Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai ekspor beras dan serealia periode tahun 2005–2013 di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara digambarkan
sebagai berikut:
a. Indonesia
Meskipun Indonesia merupakan salah satu produsen beras tertinggi di dunia, tetapi nilai ekspor relatif rendah karena tingginya kebutuhan konsumsi
Indonesia 139,15 kgkapitatahun. Ekspor beras Indonesia periode 2006- 2013 diperlihatkan pada Tabel 4.4. Ekspor beras dan serealia periode 2006-
2009 masing-masing meningkat 0,22 dan 0,58 persen. Peningkatan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor dunia sebesar 0,19 persen.
Pada periode 2010-2013, pertumbuhan ekspor beras dan serealia Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu masing-masing
sebesar 0,13 dan -0,01 persen.
b. Philipina
Ekspor beras dan serealia periode 2006-2009 masing-masing meningkat 2,65 dan 1,40 persen. Peningkatan ini lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor dunia sebesar 0,19 persen. Pada periode 2010-2013, pertumbuhan ekspor beras dan serealia negara ini lebih rendah dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 0,49 dan 0,46 persen. Philipina saat ini sangat gencar mengembangkan sektor pertanian
melalui pembangunan infrastruktur irigasi secara besar-besaran, mengembangkan varietas unggul dan melakukan perbaikan efisiensi pasca
panen.
Universitas Sumatera Utara
c. Thailand
Pertumbuhan ekspor beras Thailand selama periode 2006-2013 diperlihatkan pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa ekspor beras dan serealia Thailand
selama periode 2006-2009 masing-masing meningkat 0,26 dan 0,27 persen. Peningkatan ini lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor dunia
sebesar 0,19 persen. Pada periode 2010-2013, pertumbuhan ekspor beras dan serealia negara ini lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya,
yaitu masing-masing sebesar -0,25 dan -0,17 persen. Penurunan kinerja ekspor beras dan serealia Thailand ini disebabkan karena penurunan produksi
di sentra-sentra produksi akibat terjadi bencana alam banjir, sehingga pemerintah Thailand membatasi ekspor beras untuk mengamankan kebutuhan
dalam negerinya.
d. Vietnam
Kinerja ekspor beras dan serealia Vietnam periode 2006-2009 masing-masing meningkat 0,23 persen. Peningkatan ini lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor dunia sebesar 0,19 persen. Periode 2010-2013, pertumbuhan ekspor beras dan serealia negara ini lebih rendah dibandingkan
dengan periode sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 0,22 persen. Berdasarkan Lampiran 4.5 menunjukkan beberapa tahun terakhir
keunggulan komparatif beras Indonesia rata-rata 0.46 yang berarti daya saing ekspor beras Indonesia sangat rendah, kecuali tahun 2005 yang mempunyai nilai
RCA 1,84 dan selanjutnya tahun berikutnya mengalami penurunan dan berada dibawah 1. Sedangkan nilai RCA Philipina, Thailand dan Vietnam diatas 1
Universitas Sumatera Utara
dimana masing-masing 2,76, 4,67 dan 4,66, hal ini menunjukkan bahwa mempunyai daya saing dibandingkan dengan Philipina dan Indonesia.
Nilai comparatif advantage CA beras keempat negara Asia Tenggara menunjukkan tren yang berbeda, hal ini disebabkan karena perbedaan dukungan
sumberdaya, harga relatif faktor produksi, jumlah penduduk dan konsumsi agregat. Indonesia dan Philipina telah kehilangan CA dan menjadi net importer.
Menurut Heguang, Tada dan Dongseng 2009, perubahan daya saing Filipina dari kuadran I ke II karena negara ini memiliki lahan pertanian yang relatif berlimpah
dan pertumbuhan ekonomi relatif rendah. Perubahan daya saing Indonesia bergeser dari kuadran IV ke I dan kembali ke kuadran IV karena konversi lahan
sawah menjadi perumahan dan perkebunan sawit, kebijakan pertanian yang mendorong pengembangan peternakan dan penurunan tenaga kerja di sektor
pertanian. Melihat rendahnya daya saing beras Indonesia dibandingkan dengan
negara lain di kawasan regional Asia Tenggara, maka diperlukan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan daya saing beras, misalnya menerapkan subsidi
ekspor bagi produsen domestik dan eksportir. Beberapa negara di Asia Tenggara yang menerapkan subsidi ekspor adalah Thailand dan Vietnam. Subsidi ekspor
berbeda dengan pajak ekspor yang mengurangi insentif dan menurunkan daya saing komoditas beras di pasar regional dan internasional.
4.2. Hasil Pendugaan Integrasi Pasar Beras Asia Tenggara dengan Pasar