Amerika Serikat dan Jepang. Ketika terjadi kekurangan pasokan di pasar dunia, maka konsekuensinya bukan hanya tidak terpenuhinya kebutuhan beras domestik,
melainkan juga akan menimbulkan gejolak sosial politik yang membahayakan kedudukan pemerintah dan kestabilan negara. Ketergantungan Indonesia secara
terus-menerus kepada negara-negara pengekspor utama beras akan merugikan posisi perekonomian Mulyana, 1998.
2.3. Daya Saing
Daya saing komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah
satu diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage RCA. Demikian juga dapat dilakukan dengan metode Constant Market Share dan Real Effective
Exchange Rate . Guna melihat lebih rinci komoditas Indonesia yang dapat
bersaing dengan negara-negara lain di pasar dunia yang diukur dengan Revealed Comparative Advantage RCA
masing-masing produk ekspor Balassa, 1965. Perhitungan RCA ini menggunakan data yang dikelompokan dalam Standard
Industrial Trade Classification SITC 2 digit. Nilai RCA yang lebih besar dari 1
menunjukkan daya saing competitiveness yang merupakan kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor
pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Pada dasarnya tingkat daya saing suatu
negara di kancah perdagangan internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif comparative advantage dan faktor keunggulan
kompetitif competitive advantage. Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan
Universitas Sumatera Utara
kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkandiciptakan. Selain dua factor tersebut, tingkat daya saing suatu
negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage SCA
atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Hal ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang semakin
lama semakin ketatkeras atau Hyper Competitive Tambunan, 2003. Indeks Spesialisasi Perdagangan ISP digunakan untuk menganalisis
posisi atau tahapan perkembangan suatu produk. ISP ini dapat menggambarkan apakah untuk suatu jenis produk terspesialisasi, misalnya apakah Indonesia
cenderung menjadi negara eksportir atau importir. Secara implisit, indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan dan penawaran, dimana ekspor identik
dengan suplai domestik dan impor adalah permintaan domestik, atau sesuai dengan teori perdagangan internasional, yaitu teori net of surplus, dimana ekspor
dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan atas barang tersebut di pasar domestik Regimun, 2012.
Nilai indeks ini mempunyai kisaran antara -1 sampai dengan +1. Jika nilanya positif diatas 0 sampai 1, maka komoditi bersangkutan dikatakan
mempunyai daya saing yang kuat atau negara yang bersangkutan cenderung sebagai pengekspor dari komoditi tersebut suplai domestik lebih besar daripada
permintaan domestik. Sebaliknya, daya saingnya rendah atau cenderung sebagai pengimpor suplai domestik lebih kecil dari permintaan domestik, jika nilainya
negatif dibawah 0 hingga -1. Kalau indeksnya naik berarti daya beli kecil daripada permintaan dalam negeri. Dengan kata lain, untuk komoditi tersebut pada tahap
Universitas Sumatera Utara
ini negara tersebut lebih banyak mengimpor daripada mengekspor Regimun, 2012.
Menurut “The Global Competitiveness Report 20132014”, pilar ke-6 adalah “Goods Market Efficiency” persaingan pasar yang sehat, baik domestik
maupun internasional penting dalam mendorong efisiensi pasar, produktivitas bisnis, efisiensi perusahaan, barang yang dihasilkan sesuai permintaan pasar.
Langkah dan upaya dalam mengurangi intervensi pemerintah yang dapat menghambat kegiatan dunia usaha, misalnya daya saing terhambat karena adanya
distorsi pajak, peraturan yang diskriminatif terhadap investasi asing dan pembatasan kepemilikan asing. Krisis ekonomi baru-baru ini menyoroti saling
ketergantungan ekonomi di seluruh dunia dan pertumbuhan tergantung pada pasar terbuka. Langkah-langkah proteksionis yang kontraproduktif mengurangi aktivitas
ekonomi secara agregat. Efisiensi pasar tergantung pada kondisi permintaan, dengan alasan budaya atau sejarah akan menuntut lebih banyak persyaratan di
beberapa negara dibandingkan dengan negara lainnya. Hal ini dapat menciptakan keunggulan kompetitif competitive advantage karena dapat memaksa
perusahaan untuk lebih inovatif dan berorientasi konsumen, dengan demikian memaksakan disiplin yang ketat untuk mencapai efisiensi pasar Schwab dan i-
Martin, 2013.
2.4. Integrasi Pasar