4.3.1. Kondisi Perberasan Indonesia
Produksi beras yang siap dikonsumsi pada periode 2003-2013 sebesar 29,79-38,95 juta ton. Sedangkan rata-rata kebutuhan beras di Indonesia pada
periode yang sama sebesar 29,74-33,60 juta ton. Pada tahun 2005-2006 terjadi defisit produksi atau kebutuhan beras lebih tinggi dibandingkan dengan
ketersediaan sehingga dilakukan impor dari Thailand sebesar 627,72 ribu ton Lampiran 4.8.
Gambar 4.12. Ketersediaan, Konsumsi dan Harga Beras Indonesia
Dalam rangka menambah cadangan beras nasional akibat terjadinya defisit tahun sebelumnya dan melonjaknya harga beras dalam negeri memaksa
pemerintah melakukan impor beras dari Thailand dan Vietnam untuk mengamankan stok beras dalam negeri. Impor beras Indonesia mencapai
puncaknya pada tahun 2011 sebesar 2,74 juta ton sebagai dampak pengadaan gabahberas Bulog yang tidak mencapai target minimal 1,1 juta ton, disamping itu
juga disebabkan penolakan ekspor beras oleh Thailand pada tahun 2010 meskipun
- 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
6.000 7.000
8.000 9.000
5.000 10.000
15.000 20.000
25.000 30.000
35.000 40.000
45.000
K e
te rs
e d
ia a
n B
e ra
s R
ib u
T o
n
Tahun
Ketersediaan Kebutuhan
Harga Beras RpKg
Universitas Sumatera Utara
telah ada sebelumnya kontrak G to G, penolakan ini disebabkan karena bencana banjir yang melanda Thailand sehingga negara ini lebih memilih mengamankan
cadangan beras dalam negerinya. Periode Tahun 2003-2013 harga rata-rata beras premium Cianjur Kepala,
Cianjur Slyp, Setra dan Saigon Bandung berkisar antara Rp. 6.060kg – Rp. 7.467kg, harga beras medium Muncul I, Muncul II, IR-64 I dan IR-64 II berada
pada kisaran harga Rp. 5.079kg – Rp. 5.696kg dan harga beras kualitas rendah Muncul III dan IR-64 III berada pada kisaran harga Rp. 4.684kg – Rp.
4.951kg.
Tabel 4.18. Rata-Rata Harga dan Fluktuasi Beras Indonesia Tahun 2003-2013 Jenis Beras
Rata-Rata Harga Beras
2003-2013 RpKg
Volatilitas Harga Beras 2003-2013
2003-2008 2008-2013
Cianjur kepala 7.467
33,31 21,16
27,74 Cianjur slyp
6.797 33,88
24,10 26,31
Setra 6.575
33,42 27,39
22,91 Saigon Bandung
6.060 36,50
29,97 25,75
Muncul I 5.696
38,20 29,79
29,47 Muncul II
5.319 37,96
30,18 28,78
Muncul III 4.951
37,20 29,90
28,29 IR-64 I
5.456 37,75
29,75 29,57
IR-64 II 5.079
37,00 29,44
28,57 IR-64 III
4.684 36,60
29,38 27,75
IR-42 6.198
32,11 24,46
26,99
Sumber: Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta 2014
Tabel 4.18. menunjukkan bahwa periode 2003-2013 harga beras medium lebih volatile dibandingkan dengan harga beras kualitas premium dan beras
kualitas rendah, hal ini dapat dijelaskan bahwa beras medium merupakan beras yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat. Akibat harga beras yang sangat
volatile ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk
Universitas Sumatera Utara
konsumsi beras semakin tinggi dan sebagian diantara masyarakat mengurangi konsumsi beras atau disubstitusi dengan sumber karbohidrat lainnya.
Upaya mengatasi volatilitas harga pangan saat ini dan dampak sosial- ekonominya. pemerintah meningkatkan subsidi pangan melalui operasi pasar,
sedangkan cara lain menurut Timmer 2011 cara yang terbaik bagaimana mengatasi volatilitas harga pangan dengan cara intervensi nasional dan
internasional melalui langkah-langkah perdagangan, operasi pasar terbuka dan manajemen stok, sehingga jawaban atas volatilitas harga pangan bukan dengan
cara menutup pasar, tetapi menggunakan stok dengan lebih baik.
Tabel 4.19. Perubahan Harga Beras Indonesia Tahun 2003-2013 Jenis Beras
Perubahan Harga 2003-2013
2003-2008 2008-2013
Cianjur kepala 8,71
8,06 8,85
Cianjur slyp 8,98
9,12 9,66
Setra 8,88
10,01 10,81
Saigon Bandung 9,63
10,70 12,82
Muncul I 10,46
11,46 12,79
Muncul II 10,46
11,59 13,01
Muncul III 10,45
11,73 12,49
IR-64 I 10,82
11,85 12,68
IR-64 II 10,89
12,03 12,54
IR-64 III 10,74
12,12 12,55
IR-42 12,27
15,91 12,71
Phil 25 10,33
16,10 14,18
Thai 25 11,17
24,70 19,23
Viet 25 8,10
17,34 13,79
Sumber: Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta, BAS Philipina, Worldbank dan ERS USDA 2014
Negara-negara yang bergantung pada impor komoditas lebih rentan terhadap risiko dan ketidakpastian harga komoditas. Ketidakstabilan harga
mempengaruhi produsen, investor, dan pembuat kebijakan disamping dampak negatif pada pertumbuhan dan distribusi pendapatan. Volatilitas telah menjadi
Universitas Sumatera Utara
sumber utama ketidakstabilan harga dan pentingnya tidak berkurang akibat liberalisasi, pengurangan hambatan perdagangan, dan globalisasi. Ada komoditas
pasar derivatif yang dikembangkan dan tersedia untuk melindungi nilai terhadap risiko harga komoditas, tetapi masalah aksesibilitas pasar masih rendah, disparitas
harga lokal dan internasional, likuiditas rendah, kurangnya harga referensi lokal dan kurangnya instrumen derivatif untuk komoditas tertentu. Pengalihan
volatilitas antara pasar komoditas membuat keputusan lebih sulit bagi produsen, pedagang dan pembuat kebijakan.
4.3.2. Kondisi Perberasan di Asia Tenggara