,52 karena beberapa petani yang telah mengganti pola tanam juga masih ada yang mengalami kerugian akibat gagal panen. Pola tanam dasar II pada tahun 2009 adalah bawang merah-bawang merah-bawang merah-jagung manis. Jumlah responden yang memutuskan untuk tidak melakukan perubahan pola tanam pada tahun 2010 sebanyak 3 orang. Produksi bawang merah mengalami penurunan sebesar 54,76 ton atau menurun 21,08. Harga bawang merah tetap sebesar Rp 8.500kg. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 20.448.473 atau menurun 36,22 dan biaya penggunaan input meningkat Rp 1.259.944 atau meningkat 5,62 dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Pendapatan petani menurun sebesar Rp 21.708.417 atau menurun 41,84. Sebanyak 3 petani responden memutuskan untuk melakukan perubahan pola tanam pada tahun 2010 menjadi bawang merah-bawang merah- jagung manis-jagung manis. Pendapatan petani mengalami peningkatan sebesar Rp 5.027.583. Hal ini dikarenakan produksi jagung manis meningkat sebesar 12,75 ton atau meningkat 36,38. Harga jagung manis meningkat dari Rp 1.500 menjadi Rp 2.500. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 5.679.473 atau menurun 10,06 namun biaya penggunaan input juga mengalami penurunan sebesar Rp 10.707.056 atau menurun 47,72 dapat dilahat pada Lampiran 4 dan 5, sehingga pendapatan petani meningkat sebesar 37,66. 59 Sebanyak 3 petani responden mengubah pola tanam dasar II pada tahun 2009 menjadi bawang merah-bawang merah-cabai-jagung manis pada tahun 2010. Harga cabai tetap sebesar Rp 8.000kg pada tahun 2010 dengan produksi yang relatif menurun. Penerimaan petani menurun sebesar Rp 1.451.806 atau menurun 2,57 dan biaya penggunaan input mengalami peningkatan sebesar Rp 4.071.611 atau meningkat 18,15 dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5, sehingga pendapatan petani menurun sebesar 20,72. Sebanyak 3 petani responden yang memutuskan untuk mengubah pola tanam selain yang telah disebutkan juga mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp 14.707.417 atau menurun 43,24. Pola tanam dasar III yang dilakukan oleh petani responden di Desa Kemukten adalah jenis pola tanam yang bervariasi namun selain bawang merah- bawang merah-bawang merah-cabai dan bawang merah-bawang merah-bawang merah-jagung manis. Penerimaan petani mengalami penurunan sebesar Rp 9.088.667 atau menurun sebesar 16,09 dan biaya penggunaan input mengalami penurunan sebesar Rp 10.000.156 atau menurun 38,08 dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5 sehingga pendapatan petani mengalami peningkatan sebesar 21,99. Biaya penggunaan input rata-rata mengalami peningkatan pada tahun 2010 karena beberapa input pertanian mengalami peningkatan harga. Tahun 2009 harga bibit bawang merah sebesar Rp. 15.000 per kilogram, cabai sebesar Rp 125.000 per botol, jagung manis sebesar Rp 140.000 per kilogram dan padi Rp 5.000 per kilogram dan pada tahun 2010, harga bibit bawang merah sebesar Rp 25.500 per kilogram, cabai sebesar Rp 140,000 per botol, jagung sebesar Rp 150.000 per kilogram dan padi sebesar Rp 5.900 per kilogram. Biaya pembelian bibit yang 60 terbesar adalah biaya untuk pembelian bibit bawang merah, karena walaupun harga per kilogramnya murah, tetapi dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Area lahan seluas 1.600 m 2 dibutuhkan bibit bawang merah sebanyak 2,5 kwintal sedangkan untuk bibit cabai, jagung manis dan padi masing-masing adalah 2 botol bibit cabai, 5 kg bibit jagung manis dan 55 kg bibit padi. Jenis pupuk yang digunakan petani terdiri pupuk kimia dan pupuk kandang. Pupuk kimia yang digunakan antara lain pupuk Urea, TSP, KCl, dan ZA. Pupuk kimia diperoleh petani dari toko-toko pertanian yang ada di Desa Kemukten. Harga rata-rata pupuk Urea sebesar Rp 1.200 per kilogram, TSP sebesar Rp 2.000 per kilogram, KCl sebesar Rp 1.100 per kilogram, dan ZA sebesar Rp 1.200 per kilogram. Pupuk yang digunakan petani selain pupuk kimia adalah pupuk kandang yang diperoleh dari kotoran ternak ayam yang sudah diolah terlebih dahulu menjadi kompos. Petani membeli pupuk kandang dari pedagang di Desa Kemukten yang khusus menjual pupuk kandang. Harga rata-rata pupuk kandang sebesar Rp 1.000 per kilogram. Petani menggunakan obat-obatan dalam memelihara tanamannya dari gangguan serangan hama dan penyakit. Obat-obatan tersebut berupa insektisida untuk mencegah dan mengatasi serangan hama tanaman dan fungisida untuk mencegah dan mengatasi serangan jamur dan penyakit tanaman. Kecuali untuk tanaman padi menggunakan obat herbisida. Jenis obat-obatan yang digunakan petani antara lain Antrakol, Dursban, Buldox, Bamex dan Kondosep. Harga obat- obatan pada tahun 2009 mengalami peningkatan pada tahun 2010. Tahun 2009, harga insektisida rata-rata sebesar Rp 90.000 per kaleng, fungisida sebesar Rp 65.000 per kilogram dan herbisida sebesar Rp 30.000 per kaleng sedangkan pada 61 tahun 2010, harga insektisida rata-rata sebesar Rp 135.000 per kaleng, fungisida sebesar Rp 67.500 per kilogram dan herbisida sebesar Rp 30.000 per kaleng. Selain terjadi peningkatan harga, jumlah penggunaan obat-obatan juga meningkat di tahun 2010, karena terjadi hujan yang terus menerus sehingga penyemprotan dilakukan lebih banyak untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman yang semakin banyak muncul karena hujan. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam dan luar keluarga yang terdiri dar tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja pria dan wanita berbeda. Upah tenaga kerja pada tahun 2009 berbeda dengan upah tebaga kerja pada tahun 2010. Upah tenaga kerja pria pada tahun 2009 yaitu Rp 25.000 per orang dan upah tenaga kerja wanita Rp 15.000 per orang, namun pada tahun 2010 terjadi peningkatan upah tenaga kerja yaitu upah tenaga kerja pria menjadi Rp 30.000 per orang dan upah tenaga kerja wanita sebesar Rp 20.000 per orang. Upah tenaga kerja yang tersebut belum termasuk makanan dan rokok yang diberikan kepada buruh tani yang disewa. Biaya lain yang dikeluarkan petani adalah biaya untuk pembelian peralatan pertanian. Peralatan tersebut antara lain cangkul, ember, sekop, tangki, tambang dan plastik. Harga rata-rata cangkul sebesar Rp 40.000 , ember sebesar Rp 5.000 , sekop sebesar Rp 5.000 , tangki sebesar Rp 40.000 , tambang sebesar Rp 2.000 per meter dan plastik penutup sebesar Rp 19.000 per kilogram. Peralatan pertanian tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu antara dua sampai tiga tahun sehingga petani tidak perlu membelinya lagi di tahun berikutnya. Jumlah rata-rata penggunaan input produksi petani penyewa lebih besar dibandingkan dengan petani pemilik. Hal ini terjadi karena sewa lahan tiap 62 tahunnya lebih besar daripada pembayaran pajak lahan oleh petani pemilik, sehingga petani pemilik lebih diuntungkan daripada petani penyewa. Selain itu, pola tanam pada tahun 2010 lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2009 karena pada saat terjadi peningkatan curah hujan, petani melakukan berbagai adaptasi untuk mengatasi terjadinya kerugian dengan mengubah pola tanam. Biaya sewa lahan pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 3.000.000 per tahun dan biaya peralatan pertanian yaitu sebesar Rp 932.000 per tahun. Biaya pajak lahan sebesar Rp 16.000 per tahun. Biaya sewa lahan dan pajak lahan mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 3.500.000 dan Rp 17.500. Petani juga tidak membeli peralatan pertanian karena masa pakai peralatan pertanian cukup lama yaitu antara 2-3 tahun. Petani juga hanya memiliki peralatan pertanian tersebut dalam jumlah yang sedikit karena buruh tani umumnya membawa sendiri peralatan yang dibutuhkan. Bawang merah dan cabai merupakan komoditas unggulan dari warga Brebes terutama Desa Kemukten karena kedua komoditas tersebut dapat menghasilkan penerimaan yang besar bagi petani. Harga jual bawang merah dan cabai relatif tinggi dibandingkan dengan jagung manis ataupun padi. Apalagi pada saat permintaan yang tinggi dari konsumen dan kualitas yang bagus dari bawang merah dan cabai. Saat terjadi perubahan iklim, petani mengubah pola tanam mereka dengan mengganti komoditas bawang merah dengan jagung manis atau padi. Maka dari itu, penerimaan petani responden rata-rata mengalami penurunan yang cukup signifikan. 63 6.4 Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Petani Responden Untuk Melakukan Perubahan Pola Tanam Perubahan iklim yang terjadi berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan di Indonesia di berbagai bidang terutama di bidang pertanian. Perubahan iklim tersebut ditandai dengan meningkatnya suhu dan curah hujan. Kondisi tersebut pasti akan mempengaruhi pertanian di Indonesia yang sangat bergantung pada iklim. Berbagai macam adaptasi dilakukan oleh petani untuk mengantisipasi adanya kerugian akibat perubahan iklim diantaranya merubah pola tanam dengan mengganti jenis tanaman, memperbanyak penggunaan obat-obatan dan memperbaiki pengolahan tanah. Petani responden di Desa Kemukten melakukan adaptasi dengan cara mengubah pola tanam, walaupun ada beberapa petani yang masih belum melakukan perubahan pola tanam. Perubahan pola tanam tersebut akan mengurangi dampak kerugian petani akibat kegagalan panen yang disebabkan oleh perubahan iklim, sehingga apabila semakin banyak petani yang melakukan perubahan iklim dapat diprediksi petani tidak akan mengalami kerugian yang lebih besar. Sub-sub bab ini akan dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan perubahan pola tanam terutama dari faktor internal dan eksternal petani. Faktor-faktor yang diduga berpenganruh terhadap pengambilan keputusan petani dianalisis menggunakan model regresi logostik. Variabel independen yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah tingkat pendidikan X1, jumlah tanggungan keluarga X2, pengalaman berusahatani X3, pendapatan X4, luas lahan pertanian X5, dan pemahaman mengenai perubahan iklim X6. Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan petani untuk melakukan 64 perubahan pola tanam yang bernilai ”satu” dan keputusan petani untuk tidak melakukan perubahan pola tanam yang bernilai ”nol”. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 14.0 for Windows. Tabel 15. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Melakukan Perubahan Pola Tanam dengan Model Regresi Logistik Predictor Coef Z P Odds Ratio Constant -9,1698 -1,65 0,099 Tingkat Pendidikan 0,6133 0,63 0,530 1,85 Jumlah Tanggungan Keluarga 2,5226 1,88 0,060 12,46 Pengalaman Berusahatani 2,2369 2,03 0,043 9,37 Pendapatan -1,3703 -1,13 0,257 0,25 Luas Lahan 0,4508 0,40 0,693 1,57 Pemahaman Petani 3,3543 2,08 0,038 28,63 Log-Likelihood = -11.936 Test that all slopes are zero: G = 14,685, DF = 6, P-Value = 0,023 Uji Goodness Of-Fit Test Sumber : Data Primer diolah, 2011 Keterangan : Signifikan pada tingkat kepercayaan 95 Model regresi logistik yang didapat dari model dapat dituliskan sebagai berikut : Zi = -9.17 + 0.613X1 + 2.522X2 + 2.237X3 - 1.370X4 + 0.451X5 + 3.354X6 Pengujian keseluruhan model regresi logistik dapat dilakukan dengan melakukan uji G yang menyebar menurut sebaran Chi-square χ 2 . Pengujian dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai G dengan nilai χ 2 tabel pada taraf nyata α tertentu dengan derajat bebas k-1, namun jika menggunakan paket program Minitab dapat dilihat dari nilai P. Berdasarkan hasil olahan data di atas didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -11,928 menghasilkan nilai G sebesar 14,702 dengan nilai P yaitu 0,040. Nilai P dibawah taraf nyata lima persen Method Chi-Square DF P Pearson 20,070 29 0,891 Deviance 17,281 29 0,958 Hosmer-Lemeshow 7,9458 8 0,439 65 α=5, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan perubahan pola tanam. Pada uji kebaikan model atau Goodness-of-Fit dengan melihat pada metode Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lemeshow, nilai P untuk ketiga model tersebut adalah lebih besar dari taraf nyata lima persen α=5 sehingga model layak untuk digunakan. a Variabel yang Signifikan Ada dua variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu variabel lama bertani dan variabel pemahaman petani mengenai perubahan iklim. Variabel lama bertani signifikan secara statistik pada taraf nyata lima persen dengan nilai P sebesar 0,043. Nilai Odds Ratio sebesar 9,37 yang berarti setiap tambahan satu tahun lama bertani, peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam 9,37 kali lebih tinggi dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan perubahan pola tanam, cateris paribus. Variabel lama bertani bernilai positif artinya semakin lama petani yang bekerja di bidang usahatani maka peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam semakin besar. Petani yang lebih lama bertani pasti akan memiliki pengalaman yang banyak juga, maka akan lebih banyak strategi dan adaptasi yang dilakukan saat terjadi perubahan iklim dibandingkan dengan petani yang belum lama pengalaman bertaninya. Petani responden di Desa Kemukten telah memiliki pengalaman berusahatani lebih dari 10 tahun pada umumnya sehingga sebagian besar dari petani responden tersebut lebih bisa melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim khususnya merubah pola tanam untuk mengurangi adanya kerugian akibat gagal panen. 66 Variabel pemahaman petani mengenai perubahan iklim signifikan secara statistik pada taraf nyata lima persen dengan nilai P sebesar 0,038. Nilai Odds Ratio sebesar 28,63 yang berarti setiap penambahan satu orang petani yang memahami perubahan iklim, peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam 28,63 lebih tinggi dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan perubahan pola tanam, cateris paribus. Variabel pemahaman petani mengenai perubahan iklim bernilai positif artinya semakin bertambah satu tingkat pemahaman petani mengenai perubahan iklim, maka peluang petani untuk melakukan perubahan pola tanam semakin besar. Petani responden di Desa Kemukten pada umumnya telah memahami adanya perubahan iklim. Sebanyak 61 responden paham mengenai adanya perubahan iklim. Mereka mendapatkan informasi dari media cetak maupun media elektronik dan mereka juga bisa merasakan sendiri adanya perubahan tersebut sehingga petani responden yang semakin paham dengan adanya perubahan iklim lebih memiliki respon untuk melakukan adaptasi khususnya merubah pola tanam. b Variabel yang Tidak Signifikan Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah variabel tingkat pendidikan X1, jumlah tanggungan keluarga X2, pendapatan X4, dan luas lahan pertanian X5. Variabel tingkat pendidikan tidak signifikan karena memiliki nilai P sebesar 0,530 yang lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh tingkat pendidikan dapat diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa bukan hanya petani yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA dan Perguruan Tinggi saja yang melakukan perubahan pola tanam, tetapi petani yang berpendidikan terakhir SD 67 dan SLTP juga melakukan perubahan pola tanam. Jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,060 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh jumlah tanggungan dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa tidak ada kecenderungan jumlah tanggungan keluarga tertentu baik pada petani yang melakukan perubahan pola tanam dan petani yang tidak melakukan perubahan pola tanam. Variabel pendapatan tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,257 yang lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga dapat diabaikan secara statistik. Hasil nyata di lapangan menunjukkan bahwa masih ada bebarapa petani yang pendapatannya menurun walaupun sudah melakukan perubahan pola tanam. Variabel luas lahan pertanian tidak signifikan secara statistik karena memiliki nilai P sebesar 0,693 yang lebih besar dibandingkan taraf nyata lima persen, sehingga variabel luas lahan dapat diabaikan secara statistik. Petani responden di Desa Kemukten tidak memperhatikan luas lahan yang mereka miliki dalam menentukan keputusan untuk melakukan perubahan pola tanam. Petani responden di Desa Kemukten yang merasakan adanya perubahan suhu tidak semua melakukan perubahan pola tanam. Variabel peningkatan curah hujan dan peningkatan suhu tidak dimasukkan ke dalam model karena semua petani responden merasakan peningkatan curah hujan dan peningkatan suhu. 68

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1 Petani responden di Desa Kemukten sebagian besar sudah mengetahui istilah mengenai perubahan iklim secara umum. Hanya 17 orang dari 44 responden yang tidak mengetahui tentang perubahan iklim walaupun mereka merasakan adanya perubahan iklim. 2 Sebagian besar petani responden melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Jenis adaptasi yang paling banyak dilakukan petani berupa melakukan perubahan pola tanam dengan mengganti jenis tanaman bawang merah menjadi jagung manis yang lebih tahan terhadap curah hujan yang tinggi, menggeser waktu tanam, memperbanyak penggunaan obat-obatan dan memperbaiki pengolahan lahan sawah. Sebanyak 31 petani responden melakukan adaptasi berupa merubah pola tanam, sebanyak 5 petani responden memperbaiki pengolahan lahan sawah dan sebanyak 8 petani responden memperbanyak penggunaan obat-obatan. 3 Perubahan iklim di Desa Kemukten ditandai dengan peningkatan suhu dan curah hujan yang menyebabkan terjadinya hujan yang berkepanjangan sepanjang tahun 2010 jika dibandingkan tahun 2009 dimana curah hujan mendekati curah hujan normal di Kabupaten Brebes. Pendapatan petani di Desa Kemukten mengalami penurunan akibat adanya perubahan iklim. Petani yang melakukan adaptasi khususnya merubah pola tanam memikili pendapatan yang lebih tinggi pada umumnya dibandingkan dengan petani yang tidak melakukan adaptasi.